Denny Mizhar
http://sastra-indonesia.com/
Jangan melawan kekuasaan, nanti akan tumbang. Berbaik-baiklah padanya. Kau akan selamat dalam bekerja. Terpenting bagi hidup adalah isi perut. Bukan idealisme. Sebab idealisme di tempat ini selalu masuk tong sampah. Menjadi tidak berguna. Karena rasa lapar masih ada. Jika kau masih takut lapar, ketika kesewenang-wenangan penguasa berbicara, cukup anggukkan kepala. Itu tandanya seiyasekata. Kau akan sejahtera. Penguasa di sini tidak akan mendengar apa yang menjadi harapan kita. Karena penguasa masih ingin perkasa. Seperti raksasa. Besar tubuhnya juga kuat ototnya. Tidak seperti kita. Badan kecil tak punya apa-apa. Hanya kata “iya”, tak ada yang lainnya. Sebagaimana diajarkan dalam buku politik tanpa etika. Keuntungan sebagai penguasa harus selalu ada, tentunya keuntungan materi. Bukan kita yang harus diuntungkan. Penguasa punya tangan yang dapat memilah. Siapa terpilah dan terpilih pasti kantongnya menebal dan selalu dipertimbangkan. Bahkan mereka tak mau bagi-bagi dengan kita yang beda jalan kerja. Karena kuntungannya untuk membeli wanita tanpa nikah. Juga membeli kolom media agar kebusukannya tak sampai pada kita. Kebanyakan orang di sana.
Kau belum tahu aturan main di sini? Oh, iya. Kau lama sekolah. Hingga tak tahu aturan yang ada. Baiknya kau ikuti saja. Jika tidak, nasibmu akan sia-sia. Kalau sudah sia-sia bagaimana nasib anak dan istrimu. Kau kan sudah punya berkeluarga. Maka, harus ta’at dan patuh pada penguasa. Kau harus membaca langkah-langkah penguasa agar dapat tanda jasa. Kau tak akan dipikirkan oleh penguasa tentang ilmu yang kau punya. Sebab penguasa takut dengan ilmu. Karena ilmu bisa menumbangkan mereka. Makanya di sini tak ada ilmu. Tetapi adanya harta. Mari ikut denganku dan tanggalkan ilmumu. Kita akan mencari harta-harta yang bersliweran di antara kita. Seakan-akan kita telah melaksanakan kerja padahal kita hanya angguk-anggukan kepala.
“Tidak bagiku, kau salah menilai aku. Aku bukan seperti yang kau bayangkan dengan orang kebanyakan yang ada di sini.”
Ha..ha..ha.. Mungkin saja itu pengaruh dari sekolahmu ke luar negeri tentang etika. Dan kau mendapat ilmu untuk mencari nafkah. Tak harus anggukkan kepala, kau bisa makan. Sedang kita di sini. Gaji masih rendah tak mungkin melawan. Sebab kita tak berdaya.
“Karena itu, maka kita harus melakukan perlawanan”
Ya, sudah. Aku tak akan ikut-ikut. Sejak kepergianmu, segalanya berubah. Juga nasibku. Ruang akpresiku ditiadakan. Karena ruang ekpresiku bagi kekuasaan mengganggu kestabilan tempat kerja. Maka kini aku hanya melayani penjual saja. Tidak seperti dulu harus duduk manis dan mencatat transaksi-transaksi penjualan. Perusahaan ini semakin besar. Semakin banyak pelanggan. Tapi kekuasaanya di sini tak biasa di ganggu gugat. Sebelum kau pergi sekolah ke luar negeri. Di tempat ini masih aman saja. Sebab kekuasaan baru di dapatkan oleh Bos kita. Penunjukan Bos kita yang baru, itupun rekomendasi dari Bos kita yang lama. Sebab Bos lama tak ingin kehilangan kekuasaannya. Hanya saja Bos baru ditunjuk. Bos lama menempati kekuasaan yang di buatnya lebih tingggi di atas Bos baru. Alih-alih menyerahkan kekuasaanya tetapi tetap saja mengendalikannya. Bos lama, dalam ramalanku ingin terus melanggengkan kekuasaannya lewat orang-orang yang dipercaya. Mungkin juga anaknya juga akan dipersiapkan mengganti kekuasaa Bos baru kita.
“Ah, tempat kerja macam apa ini? dalam undang-undang yang saya baca mengenai aturan tempat kerja kita ini mengunakan sistem demokrasi. Tapi kemana letak kedemokrasiannya. Di sini banyak orang-orang yang mampu mengelola. Dari membuat strategi usaha hingga membuat kualitas produk yang dihasilkan di sini, bisa berkualitas. Aku tak harus diam. Aku sejak awal masuk kerja di sini sudah berjanji untuk mendedikasikan diri dan mengabdi. Tentu saja dengan terus belajar dan mengembangkan diri”.
Sudalah, tak ada gunanya grundelan-mu di sini. Ayo ikut aku. Membuat penelitian yang bisa memunculkan produk baru dan disukai Bos kita. Teman-teman kita sudah banyak yang mengantri mendaftarkan temuannya pada Bos. Agar mendapat angukan kepala, tentu saja aman tentram dan sejahterah bekerja di sini.
“Tidak.. Aku harus melawan. Buat apa bekerja di tempat yang busuk ini. Aku takut, jika suatu hari nanti perusahaan ini tidak menjadi milik kita bersama. Tapi milik keluarga Bos. Dan bisa jadi semaunya sendiri mengelola tanpa memikirkan kualitas serta apa yang terjadi di hari depan”
Sambil berjalan cepat Taufan meninggalkanku. Aku terus mengamati. Setiap ketemu rekan kerja, dia berhenti. Dengan berdiri dia berbicara serius. Mengabarkan perlawanan pada Bos. Sudah beberapa rekan kerja. Ketika berpapasan denganku dan mengabarkan apa yang diharapkan Taufan. Tapi semua tak setuju. Hanya beberapa yang setuju. Teman-teman akrabnya. Juga teman-teman kerja yang merasa dirinya senasib denganku, tapi tetap mempertahankan idealismenya. Rupanya diam-diam aku pun meneguhkan idealismeku. Dalam hatiku aku sepakat dengan Taufan. Tapi masalah keluarga menjadi pertimbanganku yang utama. Apalagi anakku sekarang dua. Mereka harus sekolah. Aku di antara kebimbangan yang tak dapat diurai sampai unjungnya. Aku masih harus tunduk di kaki kursi kekuasaan di sini.
***
Taufan semakin hari semakin berani. Padahal tepat di hari sabtu. Taufan dipanggil karena tulisannya yang di muat di salah satu media mengganngu kestabilan usaha. Dengar –dengar Taufan tetap berani melawan. Entah kenapa dengan Taufan. Bos tidak berani mengeluarkan dengan kesalahan yang di buat: menulis yang membuat kestabilan usaha goyah. Siapa dia Taufan.
Selidik punya selidik. Gerbong perlawanan Taufan sudah memanjang. Bahkan ada seoarang teman akrab Bos berada di balik Taufan. Seorang pengusaha yang banyak mengabdikan dirinya pada usaha-usaha kecil hingga usaha-usaha kecil mampu bertahan dalam persaingan. Tak kalah Bos diam-diam juga menyiapkan akal bulusnya. Untuk berkuasa kembali. Masih tak ada perlawanan yang nampak. Gerbong perlawanan Taufan yang tidak bergerak lagi. Bos mengumpulkan semua yang bekerja di sini. Termasuk aku. Orang-orang yang dekat dengan Taufan tak satupun diundang. Tapi ada beberapa yang dalam pengamatan saya dekat dengan Taufan juga menyembah kursi kekuasaan Bos. Aku diam-diam masuk gerbong Taufan. Tapi tak berani mendekat Taufan. Aku masih takut. Bos mulai menyiapkan tulisan-tulisan yang akan di sampaikan sesudah acara pertemuan yang dibuka oleh asisten Bos.
“Para pegawai yang aku cintai. Kalian adalah orang-orang yang terpilih. Sebab itu kalian saya undang di sini. Kalian adalah orang-orang yang setia dengan kursiku. Bulan depan adalah waktuku habis. Tapi aku tak melihat seorangpun yang dapat menggantikanku mengurus usaha ini. Usaha ini semakin besar dan dipandang orang. Bila nanti yang meneruskanku tidak becus. Maka kalian juga akan bekurang penghasilannya.”
Semua orang yang ada di dekat, di samping kiri-kanan-depan menganggukan kepala. Aku gerah dengan kalimat Bos tadi. Padahal sebenarnya ada seorang yang sudah punya kapasitas menggantikannya. Tapi Bos ingin mempertahankan kekuasaanya. Tiba-tiba Bos Lama datang. Sambil tersenyum melihat rapat kami.
“Benar apa yang dikatakan Bos kalian. Beri kesempatan lagi. Sebelum anakku dapat mengantikannya”.
Ah, apa-apaan ini. Kegelisahanku menaik pada puncak kesadaran. Kursi itu butuh pembaharuan bukan pembusukan. Tapi apa yang harus aku lakukan. Dengan menahan nafas. Fikiran nasib keluarga hilang seketika dan mulutkku mengeluarkan ketidak setujuan pada mereka. Aku mengatakan pada mereka bahwa Bos harus di ganti dengan Bos yang baru. Aku pun bilang padanya. Apakah kita mau di anggap tidak demokratis. Ah, aku lupa rupanya bahwa di sini demokrasi telah mati dan hanya ada dalam buku-buku yang terpajang dalam rak-raknya.
Tiba-tiba semua terdiam dan serupa patung. Aku lemas duduk. Aku ingat Taufan. Aku mulai tegar kembali. Aku menginginkan perubahan menjadi lebih baik. Aku tidak ingin menjual produk-produk kebusukan dari perusahaan ini. Bos menepuk pundakku.
“Buatlah surat pengunduran dirmu. Besok kau harus cari tempat kerja baru”.
Aku langsung keluar dari ruang rapat. Berjalan melewati lif dari kantorku yang bertingkat enam. Ruang Bosku ada di lantai paling atas. Aku sampai di lantai bawah. Lantai tempat menjual produk-produk dari perusahaan tempatku bekerja. Aku melihat seorang kawannya sedang duduk melihat dengan seksama ruang kerjanya. Aku bertanya padanya.
“Kau kenapa, kawan?”
“Aku baru saja membaca dari media masa. Bahwa aku telah digantikan. Aku tidak akan ditempat itu lagi. Yang menjadi aneh bagiku. Kenapa Bos tak memberitahuku dahulu sebelum menyiarkan di media masa yang dibaca semua orang”.
Sambil menepuk pundaknya, aku menenangkannya
“Kau tak usah resah, nasibmu lebih baik dariku”
Sambil lalu aku meneruskan berjalan. Sedang yang ada dalam benakku, kursi Bos semakin keropos dalamnya, tapi masih tampak kuat luarnya. Aku mengamati saat rapat tadi. Jika saja ada yang berani mendorong sedikit saja tentu kursi Bos tadi akan roboh. Aku pun pulang ke rumah dan sambil membayangkan nasib keluargaku, sekolah anakku, makan sehari-hariku.
Malang, Desember 2010
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Senin, 02 Mei 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar