Senin, 30 Mei 2011

MEMBACA DUNIA NUREL *

Marhalim Zaini **
http://sastra-indonesia.com/

“Ada logika-logika aneh dan asing, ada sentakan pemberontakan yang ajaib, ada teriakan-teriakan keras dan dalam, ada hasrat untuk membangun dunia sendiri. Ada lompatan-lompatan makna dalam bahasa yang berguling-guling, ada jerit dari jerih kata yang diperas berulang-ulang, ada laut yang saling berbalik arah debur ombaknya.”

Demikian komentar saya via sms, beberapa waktu lalu saat menerima dan membaca sejumlah buku (berukuran) mungil yang dikirim oleh Nurel Javissyarqi. Buku-buku yang hemat saya lahir dari kegelisahan spiritualitas khas para pejalan sunyi, yang bergumam, berbisik atau terkadang menjerit dalam lengking panjang tak berujung. Ada dalam bentuk surat-surat, aforisma, syair, puisi, kisah, dan sejumlah bentuk yang tampaknya sedang membangun frasa nafasnya dalam lorong hidupnya sendiri. Dan saya kira, komentar saya di atas, juga kelak berlaku dalam pembacaan saya terhadap sebentuk buku lain yang juga ditulis oleh Nurel, berjudul Kajian Budaya Semi, ini.

Barangkali, di dunia hiruk, penuh lintasan peristiwa dan kolase waktu yang berselirat serupa jaman kini, tidak ada yang mustahil. Setiap yang lahir dari rahim pemikiran siapa pun akan selalu hadir sebagai segumpal wacana, dengan segala potensinya, berupaya keras untuk ikut bergabung dalam wilayah publik yang lebih luas, mencoba hidup berdampingan dengan sejumlah tubuh-tubuh wacana lain. Dalam konstelasi serupa itu, yang terjadi kemudian adalah kompetisi. Bukan sebuah kompetisi yang semata ditata oleh sebuah sistem produksi yang massif, akan tetapi juga dalam sebuah lingkungan terkecil, bahkan tersempit dari sisi yang paling tepi. Dan apakah sempat kita sadari bahwa rupanya masih demikian lengkap hidup kita ini dengan pernik-pernik kesadaran terkecil yang (mungkin) selama ini tidak tersentuh. Dan sosok Nurel (dalam sejumlah bukunya) adalah satu dari sekian pernik yang tidak tersentuh itu.

Sejak semula saya mengenal Nurel, saat saya masih di Yogyakarta dulu, saya selalu melihat ada jerih dari semangat yang sulit pecah saat terbanting. Berulang-ulang Nurel terhimpit dalam situasi payah, tidak membuatnya sayang pada segala benda dimilikinya untuk “dikorbankan” bagi penebus hasratnya menerbitkan sebuah buku dan menggiatkan sejumlah kegiatan sastra. Dan sampai kini, meski saling berjauhan, saya masih terus melihat Nurel “mengabdikan” dirinya dalam dunia tulis-menulis, justru dengan frekuensi lebih besar. Produktivitasnya tampak seperti sedang berlomba-lomba berkejaran dengan waktu. Meski awalnya saya katakan, bahwa Nurel tidak sedang ikut berkompetisi dalam sebuah sistem produksi massif, akan tetapi, kini tampak ia sedang bergerak menguji sejumlah kemungkinan untuk bisa menerobos sekat-sekat itu, dengan berkayuh di atas perahunya sendiri. Ini berat sekaligus ringan; Berat sebab sekat-sekat itu demikian kokoh dibangun oleh sejarah (tulis-menulis) yang permanen serta dihuni nama-nama besar. Dan ringan, karena ternyata Nurel memiliki jaringan komunitasnya sendiri, dengan tanpa mengikutsertakan beban historisnya.

Hal paling esensi yang dapat saya tangkap dari proses macam itu (terutama dalam diri Nurel) adalah sebuah hasrat untuk terus “memelihara” kejujuran, ketulusan, sekaligus “kebebasan” dalam berekspresi. Bahwa saat membaca “dunia Nurel” dalam (bisa dikatakan) seluruh karyanya, saya (atau kita) sebagai pembaca tidak akan bisa serta merta melepaskan diri dari konstruksi bahasa yang ditawarkan oleh Nurel. Tidak semata pada fiksi, namun juga non fiksi (seperti buku ini yang Nurel sebut sebagai semi ilmiah). Bahasa, tampaknya bagi Nurel, adalah media sangat kompromis dan demikian terbuka untuk diajak melakukan eksperimentasi, baik dalam wujudnya konvensional, maupun dalam hal membangun permaknaannya sendiri. Barangkali inilah yang saya lihat sebagai ada lompatan makna dalam bahasa yang berguling-guling. Maka, harus dimafhumi jika pembaca temukan sejumlah kata, frasa, bahkan kalimat yang terdengar aneh dan asing. Dari sini, justru dapat terlihat bahwa Nurel sedang membebaskan dirinya dari “beban” bahasa formal dan langsung melompat pada wilayah pemikiran-pemikiran yang tampak tidak terbendung untuk tumpah.

Selanjutnya, membaca pemikiran Nurel, benar-benar sedang terombang-ambing di atas laut yang berbalik arah debur ombaknya. Pada bagian pertama, Indonesia Merangkak Menuju Matahari, adalah awal dari proses panjang menelusuri teriakan-teriakan keras, sentakan pemberontakan (Nurel) yang ajaib. Ajaib dalam konteks ini adalah jelmaan-jelmaan pemikiran yang terkadang hadir membayang dan berseliweran. Ada emosi personal sedang bercakap-cakap dengan gelombang narasi besar peradaban dunia. Sebuah dunia yang kelak terpetak-petak dalam wilayah mata angin, terutama Barat dan Timur. Saya menangkap, bahwa Nurel sedang “berkubang” dengan sejumlah pertelingkahan dua arah mata angin itu sebagai sebuah sikap atau sebuah jawaban atas kecemasan-kecemasan kolektif yang dialami bangsa ini. Sisi spiritualitas kemudian dikedepankan sebagai wilayah masih perawan, yang masih menyimpan “rumah alternatif” bagi kembalinya segala persoalan.

Apa yang kemudian Nurel sebut sebagai “Kekuasaan Dan Kemenyan” di sub bab pertama, adalah simbolisasi diri dan refleksi atas kegemaran sebuah bangsa pada korupsi. Korupsi yang menjadi salah satu penyebab timpangnya realitas sosial kita, seolah telah mentradisi dan sekaligus menjadi representasi dari rentannya sistem birokrasi spiritual kita. Saya membaca kata-kata; pengangguran, peperangan, kegagalan, pembangunan, penjarahan dan tragedi pada sub pembahasan berikutnya, ialah buah upaya membeberkan problema yang kian membuat sebuah bangsa berhadapan dengan dirinya sendiri sebagai pribadi tanggung, penuh paradoks.

Sementara pada bagian ke dua, secara lebih mengkerucut, Nurel tampak sedang menelisik persoalan pada wilayah vertikal, wilayah transedensi, wilayah segala sesuatunya menemukan keberadaan diri yang sesungguhnya. Latar belakang Nurel sebagai seorang yang sempat dan selalu menyinggahi dunia pesantren, telah membawa kajiannya pada celah-celah cahaya bagi kegelapan sebuah dunia, dalam sebuah lingkaran bernama agama. Wacana tuhan berkembang dalam segala seluk-beluk pemikiran, menyinggung sisi kemanusiaan kita sebagai yang dilahirkan dalam sebuah lingkungan kebudayaan yang tak tunggal. Ada perbenturan, pergesekan yang bermuara pada pernyataan-pernyataan tentang paradigma “kebenaran.” Tokoh-tokoh seperti Nietzsche pun (yang mencuat dengan Kematian Tuhannya) kemudian acapkali menjadi sesosok “hantu” yang mengganggu.

Jika berpatokan pada judul buku ini (Kajian Budaya Semi,) maka inti dari perbincangannya tampak lebih fokus di bagian ketiga. Kebudayaan sebagai sosok intim dengan manusia terlihat sedang “bermesraan” dalam sebuah kesadaran individu si penulis. Meski pada pembahasan berikutnya, kebudayaan seolah sedang berselingkuh dengan perubahan-perubahan yang datang menggoda, lewat pakaiannya yang molek. Lalu peradaban bagi puncak sebuah kebudayaan dipertanyakan. Dicubit sensitivitasnya. Sekaligus diperbantahkan segala infra-strukturnya. Meski hemat saya (sebab kena virus, kelanjutan tulisan ini via sms); Hemat saya, hrs dicari korelasi yg cukup tegas jika kmdian (pada sub briktnya) wilayahnya meluas smpai pd soal kajian bhsa si penulis sndiri. Dan dicari konteks yg lbh tepat, tentu dalam kapasitas sbuah tema pmbhasan yg lbh spesifik.

(alinia baru). Saya kira, pd dua bab trakhr buku ini, Nurel justru sdg melmpat ke wilayah yg lain; Kecantikan & Mistis, Mahabbah, Syauq, Muwajjaha, yg lbh menunjam ke ruang2 personal kemanusiaan kita. Mgkn bagi Nurel, persoalan2 inilah yg ssngghnya (kembali ke via internet atau email); yang patut menjadi perhatian serius dalam rangka membangun sebuah peradaban. Apa yang tampak menjamur dalam banyak media dunia modern kita kini, adalah sebuah klise. Cinta hadir dalam tubuhnya yang compang-camping, dalam beragam pengertian, perlakuan terhadapnya. Terlepas bagaimana Nurel mengaitkan pembahasannya terhadap dunia kaum mistis, saya menangkap bahwa Nurel hendak mengarahkannya pada esensi. Pada sesuatu yang kini tampak tak tersentuh, terlupakan.

Dan inilah yang saya anggap sebagai hasrat untuk membangun dunianya sendiri. Lewat buku ini, kita sedang diajak mengembara ke dunia yang tumbuh diam-diam dalam ketidaksadaran kita. Sebuah dunia (yang mungkin) terasa chaos, tak terperhitungkan, tak terduga dan absurd. Kesadaran apapun yang kemudian tumbuh dari pembacaan itu, adalah hasil dari tangkapan pemahaman kita terhadap sebuah realitas. Jika kemudian ada kegamangan, ketidakteraturan, ketidakmenentuan, dan tumbuh sejumlah penyakit dalam diri kita, maka itulah virus. Virus yang sebenarnya telah tertanam jauh sebelum diri kita terlahir. Selamat masuk ke dunia Nurel.

**) Berkhidmat di Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) Pekan Baru.
*) Tulisan Marhalim Zaini di atas adalah lampiran di buku “Trilogi Kesadaran,” cetakan I, 2006, yang sebelumnya sebagai pengantar buku stensilan “Kajian Budaya Semi,” cetakan I, 2005, karya Nurel Javissyarqi, penerbit PuJa [PUstaka puJANgga].
Bacaan lain terkait: http://sastra-indonesia.com/2010/03/dunia-anomali-di-mata-mistikus/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati