Selasa, 31 Mei 2011

Pernikahan Cahaya

S.W. Teofani
http://sastra-indonesia.com/

Cahaya kembali pada cahaya. Cahaya berkumpul bersama cahaya. Hanya cahaya yang tahu cahaya.

Aku pahat huruf-huruf itu di diding kastil. Saat lelah menerobos pualam. Mencari celah menembus kegelapan. Bilah huruf itu menjelma kekuatan. Aku terhenti mengenang. Muasal diri bukan cahaya. Tapi ada cahaya pada diri. Kepada cahaya seharusnya diri berpulang. Dengan cahaya diri berjalan. Selain cahaya, pada diri adalah kegelapan-kegelapan yang harus dimusnahkan. Selain cahaya, pada diri adalah bagian-bagian yang harus dihancurkan. Maka diri menjadi pertarungan kegelapan dan benderang.

Peluh bercucuran. Darah berceceran. Sekeliling hilang. Aku tak tahu di mana gelap, di mana terang. Diam, lelah setelah pertarungan. Hingga lesap seluruh kesadaran. Pekat setiap penglihatan. Bergeming pada bisu paling muram.

Pelan…pelan terpejam. Pelan…pelan…teredam.
Setelahnya hilang, pada kehampaan paling lenyap.

Perlahan hadir terang. Datang begitu benderang. Menyilaukan. Mencemaskan. Tak selamanya manusia siap dengan cahaya. Tak selamanya Bani Adam bisa tanpa cahaya. Kutata hati, kuhela jiwa, hingga semua siap menyesap, tersesap, dan mengasap bersama cahaya.

Aku terlahir bersama cahaya, cahaya kasih, cahaya cinta, cahaya ilahiat yang memesona. Lalu aku bertumbuh, satu-satu cahaya itu padam, tepatnya kupadamkan. Kupungut kegelapan-kegelapan sepanjang perjalanan. Karena kulupa akan pulang. Dan tak tahu di mana jalan pulang.

Kulihat beberapa orang menbawa cahaya. Dalam redup dan nyala. Mereka merayap, terjerembab, tersaruk, terpental. Beberapa sampai tujuan dengan sinar semakin terang. Yang lain tanggal sebelum pelabuhan. Demikian yang kubaca pada kitab purba.

Ini waktuku menyisir kegelapan, karena nyala tinggal serpihan, cahaya telah muram. Meski sejumput, tetap kujaga. Berharap kembali benderang, menjelma nyala yang menuntunku pulang. Sekelilingku temaram. Tak jelas mana buram dan hitam. Putih pun berubah suram. Yang suram menghitam. Di sana tersembunyi setiap noda. Tertutup helai-helai dosa. Tak ada lagi pembeda mana warna mana rupa. Semua terperangkap dalam kesempurnaan pekat.

Nyala yang seberkas kuretas di ruas yang hanya seutas. Utas yang begitu keras tapi getas. Aku takut ia patah, kemana nyala itu kutatah? Kucari celah untuk mendedah tabir yang menyimpan gigir terang. Kulecut jiwa agar kukuh mendepa. Meniti jalan-jalan yang belum pernah kurentang. Mengungkai kelam-kelam yang menyembunyikan sinar. Hingga wujudku tak lagi berupa. Aku melupa semua yang bisa kuraba. Tinggal rasa-rasa tanpa bentuk nyata.

Kutemukan berkas lain. Meski samar, aku tahu, itu nyala tertutup mega. Terhalang dukana kabut senja. Dia mendekat. Aku merapat. Saling menggapai, serupa jiwa terluka rindu menyapa. Lalu kami bertukar kata.

“Nyalaku hampir padam, mungkinkan hadir lagi pijar?”

“Sinarku pun redup. Tapi, sebelumnya aku sesuatu yang tiada, lalu mengada dengan cahaya sempurna, itu pertanda kita bisa kembali menyala.”

“Kau yakin?”

“Jangan turuti keraguanmu, karena keraguan regu-regu kegelapan. Sedang keyakinan empu setiap benderang. Buang jauh-jauh mamang itu. Biarkan cahaya leluasa menghampirimu.

“Mengapa kau bersusah payah meyakinkanku. Bukankan jika kau biarkan aku meragu, tiada kerugian bagimu.”

“Kau pungut satu kegelapan lagi. Memindai kebaikan untuk sang lain, meski hanya seutas kata, membuat jiwa kita menyala. Membiarkan keburukan, meski bukan kita pelakunya, sama saja memadamkan cahaya. Akankah kita terang seorang? Sementara sekeliling gulita.

“Apa yang kau bicarakan? Mengapa kau begitu pemurah?

“Adakah cahaya hadir untuk meminta, cahaya mengada untuk memberi nyala.”

Aku diam, menekur kata-katamu, tapi kulihat nyalamu semakin nyata, aku mendambanya.

“Mengapa cahayamu kini nyata?”

“Karena ada kau tempatku menyatakannya. Cahaya butuh kegelapan untuk mengada. Atau laman-laman yang tak seterang dirinya.”

“Adakah yang lebih terang darimu?”

“Ha….ha..ha.., aku hanya temaram, bukan terang, masih ada cahaya di atas cahaya. Jika ada benderang, aku menjadi laman yang menyatakan hadirnya.”

“Adakah musabab lainnya?”

“Karena aku lepaskan cahayaku untukmu. Semakin kita lepas, cahaya semakin menyala. Lepaskan cahaya-cahaya yang ada padamu. Jangan kau tahan, agar nyalamu nyata.”

“Bagaimana?

“Urai seluruh berkas, ia akan menabur bias.”

“Aku tak bisa”

“Ketika kau berkata bisa, itulah berkas cahaya. Minimal untuk dirimu. Maka jiwamu akan menyala, kau ragu?”

Aku mengangguk di antara yakin dan tak mungkin.

“Kini kau tahu apa yang membuat cahaya menyala?”

“Ya..kau menabur kebaikan-kebaikan.”

“Yang kulakukan belum seberapa, tapi nyala itu telah nyata. Kau tahu sesuatu?”

“Maksudmu?”

“Jika kukatakan ini dengan bangga, nyala itu kembali tiada. Aku-kita-mengatakannya untuk menelisiknya. Kuberharap kau mendapatkan nyala yang kau damba.”

“Aku bersungguh mendapatkannya. Bersediakah kau membantuku?”

“Aku pun sedang menyalakan sinarku. Kita bisa saling jaga, tak akan berkurang nyalaku saat aku membantumu, justru semakin saja. Sebaliknya, kau tak akan kehilangan nyala karena membantuku atau yang lain, nyala itu akan nyata sempurna.”

Aku terdiam. Kulihat sebentuk celah, kau memberi isyarat. Lalu kita menjadi siluet, menembus kegelapan, memilih celah yang kita nantikan.

Ternyata di luar masih temaram, cahaya seperti menghilang. Hadir keriap kecemasan. Kau menenangkan.

“Kenapa cahaya sekeliling tiada sempurna?”

“Karena kau tak yakin dengan cahayamu. Kau berharap cahaya di luar dirimu.”

“Benarkah…”

Aku menekur kata-katanya. Lama, tapi keraguan itu masih ada.

“Ketika kau mempertanyakan yang tak ada, kegelisahan-kegelisahanmu menjelma tembok raksasa yang menghalangi cahaya.”

“Iya,” aku menjawab dengan kata sepatah saja.

Aku ngungun pada setiap rasa. Aku semakin rindu pada cahaya, cahaya diri yang pernah ada. Aku begitu merindukannya.

“Dimana ia, mengapa begitu lama tiada menyala?”

“Ketika kau kehilangnya cahaya, itulah saat hadirnya.

Aku merasa ada berkas menyala, begitu perlahan. Dalam diam, hatiku mengeja; Rabby..Engkau cahaya hati dan bumi, cahaya jiwa dan semesta, darimu dan kepadamu seluruh cahaya yang ada. Berkahi hidupku dengan cahaya.”

Aku membuka mata, kau masih di tempat semula. Kini kudapati bayang-bayangku pada dirimu.

Kau seperti ada untuk menjagaku, sampai bagian-bagian yang hilang pun kau kembalikan. Cahaya adalah bagian hidupku yang hilang, kau bantu aku memungutnya satu-satu. Kau tersenyum padaku, aku mengangguk pada ketenangan penuh. Lalu kita meninggalkan kegelapan demi kegelapan.

Menjumput nyala yang tersisa, menjadikannya benderang bagi semesta.

Kini kurasai hadirmu. Bukan kehadiran biasa. Tak kudapati wangi bunga, karena wewangi membuat kita lupa pada ketinggian cita. Rekahnya memanjakan mata hingga lalai pada apa-apa yang ada di balik wujudnya. Lalai itu yang memadamkan cahaya demi cahaya.

Kita beriring menyisir tebing. Tiada indah taman, tak juga ria kekupu. Yang ada hening telaga dan seluruh ketenangannya. Tak kulihat pelangi waktu, selain berkas-berkas cahaya yang enggan membentuk aurora.

Tak kutemui pelangi biru muda merah jambu. Keindahan pelangi membuat kita lupa pada asalnya: cahaya. Tanpa cahaya tak ada pembiasan pelangi, tak terlihat bunga-bunga yang mewangi.

Di sisimu aku menghela: Tak ada yang lebih indah dari pertemuan dua cahaya. Tiada bara pada sinarnya, tiada beku pada diamnya. Lalu kita melesap menuju Mahacahaya, yang bertengger pada arasy tertinggi. Kami mendengar bait-bait yang disenandungkan secara takzim. Serupa gema sayap pasukan burung-burung terbang membumbung. Tak kutengok lagi bentala yang jauh. Lesap pada cakrawala yang tak pernah kudepa.

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nur: 35)

S.W. Teofani. Banyak menulis cerpen, telah menyelesaikan Novel Shih-lifo-shih

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati