S.W. Teofani
http://sastra-indonesia.com/
Cahaya kembali pada cahaya. Cahaya berkumpul bersama cahaya. Hanya cahaya yang tahu cahaya.
Aku pahat huruf-huruf itu di diding kastil. Saat lelah menerobos pualam. Mencari celah menembus kegelapan. Bilah huruf itu menjelma kekuatan. Aku terhenti mengenang. Muasal diri bukan cahaya. Tapi ada cahaya pada diri. Kepada cahaya seharusnya diri berpulang. Dengan cahaya diri berjalan. Selain cahaya, pada diri adalah kegelapan-kegelapan yang harus dimusnahkan. Selain cahaya, pada diri adalah bagian-bagian yang harus dihancurkan. Maka diri menjadi pertarungan kegelapan dan benderang.
Peluh bercucuran. Darah berceceran. Sekeliling hilang. Aku tak tahu di mana gelap, di mana terang. Diam, lelah setelah pertarungan. Hingga lesap seluruh kesadaran. Pekat setiap penglihatan. Bergeming pada bisu paling muram.
Pelan…pelan terpejam. Pelan…pelan…teredam.
Setelahnya hilang, pada kehampaan paling lenyap.
Perlahan hadir terang. Datang begitu benderang. Menyilaukan. Mencemaskan. Tak selamanya manusia siap dengan cahaya. Tak selamanya Bani Adam bisa tanpa cahaya. Kutata hati, kuhela jiwa, hingga semua siap menyesap, tersesap, dan mengasap bersama cahaya.
Aku terlahir bersama cahaya, cahaya kasih, cahaya cinta, cahaya ilahiat yang memesona. Lalu aku bertumbuh, satu-satu cahaya itu padam, tepatnya kupadamkan. Kupungut kegelapan-kegelapan sepanjang perjalanan. Karena kulupa akan pulang. Dan tak tahu di mana jalan pulang.
Kulihat beberapa orang menbawa cahaya. Dalam redup dan nyala. Mereka merayap, terjerembab, tersaruk, terpental. Beberapa sampai tujuan dengan sinar semakin terang. Yang lain tanggal sebelum pelabuhan. Demikian yang kubaca pada kitab purba.
Ini waktuku menyisir kegelapan, karena nyala tinggal serpihan, cahaya telah muram. Meski sejumput, tetap kujaga. Berharap kembali benderang, menjelma nyala yang menuntunku pulang. Sekelilingku temaram. Tak jelas mana buram dan hitam. Putih pun berubah suram. Yang suram menghitam. Di sana tersembunyi setiap noda. Tertutup helai-helai dosa. Tak ada lagi pembeda mana warna mana rupa. Semua terperangkap dalam kesempurnaan pekat.
Nyala yang seberkas kuretas di ruas yang hanya seutas. Utas yang begitu keras tapi getas. Aku takut ia patah, kemana nyala itu kutatah? Kucari celah untuk mendedah tabir yang menyimpan gigir terang. Kulecut jiwa agar kukuh mendepa. Meniti jalan-jalan yang belum pernah kurentang. Mengungkai kelam-kelam yang menyembunyikan sinar. Hingga wujudku tak lagi berupa. Aku melupa semua yang bisa kuraba. Tinggal rasa-rasa tanpa bentuk nyata.
Kutemukan berkas lain. Meski samar, aku tahu, itu nyala tertutup mega. Terhalang dukana kabut senja. Dia mendekat. Aku merapat. Saling menggapai, serupa jiwa terluka rindu menyapa. Lalu kami bertukar kata.
“Nyalaku hampir padam, mungkinkan hadir lagi pijar?”
“Sinarku pun redup. Tapi, sebelumnya aku sesuatu yang tiada, lalu mengada dengan cahaya sempurna, itu pertanda kita bisa kembali menyala.”
“Kau yakin?”
“Jangan turuti keraguanmu, karena keraguan regu-regu kegelapan. Sedang keyakinan empu setiap benderang. Buang jauh-jauh mamang itu. Biarkan cahaya leluasa menghampirimu.
“Mengapa kau bersusah payah meyakinkanku. Bukankan jika kau biarkan aku meragu, tiada kerugian bagimu.”
“Kau pungut satu kegelapan lagi. Memindai kebaikan untuk sang lain, meski hanya seutas kata, membuat jiwa kita menyala. Membiarkan keburukan, meski bukan kita pelakunya, sama saja memadamkan cahaya. Akankah kita terang seorang? Sementara sekeliling gulita.
“Apa yang kau bicarakan? Mengapa kau begitu pemurah?
“Adakah cahaya hadir untuk meminta, cahaya mengada untuk memberi nyala.”
Aku diam, menekur kata-katamu, tapi kulihat nyalamu semakin nyata, aku mendambanya.
“Mengapa cahayamu kini nyata?”
“Karena ada kau tempatku menyatakannya. Cahaya butuh kegelapan untuk mengada. Atau laman-laman yang tak seterang dirinya.”
“Adakah yang lebih terang darimu?”
“Ha….ha..ha.., aku hanya temaram, bukan terang, masih ada cahaya di atas cahaya. Jika ada benderang, aku menjadi laman yang menyatakan hadirnya.”
“Adakah musabab lainnya?”
“Karena aku lepaskan cahayaku untukmu. Semakin kita lepas, cahaya semakin menyala. Lepaskan cahaya-cahaya yang ada padamu. Jangan kau tahan, agar nyalamu nyata.”
“Bagaimana?
“Urai seluruh berkas, ia akan menabur bias.”
“Aku tak bisa”
“Ketika kau berkata bisa, itulah berkas cahaya. Minimal untuk dirimu. Maka jiwamu akan menyala, kau ragu?”
Aku mengangguk di antara yakin dan tak mungkin.
“Kini kau tahu apa yang membuat cahaya menyala?”
“Ya..kau menabur kebaikan-kebaikan.”
“Yang kulakukan belum seberapa, tapi nyala itu telah nyata. Kau tahu sesuatu?”
“Maksudmu?”
“Jika kukatakan ini dengan bangga, nyala itu kembali tiada. Aku-kita-mengatakannya untuk menelisiknya. Kuberharap kau mendapatkan nyala yang kau damba.”
“Aku bersungguh mendapatkannya. Bersediakah kau membantuku?”
“Aku pun sedang menyalakan sinarku. Kita bisa saling jaga, tak akan berkurang nyalaku saat aku membantumu, justru semakin saja. Sebaliknya, kau tak akan kehilangan nyala karena membantuku atau yang lain, nyala itu akan nyata sempurna.”
Aku terdiam. Kulihat sebentuk celah, kau memberi isyarat. Lalu kita menjadi siluet, menembus kegelapan, memilih celah yang kita nantikan.
Ternyata di luar masih temaram, cahaya seperti menghilang. Hadir keriap kecemasan. Kau menenangkan.
“Kenapa cahaya sekeliling tiada sempurna?”
“Karena kau tak yakin dengan cahayamu. Kau berharap cahaya di luar dirimu.”
“Benarkah…”
Aku menekur kata-katanya. Lama, tapi keraguan itu masih ada.
“Ketika kau mempertanyakan yang tak ada, kegelisahan-kegelisahanmu menjelma tembok raksasa yang menghalangi cahaya.”
“Iya,” aku menjawab dengan kata sepatah saja.
Aku ngungun pada setiap rasa. Aku semakin rindu pada cahaya, cahaya diri yang pernah ada. Aku begitu merindukannya.
“Dimana ia, mengapa begitu lama tiada menyala?”
“Ketika kau kehilangnya cahaya, itulah saat hadirnya.
Aku merasa ada berkas menyala, begitu perlahan. Dalam diam, hatiku mengeja; Rabby..Engkau cahaya hati dan bumi, cahaya jiwa dan semesta, darimu dan kepadamu seluruh cahaya yang ada. Berkahi hidupku dengan cahaya.”
Aku membuka mata, kau masih di tempat semula. Kini kudapati bayang-bayangku pada dirimu.
Kau seperti ada untuk menjagaku, sampai bagian-bagian yang hilang pun kau kembalikan. Cahaya adalah bagian hidupku yang hilang, kau bantu aku memungutnya satu-satu. Kau tersenyum padaku, aku mengangguk pada ketenangan penuh. Lalu kita meninggalkan kegelapan demi kegelapan.
Menjumput nyala yang tersisa, menjadikannya benderang bagi semesta.
Kini kurasai hadirmu. Bukan kehadiran biasa. Tak kudapati wangi bunga, karena wewangi membuat kita lupa pada ketinggian cita. Rekahnya memanjakan mata hingga lalai pada apa-apa yang ada di balik wujudnya. Lalai itu yang memadamkan cahaya demi cahaya.
Kita beriring menyisir tebing. Tiada indah taman, tak juga ria kekupu. Yang ada hening telaga dan seluruh ketenangannya. Tak kulihat pelangi waktu, selain berkas-berkas cahaya yang enggan membentuk aurora.
Tak kutemui pelangi biru muda merah jambu. Keindahan pelangi membuat kita lupa pada asalnya: cahaya. Tanpa cahaya tak ada pembiasan pelangi, tak terlihat bunga-bunga yang mewangi.
Di sisimu aku menghela: Tak ada yang lebih indah dari pertemuan dua cahaya. Tiada bara pada sinarnya, tiada beku pada diamnya. Lalu kita melesap menuju Mahacahaya, yang bertengger pada arasy tertinggi. Kami mendengar bait-bait yang disenandungkan secara takzim. Serupa gema sayap pasukan burung-burung terbang membumbung. Tak kutengok lagi bentala yang jauh. Lesap pada cakrawala yang tak pernah kudepa.
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nur: 35)
S.W. Teofani. Banyak menulis cerpen, telah menyelesaikan Novel Shih-lifo-shih
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 31 Mei 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar