Kamis, 23 Juni 2011

BERKESENIAN HANYA DENGAN KATA-KATA

Muhammad Rain *
http://sastra-indonesia.com/

Kurun waktu kini, banyak hal yang menggelisahkan kehidupan kita, harga cabai, sesaknya antrian BBM subsidi, ketakutan ledakan kompor gas, kegelisahan yang kadang tanpa kita sadari seperti api dalam sekam. Saat seperti ini puisi lahir sebagai salah satu alat, kreasi dan cara berkesenian yang hanya mengandalkan kata-kata. Menarik memang menanggapi banyak soal yang muncul justru hanya lewat kata-kata. Peristiwa sehari-haripun tak luput dicerita-kisahkan dalam karya sastra jenis ini.

Bagaimana sikap kita ketika sastra puisi menjadi biasa dan kehilangan tenaga batinnya? Selaku salah satu pencinta sastra jenis ini, kita patut mengantungi kiat tentang kritik tajam bahwa dunia puisi hanya bakal jadi dunia penuh hayal, dunia yang kering dan jauh dari kenyataan. Wajar sekali sikap seperti ini muncul, tak perlu gelisah dan mencari-cari siapa salah. Di dalam bidang sastra, kritik sastra justru bertujuan mempertinggi nilai intrinsik karya puisi, ia mengkritisi sisi tema agar lebih menyegarkan mata batin pembaca puisi(nya), ia mengkritisi diksi(gaya bahasa) agar menempatkan makna baru dalam repetisi rutin pemunculan diksi sama, atau bahkan mengarahkan para penulis puisi agar mau membuka kreasi mencipta kata (diksi) baru. Sudah tentu, masing-masing cabang/bidang sastra itu sendiri memiliki potensi positif untuk membangun dunia seni sastra yang menjadi konsentrasi pekarya, pengkritik, esais dan bahkan apresiasi luas terhadap sejudul puisi sekalipun.

Keutamaan dalam berpuisi lahir pula dari kebijaksanaan dalam memandang kehidupan. Menitipkan bekal untuk masa depan maupun merefleksikan jauh sudah perjalanan hidup yang tercapaikan. Apa yang kita kenali dengan rasa syukur terhadap nikmat diberi hidup baik fisik maupun batin. Ternyata kita tak bisa melepaskan mimpi-mimpi kita dan bahkan banyak orang malah menjadikan mimpinya sebagai tujuan di dalam menjalani rutinitasnya sebagai manusia. Ketika orang berhenti mengajarkan dirinya dengan berefleksi misalkan lewat seni puisi, atau bernyanyi misalkan di seni musik, saat itu mereka merasa dirinya hidup tak lagi sempurna, merasa bahagia tak lagi sepenuhnya.

Kenihilan dalam karya seni sering sekali terjadi pada sikap manusia kamar, manusia pabrik, manusia perintah, manusia tukang gerak dengan mengandalkan rutinitas sebagai satu-satunya cara menikmati hidup mereka. Kebutuhan lahir banyak sekali terhidang di dalam jagat dunia kita, namun kebutuhan akan terpenuhinya kepuasan batin, jiwa, rasa perasaan, hilangnya kegelisahan, tercapainya rasa syukur ada juga tersedia meski tak sebanyak ragamnya pelayanan kebutuhan fisik itu antaranya adalah dengan adanya agama, tempat manusia membaktikan iktikad ruhnya dalam mencapai keridhaan Tuhan, negara, tempat manusia membaktikan perjuangan demi arti tugas dan tanggung jawabnya, seni, sebagai kantung-kantung penuh ragam demi mencurahkan segala cipta-rasa-karsa kreasi dalam pencapaian keindahan bahkan kebahagiaan, budaya, sebagai sikap patuh dan taat terhadap ketentuan bersama yang sama-sama digugu, diacu dan dibiasakan serta hal-hal lain yang menggerakkan mata batin juga nurani manusia agar terus dapat tumbuh seiring berkembangnya jaman.

Seni kata-kata yang menjadi modal utama mencapai keutamaan karya sastra puisi selanjutnya memerlukan pengarahan secara konvensional belaka. Paling tidak bahasa kata-kata itu harus komunikatif, mampu mensugesti sehingga bisa/dapat mengalirkan kesan-kesan tertentu dari apa yang dirasakan penulis puisi kepada pembacanya, mampu membuka corong sikap yang nonformalis yakni tidak ada pemaksaan kata-kata, mampu mencapai kodrat bahasa itu sendiri. Apakah kesulitan yang dialami penulis puisi dapat diatasi secara sederhana tanpa perlu mereka (para kreator kata-kata puisi) dicubit pipi oleh para kritikus sastra? Dan bagaimanakah kehendak kata-kata itu sendiri dalam melahirkan, menjadi induk penciptaan sastra puisi, pentingkah membela kata-kata itu meski padahal ia benda mati, benda sifat, benda huruf, benda dialektik, benda kontroversi?. Bahasa pada dasarnya datang seiring datangnya manusia ke dunia. Begitu ia lahir manusia ada, begitu seorang bayi manusia nongol ke dunia ia sudah dilengkapi sensor berbahasa. Dalam sejarah bahasa justru bahasa lahir sebagai pembeda antara kita (manusia) dengan makhluk hidup lainnya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan.

Tanggung jawab mempergunakan juga mempermainkan bahasa (kata-kata) dalam kehidupan seperti melalui puisi menurut prinsip Islam sangat penting. Kita bisa cermati dari salah satu hadist nabi yang mengintruksikan bahwa jangan berkata “ahh!” pada ibumu, sebab itu adalah durhaka. Sumpah palsu juga sangat berbahaya, fitnah dapat mendatangkan malapetaka dan segala undang-undang ciptaan penguasa yang justru membunuh masyarakat negerinya dari kata merdeka, itupun sangat meresahkan dan membuat bahasa (kata-kata) menjadi menakutkan, tak lagi dapat mendatangkan kebahagiaan, kesejahteraan dan ketentraman jiwa.

Politisisasi bahasa pernah terjadi di negeri ini, dulu ada Manikebu, ada Lekra ada tuntutan potitisasi bahasa. Dalam ranah jurnalistik terdapat pula cengraman kata-kata lewat dibradelnya penerbit Tempo, demi atas nama kekuasaan Orba. Di masa reformasi saat ini masihkah kita temui kejanggalan dalam terbinanya kebijakan berbahasa kita? Sisi lemahnya sikap penghargaan terhadap kesejatian manusia yang sedari sononya sudah punya bahasa, penting sekali disikapi bijaksana. Padahal tidak setiap makhluk hidup memiliki anugerah seni berbahasa. Tulisan-tulisan bertebar di mulut dan kedalaman gua. Granit di Mesir, tulisan Jawa Kuna di candi-candi di pulau Jawa, kitab-kitab sejarah yang ditemukan dalam rentang jarak dan waktu tak henti, dan maha luasnya penempaan bahasa manusia sejak abad-abad lampau itu, tak lain ingin mengabarkan kepada kita makhluk manusia millenia, peliharalah kata (bahasa) itu, kabarkan yang baik-baik, nyatakan/kisahkan prahara, amarah sebijaknya. Mengutip apa yang disampaikan HB. Jassin bahwa jikapun penulis sastra hendak menceritakan emosi, ketegangan moral dalam karyanya maka sampaikan/tuliskan tanpa embel-embel emosi pribadi penulisnya.

Berkarya seni dengan hanya mengandalkan kata-kata akan dapat mencapai keutamaannya jika disikapi secara tepat. Unsur-unsur yang membidani kesenian berkata-kata seharusnya mendapat tempat. Kebablasan dalam berkesenian ini semestinya dapat sama-sama kita hindarkan. Sejak bahasa Melayu menjadi Lingua Franca di wilayah pesisir Asia Tenggara, konsep Melayu sebagai bahasa santun mencapai kejayaannya pada masa-masa kesusastraan lama. Di masa kini orang masih suka berpantun, para politikus pun masih mengandalkan kesantunan bahasanya meski sarat tujuan dan berpijalin dengan kehendak kekuasaan. Bahasa Indonesia yang punya akar dari bahasa Melayu tak pelak masih mencirikan ke-Melayu-an ini, kendati sikap Charil Anwar dalam berbagai karya sajak/puisinya mengemukakan perlawanan terhadap pola ucap, tenaga kata dan mungkin baginya Melayu sudah harus diperbaharui, namun keindahan, keselarasan bunyi ke-Melayu-an itu sesungguhnya terus saja membayangi puisi-puisi sastrawan, penyair, novelis Indonesia, sadar atau tidak sadar.

Sikap orang yang dewasa turut terlihat lewat bahasanya. Tulisan-tulisan yang bersebaran di serata media cetak, seperti majalah dan surat kabar sejatinya ingin memelihara karya seni sastra puisi itu. Fungsi bahasa sebagai alat ucap jamannya tentu mendatangkan tidak hanya manfaat namun juga muslihat. Kendaraan kata-kata demi tercapainya ketinggian mutu karya sastra puisi selalu diusahakan semakin maksimal, karena seni memang mengejar kepuasan dengan bermodalkan ketidakpuasan. Sebab ketika penyair, penulis puisi merasa sudah cukup puas, maka kata-kata akan berhenti dan menuju kejumpuannya, kejenuhannya yang tak lagi memurnikan sikap dini dalam menyikapi persoalan manusia yang justru tak ada habisnya. Nasib seni sastra puisi bisa menjadi lemah dan bersiap-siap hanya ditulis oleh dinding-dinding gua, seni puisi mati dan tamat.

Kata-kata terkadang datang bagai badai masuk menyelimuti kepala manusia jika yang ia tawarkan adalah kesesatan, prinsip hidup yang bimbang, kenyataan yang tak mampu ditafsir lewat jiwa apalagi akal manusia yang nyata-nyatanya terbatas. Hadirnya terjemahan-terjemahan dalam menyingkapi keadaan/peristiwa besar bahkan menjadi sejarah sebagai catatan ikhtibar. Dalam puisi sebagai salah satu cabang seni terasa sekali kemajemukan itu dapat terjadi. Riwayat yang terwarta bahkan dalam dunia imajinasi dapat ditoreh penulis puisi lewat kata-katanya dengan membingkiskan kata sebaik-baiknya, seindah-indahnya. Sikap dan sifat manusia pada dasarnya mencintai keindahan, sebab sebagai hasil ciptaan Tuhan yang mahasempurna lagi mahamengetahui faedah adanya jagat raya, seni dan etika , seni dan moralitas, seni dan agama, seni dan kebudayaan pada ajjalinya menjadi rapal hafalan bahwa manusia itu pencinta keindahan, tercipta indah dan menjadi rahmatan lil’alamin justru ketika bahasa (kata-kata) yang ia toreh lewat karya puisinya menjurus ke ranah ini, ranah indah yang memanusiakan manusia sepantasnya.

Semoga. Salam sastra dan budaya, tetap eling dan jangan bangga dengan sikap edan.

*) Muhammad Rain adalah seorang penulis, pemerhati puisi, pencinta manusia dan banyak menulis hal-hal sederhana di dunia maya (Facebook dan Blog juga Web Sastra).

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati