Senin, 30 Mei 2011

Zadig, suratan takdir Voltaire (1694-1778) menjajal Leibniz (1646–1716)

Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/2011/05/zadig-scripture-destiny-of-voltaire-1694-1778-tested-the-leibniz-1646-1716/

Pengarang ini mungkin awalkali pembentuk alam cerita di kepalaku. Sastrawan produktif berkualitas filosof atas pilihan kata tepat di antara rerongga ruang-waktu takdir telah ditentukan, dalam setiap karyanya.

Tulisan ini, bentuk kegembiraan setelah berpisah sepuluh tahun lebih dengan bukunya “Zadig ou la Destinée.” Diterjemahkan dipengantari Ida Sundari Husen, terbitan Pustaka Jaya, cetakan pertama 1989 bertitel “Suratan Takdir.”

Mulanya kuperoleh di toko buku loakan di Taman Ismail Marzuki (TIM), tetapi lenyap saat ngontrak di daerah Gedong Kuning Jogjakarta 2001. Kini kubaca ulang, selepas mendapatkan dari kritikus Maman S. Mahayana. Di sini kuucapkan terimakasih, pula pada buku-buku Voltaire yang lain atasnya.

Nama aslinya François-Marie Arouet. Adalah dunia bawah sadar, di tengah pula di atas, ia bangun hikayat Zadig berkesungguhan filsuf, tak lupa menghibur jejiwa haus hikmah. Telusurannya menembusi segala sekat hampir menaburkan seluruh ladang penalaran pembaca, tanpa menunjukkan sikap menggurui, kecuali mengolok-olok pribadi timpang dalam hayat.

Bangunan tokoh Zadig menempatkan pemikir asal Prancis itu sampai akhir jaman, dongengan dibalut atmosfir meyakinkan, antropologi, sosiologi, sejarah pun hayalan melambung perasaan. Selidiknya tak kurang sastrawan mempuni, unggul serayuan hisap seluruh sendi hayati, dijadikan bulir-bulir bermakna mahkota ilmu, demi sosok para pencari tak kenyang satu pengertian.

Sederhana bertutur kalimah, arif menyelesaikan soal, bentuk tidak terkira atas jangkauan harap ke masa depan kemanusiaan. Adanya pendapat dialah bara api dalam sekam revolusi Prancis, yang terus ditulis para sejarawan. Diselidiki puncak kemerdekaan berfikir, tak memihak kecuali untuk nasib baik umat seluruh jagad, serangga kecil (manusia) di antara trilyunan benda angkasa, hitungan sistematis kebenarannya.

Ia menaik-turunkan drajad nalarnya se-tukang kayu membuat kursi-meja, sengajakan ciptaannya mendiami ruang berdimensi kelayakan kajian wewaktu setelahnya. Karya-karyanya kekayaan terselimuti uap kesahajaan cerdas, kecerdikan muslihat mengolah cerita jadi mutiara tak habis dipunggah, terus menjelma patokan nasib para peneguknya.

Aku ingat betul saat jumpa bukunya, kubaca sangat girang di TIM sambil membawa nasib berkelana, dan terasa sontak melihatnya kedua. Tak lebih ingin mereguk ulang sampai hafal di luar kepala, demi perjelas sketsa pernah tegas, namun pudar diterpa terik bacaan. Ya siapa tahu jejakan nanti menembusi kabul pelbagai bidang terlayari sampan fikir pelita hati, di tengah malam atas ombak setiai kodratnya menari-nari pada muka angkasa.

Kepadanya kupanggil bapak, novelis filsuf Jostein Gaarder dapatlah kusapa paman, aku di sisi mereka jauh, dekat gunung Krakatau kini, saksikan jutaan tahun gelombang pemikiran bermain, dipermainkan tekanan angin, hawa musim tarikan jaman. Sebutir pasir tak berarti antara jemari raksasa sejarah; keganasan perang, musik halus kasih sayang, kebencian, rindu dendam, senyuman sinis ataukah menawan, aku di antara mereka.

Kisah Zadig dipahat bergurat-gemurai mengagumkan, setiap sudut memantulkan hikmah tersendiri. Cemooh cermin konyol membuka kelambu kemungkinan, sepanjang pembaca miliki daya duga keliaran merambahi daratan wangi, di sekitar nasib ditata purna, sejenis kitab panduan dalam menyikapi carut marut kehidupan.

Sosok-sosok wagu ditimpakan nasib mujur malang melintang bertimbangan sejumlah ilmu pengetahuan. Hukum-hukum dibentur lawan demi kemauan meloloskan gagasan gemilang, uap hasil suling dari macam-macam air perikehidupan;

Bau hianat, kelicikan, ditelanjangi demi keseimbangan logis, atur cerita dipertanggungjawabkan di meja penelitian. Benang jahit paduan-padan runtutan peristiwa, memperkuat bentuk diingini, mendapati perolehan lebih; kamus besar peradaban insan.

Kausalitas naik-turun ditimbang berat-ringan kasus diketengahkan, menyuguhkan masakan lezat, harum kembang terkenang di sudut terpencil kesunyian fikir. Kilau kebeningan kalbu menterjemah cecabang menggayuh gelombang bayu tarikan nafas. Dan para pemeriksa menemukan kemewahan selalu memantulkan kesadaran setubuh takdir mewaktu, meruang mekarkan abadi.

Walau novelnya terbentuk potongan kekisah pendek berbingkai judul perkuat isi dikandung, tiada satu kalimah tidak berjalin antara jalan-jalan dilalui. Semua mengerucut bebayang watak, karakter dihasrati pencerita. Tiada sosok kemayu berindah-indah kecuali pamrih patuhi sketsa dicanangkan, demi perekat keilmuan menempeli setiap tokoh dilakonkan.

Voltaire di jarak ditentukan, ibarat dalang kadang lebur sepermainan jemari, menunjuk ketajaman penanya pantas mendiami abad-abad di depan. Beginilah ruang-waktu dipelajari, peristiwa dimengerti sepundi-pundi kesentausaan umat mau menggali tanah usia, juga setiap misteri menunggui. Umpama punggung tak terjangkau mata, keberadaannya menutupi kekurangan yang ada.

Kepenuhan membuka kelambu kemungkinan melagukan keselarasan irama; hidup patut difikir ulang, seturun menemui kodrat semestinya. Gesekan masa mematangkan aura menafaskan kata menjelma laguan merdu nyawa di atas kemakmuran hikmah.

Jika kulukiskan, perjalanan Zadig mengalami kemalangan-kemalangan terpelajar, kesenangan-kesenangan hidup mendidik. Inilah kumandang merdu hayati di batok kepala, mengisi kalbu usaha musik diri, dengan alam seperistiwa makna puitika.

Ia pun suguhkan alur di balik pandang, berangkat ketabahan menguliti perjalanan Zadig. Kesabaran dituntun berjumpa pendeta, yang hampir menyamai pelajaran Nabi Musa di hadapan Khidir. Keserampangan itu kekonyolan sikap sepintas tak terdukung kebijakan, diperlihatkan sang guru, selalu diperdebatkan dalam perjalanan mencari kaweruh agung.

Kedetailan tanda, wewarna kilatan sepintas tetapi tegas, menentukan esok jawaban purna, serupa tersingkapnya alam mulia sebelum dapati temuan-temuan dilakoni. Ini hadirkan corak bahwa ilmu pengetahuan sebatas pandang dan selidikan jauh kembangkan reribuan rahmat. Selaksa taburkan benih di ladang pengalaman berarti, hukum pasti yang sudah ditamankan Tuhan di bumi pekerti.

Yang mengejutkan, Voltaire menyebut asal rempah-rempah, bebumbu mahal dari dataran Tidore dan Ternate, daerah negeri kita Indonesia. Tak diragukan betapa luas wawasannya, pengendapan sejarah bentukan dongeng, tampak sekilas namun cerdas, berkehendak meraup seluruh isi dunia lewat sekali tarikan novelnya;

tak terbantah, hampir sejauh karyanya bersimpan sumber mata air seirama gerak jaman demi kemajuan. Di sini keunggulan sastrawan selalu membuka lelembaran sejarah, wewatak manusianya tanpa memberi kecondongan kecuali berhak disandarkan ke alamnya; pengertian melimpah, tanpa ditutupi kepicikan faham yang dipastikan blunder kebingungan.

Sang pencerita mengemban ketahanan mumpuni, keuletan dipadukan getah minyak memancar ke segenap penjuru malam gulita cemerlang, walau tanpa dinyalakan. Keberadaannya teduhkan fikir, tentramkan bathin, barangsiapa meneguk peroleh kehangatan purna, dan senantiasa diserang haus, sebab manisnya gugusan persembahan nan sederhana.

Suatukali pujangga Jerman Johann Wolfgang von Goethe berpendapat; “Dengan Voltaire terlihat dunia yang berakhir, dengan Rousseau dunia yang baru mulai.”

Ini terpantul kidungan kekaryaan menempuh jurang pesimis, persis lakon hidupnya banyak mengalami kemalangan, kegagalan tak henti, meski ditopang kemampuan intelektual. Zadig mewakili nasib pahit disamping kekokohan tajamkan pena, demi martabat ilmu di atas darah bangsawan. Dendamnya bertuah menancap kuat keyakinan, berujung runcing pena menggetarkan dinding-dinding salju Eropa.

Aku kira sulit dicari tandingan, sepak terjangnya mengancam menara-menara penguasa, kepandaian martabat budhi oleh pekerti kedekatan semua kawan. Juga menjadikan para pencemburu hadir membuatnya dijebloskan ke penjara, dibuang ke Inggris dan nasib buruk bertubi-tubi mendera mematangkannya. Demikian mental tangguh, selayar pancang tulisan mampu dikagumi semua jaman, di segala lapisan.

Ketika memasukinya dalam, aku mulai meragukan batas optimis atas seluruh kemampuan dikeluarkan, batasan pesimis oleh segala nikmat tercecap. Atau apa semestinya? Ketika kesengsaraan mendatangkan senang bertabah, sebaliknya kelezatan menggiring terlena?

Kiranya kesadaran baling-baling fikiran, keinsyafan permainan bumi dicetuskan Tuhan telah Voltaire pegang. Pengamat melihat gemawan kadang ragu bergelayut hendak hujan, tapi penggalian terdalam, tiada kemurungan bayang. Semua terpastikan gerak menentukan takdir lain; yang tertulis, begitu terlaksanakan, di langit tertinggi sekalipun demikian.

Itulah jumlah alur penalarannya, kala menakar daya kemampuaan berhadapan filsafat optimis Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716), dongengan Zadig dibangun memanfaatkan tarian kisah menentukan. Seminimal mengadu kekuatan, sebelum benar-benar bertarung faham tak disukai, olok-olok semacam cara canda mematikan kaum pemikir;

menganggap enteng hal berat itu ringan, entah melalu pengulangan kalimah membentuk pengertian lain. Atau ditaruh di tempat-tempat tak semestinya berakibat jomplang, hingga tertolak gagasan musuh-musuhnya di depan khayalak.

Jiwa pengelanaannya tak luput ke Jerman, sebelum singgah di Jenewa mematangkan gagasan, dikala bertumbuk langsung bermusuhan dalam perang filosofis atas Rousseau, berpolemik melalu surat, serta karya tulis diterbitkan. Seperti mendapati lapangan sejuk, berderap kuda hasrat beringas, sisi berbeda sewaktu dahulu di samping kekasihnya, Madame du Châtelet.

Ataukah satu-satunya ambisi meneruskan pengarang Racine, terkenal hanya mengandalkan pena berbakat menulis. Ia telah buktikan, sudah melampaui orang-orang sejaman lebih, pun dunia tak segan memberi titel; abad XVIII Prancis bersebutlah abadnya Voltaire.

Sebagai penutup, aku membayangkan ramainya perkampungan yang dibabat alas semangatnya, mungkin masih bernama Ferney-Voltaire.

Bandar Lampung – Lamongan, Februari – Maret 2011.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati