Asep Sambodja
http://properti.kompas.com/
Sebelum membicarakan puisi-puisi Ibnu Wahyudi dalam kumpulan puisi keduanya, Haikuku (Jakarta: Artiseni, 2009), saya ingin mengutip artikel Matsumoto Yoshiyuki yang berjudul Kalong Taman Firdaus: Catatan Perjalanan Kaneko Mitsuharu ke Malaya dan Hindia Belanda yang dimuat dalam buku Dari Botchan sampai Kalong Taman Firdaus yang disunting Jonnie Rasmada Hutabarat (Depok: FIBUI, 2007), untuk “merasakan” sastra Jepang, mengingat haiku berasal dari negeri sakura itu.
Dalam artikel tersebut, Matsumoto Yoshiyuki mencoba membaca kepenyairan Kaneko Mitsuharu (1895-1975) secara kronologis. Sebagai penyair, Kaneko Mitsuharu pernah mengalami titik jenuh dalam hidupnya di Tokyo, Jepang. “Bagiku Tokyo sudah menjadi tempat yang kejam dan tidak enak untuk dijadikan tempat tinggal. Selain itu, karena harga diri juga terasa hilang, sebaiknya pergi ke luar negeri dua tiga tahun untuk mendinginkan situasi sambil mencari kehidupan yang lain,” tulis Kaneko Mitsuharu dalam Shijin (‘Penyair’).
Berangkat dari perasaan seperti itulah Kaneko Mitshuharu mengembara ke negeri asing, di antaranya ke Shanghai, Kanton, Hongkong, Singapura, Johor, dan Jawa. Dalam petualangan itu, Kaneko menemukan sesuatu yang lain, unik, yang tidak pernah ditemuinya di Jepang. Kalaupun ditemukan, fungsinya bisa berbeda sama sekali. Temuan itu ia tulis dalam puisinya yang berjudul “Senmenki” yang artinya “Baskom”. Saya kutip puisi itu selengkapnya.
Baskom
Bunyi sepi
Dalam baskom
Di teduh hujan
Di senja tanjung
Bergoyang
Condong
Pada hati yang lelah
Gema yang terus tak lekang
Sepanjang hayat di kandung badan
Kupingku! Aku harus mendengarkan
Bunyi sepi
Dalam baskom
Yang menarik, Kaneko Mitsuharu memberi pengantar yang cukup panjang untuk puisinya itu. Bunyinya demikian: “Sejak dulu saya menganggap bahwa baskom adalah bejana yang diisi air atau air panas untuk mencuci muka atau tangan saja. Ternyata orang Jawa memakainya sebagai tempat untuk daging domba, ikan, ayam, dan sebagainya yang direbus dengan santan dan rempah-rempah, lalu menunggu tamu di bawah naungan pohon flamboyan. Sementara itu, wanita Kanton, di depan mata tamu kencannya, mengangkangi baskom yang sama seperti itu untuk membersihkan bagian tubuhnya yang kotor, dan membuang air kecil di situ juga dengan bunyi sseeeeerr…. ssssseeeeerrrr…. yang sepi”
Dalam buku Haikuku Ibnu Wahyudi, kita juga akan menemukan suasana serupa. Artinya, alam dan fenomena alam menjadi piranti yang sangat penting dalam penciptaan puisi Ibnu Wahyudi kali ini. Kalau kita membaca Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan karya Ignas Kleden (2004), kita akan tahu bahwa setidaknya ada tiga alasan yang menyebabkan seorang penyair menulis puisi. Pertama, adanya kegelisahan eksistensial si penyair itu sendiri. Kedua, kegelisahan politik sang penyair. Ketiga, adanya kegelisahan metafisik pada penyair.
Ignas Kleden menjelaskan bahwa kegelisahan metafisik itu muncul ketika penyair menghadapi kedudukannya atau kedudukan orang lain dalam alam semesta, dalam kosmos, yang tidak diciptakannya, tetapi hanya dapat diterima atau ditolaknya. (Kleden, 2004: 265).
Dalam artikel Matsumoto Yoshiyuki di atas juga terbaca bahwa penyair Kanoke Mitsuharu menggunakan alam maupun fenomena alam untuk mengekspresikan dirinya. Pada puisi-puisi Ibnu Wahyudi dalam Haikuku pun fenomena alam seperti kabut, hujan, pelangi, gerimis, angin, musim, cuaca, dan lain-lain dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Ada semacam kredo yang disampaikan penyair melalui puisi “Inilah Haikuku”
inilah haikuku
menyapaku selalu
dengan sembilu
Ada perasaan luka, pedih, perih, nelangsa, sakit yang banyak mewarnai puisi-puisi Ibnu Wahyudi dalam Haikuku ini. Puisi itu sendiri merepresentasikan sebagian besar puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi ini. Saya mencatat ada tiga puisi lainnya yang saya pikir sangat bagus, yang memiliki kesamaan gagasan dengan puisi di atas. Ketiga puisi itu saya kutip secara utuh.
Mata Hatiku
mata hatiku
mulai rabun
tertimbun kecewa
yang berduyun
Anomali Hati
anomali hati
menyambangiku selalu
setiap sungsang musim
Kesiur Angin
kesiur angin kusimpan
rapi dalam ingatan
: aku tersesat dalam hutan
Sebagaimana Kaneko Mitsuharu, Ibnu Wahyudi pun melakukan perjalanan ke manca negara, seperti Australia, Moskwa, Korea Selatan, Brunei Darussalam, dan beberapa tempat di nusantara. Dalam perjalanannya itu, Ibnu Wahyudi juga merasa takjub dengan keadaan alam yang sama sekali berbeda dengan keadaan yang selalu dilakoninya di seputar Jakarta dan Depok. Dan sayangnya, keadaan atau panorama alam yang ditemuinya di luar negeri lebih indah dan terjaga, sangat berbeda dengan kondisi kali Ciliwung, misalnya, yang demikian hitam pekat itu.
Ibnu Wahyudi saya pikir sangat jeli memanfaatkan fenomena alam yang memang sangat puitis untuk menyampaikan perasaannya. Hujan, gerimis, cuaca, musim, angin, kabut, bianglala, daun, embun, mendung, air, senja, subuh, rembulan, bintang, malam, pelangi, cakrawala, adalah kata-kata yang puitis. Dengan demikian, ketika kata-kata itu kita munculkan ke dalam teks, maka kata-kata itu memberi kontribusi yang demikian besar dalam menghasilkan puisi yang indah—yang sangat bermanfaat bagi kaum urban untuk melakukan katarsis.
Ini agak berbeda dengan upaya Joko Pinurbo untuk mencoba mempuitisasikan kata-kata yang sama sekali tidak puitis, seperti celana, telepon genggam, sarung, becak, dan sebagainya. Namun, upaya Joko Pinurbo itu ternyata menjadi suatu temuan baru dalam dunia perpuisian Indonesia. Tidak hanya menggunakan kata-kata yang tidak puitis menjadi puitis dalam puisi, Joko Pinurbo juga lihai merangkai kata dan mengemasnya dengan unsur humor sehingga menghasilkan puisi yang sarat makna, sebagaimana puisi Celana Ibu dalam buku Kekasihku.
Dalam Haikuku ini, Ibnu Wahyudi mencoba menggunakan lambang-lambang yang tersedia di komputer untuk menghasilkan sesuatu yang baru dalam penciptaan puisi. Namun, kenikmatan saya sebagai pembaca justru terganggu dengan lambang-lambang itu. Ilustrasi yang ada di setiap puisi justru lebih pas untuk mendampingi puisi-puisi alit itu. Eksperimen yang dilakukan Ibnu Wahyudi melalui puisi-puisi dalam Haikuku ini saya pikir lebih liar dibandingkan dengan kumpulan puisi pertamanya, Masih Bersama Musim (2005).
Citayam, 28 Februari 2009. Kompas 5 Maret 2009
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar