Senin, 02 Mei 2011

Kursi Bos

Denny Mizhar
http://sastra-indonesia.com/

Jangan melawan kekuasaan, nanti akan tumbang. Berbaik-baiklah padanya. Kau akan selamat dalam bekerja. Terpenting bagi hidup adalah isi perut. Bukan idealisme. Sebab idealisme di tempat ini selalu masuk tong sampah. Menjadi tidak berguna. Karena rasa lapar masih ada. Jika kau masih takut lapar, ketika kesewenang-wenangan penguasa berbicara, cukup anggukkan kepala. Itu tandanya seiyasekata. Kau akan sejahtera. Penguasa di sini tidak akan mendengar apa yang menjadi harapan kita. Karena penguasa masih ingin perkasa. Seperti raksasa. Besar tubuhnya juga kuat ototnya. Tidak seperti kita. Badan kecil tak punya apa-apa. Hanya kata “iya”, tak ada yang lainnya. Sebagaimana diajarkan dalam buku politik tanpa etika. Keuntungan sebagai penguasa harus selalu ada, tentunya keuntungan materi. Bukan kita yang harus diuntungkan. Penguasa punya tangan yang dapat memilah. Siapa terpilah dan terpilih pasti kantongnya menebal dan selalu dipertimbangkan. Bahkan mereka tak mau bagi-bagi dengan kita yang beda jalan kerja. Karena kuntungannya untuk membeli wanita tanpa nikah. Juga membeli kolom media agar kebusukannya tak sampai pada kita. Kebanyakan orang di sana.

Kau belum tahu aturan main di sini? Oh, iya. Kau lama sekolah. Hingga tak tahu aturan yang ada. Baiknya kau ikuti saja. Jika tidak, nasibmu akan sia-sia. Kalau sudah sia-sia bagaimana nasib anak dan istrimu. Kau kan sudah punya berkeluarga. Maka, harus ta’at dan patuh pada penguasa. Kau harus membaca langkah-langkah penguasa agar dapat tanda jasa. Kau tak akan dipikirkan oleh penguasa tentang ilmu yang kau punya. Sebab penguasa takut dengan ilmu. Karena ilmu bisa menumbangkan mereka. Makanya di sini tak ada ilmu. Tetapi adanya harta. Mari ikut denganku dan tanggalkan ilmumu. Kita akan mencari harta-harta yang bersliweran di antara kita. Seakan-akan kita telah melaksanakan kerja padahal kita hanya angguk-anggukan kepala.

“Tidak bagiku, kau salah menilai aku. Aku bukan seperti yang kau bayangkan dengan orang kebanyakan yang ada di sini.”

Ha..ha..ha.. Mungkin saja itu pengaruh dari sekolahmu ke luar negeri tentang etika. Dan kau mendapat ilmu untuk mencari nafkah. Tak harus anggukkan kepala, kau bisa makan. Sedang kita di sini. Gaji masih rendah tak mungkin melawan. Sebab kita tak berdaya.

“Karena itu, maka kita harus melakukan perlawanan”

Ya, sudah. Aku tak akan ikut-ikut. Sejak kepergianmu, segalanya berubah. Juga nasibku. Ruang akpresiku ditiadakan. Karena ruang ekpresiku bagi kekuasaan mengganggu kestabilan tempat kerja. Maka kini aku hanya melayani penjual saja. Tidak seperti dulu harus duduk manis dan mencatat transaksi-transaksi penjualan. Perusahaan ini semakin besar. Semakin banyak pelanggan. Tapi kekuasaanya di sini tak biasa di ganggu gugat. Sebelum kau pergi sekolah ke luar negeri. Di tempat ini masih aman saja. Sebab kekuasaan baru di dapatkan oleh Bos kita. Penunjukan Bos kita yang baru, itupun rekomendasi dari Bos kita yang lama. Sebab Bos lama tak ingin kehilangan kekuasaannya. Hanya saja Bos baru ditunjuk. Bos lama menempati kekuasaan yang di buatnya lebih tingggi di atas Bos baru. Alih-alih menyerahkan kekuasaanya tetapi tetap saja mengendalikannya. Bos lama, dalam ramalanku ingin terus melanggengkan kekuasaannya lewat orang-orang yang dipercaya. Mungkin juga anaknya juga akan dipersiapkan mengganti kekuasaa Bos baru kita.

“Ah, tempat kerja macam apa ini? dalam undang-undang yang saya baca mengenai aturan tempat kerja kita ini mengunakan sistem demokrasi. Tapi kemana letak kedemokrasiannya. Di sini banyak orang-orang yang mampu mengelola. Dari membuat strategi usaha hingga membuat kualitas produk yang dihasilkan di sini, bisa berkualitas. Aku tak harus diam. Aku sejak awal masuk kerja di sini sudah berjanji untuk mendedikasikan diri dan mengabdi. Tentu saja dengan terus belajar dan mengembangkan diri”.

Sudalah, tak ada gunanya grundelan-mu di sini. Ayo ikut aku. Membuat penelitian yang bisa memunculkan produk baru dan disukai Bos kita. Teman-teman kita sudah banyak yang mengantri mendaftarkan temuannya pada Bos. Agar mendapat angukan kepala, tentu saja aman tentram dan sejahterah bekerja di sini.

“Tidak.. Aku harus melawan. Buat apa bekerja di tempat yang busuk ini. Aku takut, jika suatu hari nanti perusahaan ini tidak menjadi milik kita bersama. Tapi milik keluarga Bos. Dan bisa jadi semaunya sendiri mengelola tanpa memikirkan kualitas serta apa yang terjadi di hari depan”

Sambil berjalan cepat Taufan meninggalkanku. Aku terus mengamati. Setiap ketemu rekan kerja, dia berhenti. Dengan berdiri dia berbicara serius. Mengabarkan perlawanan pada Bos. Sudah beberapa rekan kerja. Ketika berpapasan denganku dan mengabarkan apa yang diharapkan Taufan. Tapi semua tak setuju. Hanya beberapa yang setuju. Teman-teman akrabnya. Juga teman-teman kerja yang merasa dirinya senasib denganku, tapi tetap mempertahankan idealismenya. Rupanya diam-diam aku pun meneguhkan idealismeku. Dalam hatiku aku sepakat dengan Taufan. Tapi masalah keluarga menjadi pertimbanganku yang utama. Apalagi anakku sekarang dua. Mereka harus sekolah. Aku di antara kebimbangan yang tak dapat diurai sampai unjungnya. Aku masih harus tunduk di kaki kursi kekuasaan di sini.

***

Taufan semakin hari semakin berani. Padahal tepat di hari sabtu. Taufan dipanggil karena tulisannya yang di muat di salah satu media mengganngu kestabilan usaha. Dengar –dengar Taufan tetap berani melawan. Entah kenapa dengan Taufan. Bos tidak berani mengeluarkan dengan kesalahan yang di buat: menulis yang membuat kestabilan usaha goyah. Siapa dia Taufan.

Selidik punya selidik. Gerbong perlawanan Taufan sudah memanjang. Bahkan ada seoarang teman akrab Bos berada di balik Taufan. Seorang pengusaha yang banyak mengabdikan dirinya pada usaha-usaha kecil hingga usaha-usaha kecil mampu bertahan dalam persaingan. Tak kalah Bos diam-diam juga menyiapkan akal bulusnya. Untuk berkuasa kembali. Masih tak ada perlawanan yang nampak. Gerbong perlawanan Taufan yang tidak bergerak lagi. Bos mengumpulkan semua yang bekerja di sini. Termasuk aku. Orang-orang yang dekat dengan Taufan tak satupun diundang. Tapi ada beberapa yang dalam pengamatan saya dekat dengan Taufan juga menyembah kursi kekuasaan Bos. Aku diam-diam masuk gerbong Taufan. Tapi tak berani mendekat Taufan. Aku masih takut. Bos mulai menyiapkan tulisan-tulisan yang akan di sampaikan sesudah acara pertemuan yang dibuka oleh asisten Bos.

“Para pegawai yang aku cintai. Kalian adalah orang-orang yang terpilih. Sebab itu kalian saya undang di sini. Kalian adalah orang-orang yang setia dengan kursiku. Bulan depan adalah waktuku habis. Tapi aku tak melihat seorangpun yang dapat menggantikanku mengurus usaha ini. Usaha ini semakin besar dan dipandang orang. Bila nanti yang meneruskanku tidak becus. Maka kalian juga akan bekurang penghasilannya.”

Semua orang yang ada di dekat, di samping kiri-kanan-depan menganggukan kepala. Aku gerah dengan kalimat Bos tadi. Padahal sebenarnya ada seorang yang sudah punya kapasitas menggantikannya. Tapi Bos ingin mempertahankan kekuasaanya. Tiba-tiba Bos Lama datang. Sambil tersenyum melihat rapat kami.

“Benar apa yang dikatakan Bos kalian. Beri kesempatan lagi. Sebelum anakku dapat mengantikannya”.

Ah, apa-apaan ini. Kegelisahanku menaik pada puncak kesadaran. Kursi itu butuh pembaharuan bukan pembusukan. Tapi apa yang harus aku lakukan. Dengan menahan nafas. Fikiran nasib keluarga hilang seketika dan mulutkku mengeluarkan ketidak setujuan pada mereka. Aku mengatakan pada mereka bahwa Bos harus di ganti dengan Bos yang baru. Aku pun bilang padanya. Apakah kita mau di anggap tidak demokratis. Ah, aku lupa rupanya bahwa di sini demokrasi telah mati dan hanya ada dalam buku-buku yang terpajang dalam rak-raknya.

Tiba-tiba semua terdiam dan serupa patung. Aku lemas duduk. Aku ingat Taufan. Aku mulai tegar kembali. Aku menginginkan perubahan menjadi lebih baik. Aku tidak ingin menjual produk-produk kebusukan dari perusahaan ini. Bos menepuk pundakku.

“Buatlah surat pengunduran dirmu. Besok kau harus cari tempat kerja baru”.

Aku langsung keluar dari ruang rapat. Berjalan melewati lif dari kantorku yang bertingkat enam. Ruang Bosku ada di lantai paling atas. Aku sampai di lantai bawah. Lantai tempat menjual produk-produk dari perusahaan tempatku bekerja. Aku melihat seorang kawannya sedang duduk melihat dengan seksama ruang kerjanya. Aku bertanya padanya.

“Kau kenapa, kawan?”

“Aku baru saja membaca dari media masa. Bahwa aku telah digantikan. Aku tidak akan ditempat itu lagi. Yang menjadi aneh bagiku. Kenapa Bos tak memberitahuku dahulu sebelum menyiarkan di media masa yang dibaca semua orang”.

Sambil menepuk pundaknya, aku menenangkannya

“Kau tak usah resah, nasibmu lebih baik dariku”

Sambil lalu aku meneruskan berjalan. Sedang yang ada dalam benakku, kursi Bos semakin keropos dalamnya, tapi masih tampak kuat luarnya. Aku mengamati saat rapat tadi. Jika saja ada yang berani mendorong sedikit saja tentu kursi Bos tadi akan roboh. Aku pun pulang ke rumah dan sambil membayangkan nasib keluargaku, sekolah anakku, makan sehari-hariku.

Malang, Desember 2010

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati