-sebuah diskripsi kesenian yang hampir punah-
Joko Sandur
http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/
Sandur merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional kerakyatan yang sampai saat ini masih hidup dan terpelihara, serta dipercaya mempunyai kekuatan magis bagi masyarakat pendukungnya, khususnya masyarakat desa Yungyang. Kesenian yang konon lahirnya pada masa penjajahan Belanda itu, sampai sekarang tetap hidup, terpelihara, dan berkembang, serta eksistensinya.
Sandur merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional kerakyatan yang langka, bahkan dapat dikatakan hampir punah, mengingat durasi pementasan kesenian tersebut semakin memurun. Sandur sebenarnya tidak hanya terdapat di wilayah Lamongan saja, tetapi juga terdapat di daerah-daerah lain, seperti daerah Bojonegoro, Probolinggo, Pamekasan, Bangkalan, Jombang, Surabaya, Tuban dan Lamongan. Secara pragmatis menurut pengamatan penulis, dewasa ini di daerah, daerah yang disebutkan di atas, hampir tidak pernah ada durasi pementasan kesenian sandur tersebut. Jika dimungkinkan ada, maka durasinya sangat kecil bila dibandingkan dengan daerah Lamongan.
Kesenian sandur di daerah Lamongan ini mempunyai kesamaan dengan kesenian sandur yang ada di daerah lain (Tuban dan Bojonegoro). Kata sandur berawal dari sebuah artikel yang berjudul “Seni Sandur Saya Mundur”. Dengan kata lain bahwa sandur berasal dari kata mesisan ngedur atau beksan mundur, karena sandur dipentaskan semalam ngedur (semalam suntuk).
Kesenian sandur merupakan kesenian yang terminologinya diambil dari anonim sandur: isane tandur (sa’wise tandur) yang berarti selesai bercocok tanam. Dengan kata lain bahwa seni sandur adalah salah satu bentuk ekspresi seni masyarakat agraris yang dilakukan selesai bercocok tanam. Disamping itu cerita yang ada dalam sandur, berbicara tentang gambaran kehidupan petani dalam menjalankan aktifitas agrarisnya.
Membicarakan kesenian tradisional kerakyatan yang berupa kesenian sandur. Seolah memasuki lorong gelap sejarah kesenian yang berbasis sinkretisme ini. Kesenian yang terminologinya lahir di tengah masyarakat agraris ini hampir punah keberadaan dan eksistensinya. Sehingga perangkat dan materi pertunjukannya banyak menyimbolkan idiom-idiom pertanian. Misalnya dalam dialog, pertunjukan sandur tema cerita yang diangkat bertemakan sawah, ladang dan kehidupan para petani yang ada di pedesaan.
Sebelum kesenian ini dipentaskan, biasanya diadakan upacara ritual terlebih dahulu. Peristiwa tersebut merupakan bagian awal pertunjukan atau pementasan, dengan kata lain ritual tersebut merupakan suatu bentuk mensucikan semua perangkat pertunjukan yang berupa jaran kepang (kuda kepang), cemeti atau cambuk (bahasa jawa: pecut), instrumen musiknya berupa: gendang, jidor, cimplungan, tamborin, dan gamelan jawa diantaranya: kenong, kempol, gambang kayu, saron demung, saron barong, pun perangkat lainnya. Biasanya pencucian tersebut dilakukan tujuh hari sebelum pertunjukan, dan dilakukan di tempat yang dianggap keramat atau yang dikeramatkan (di punden ).
Sebelum pementasan berlangsung, diawali prosesi ritual dengan pembakaran kemenyan atau dupa yang dilakukan seorang germo (pawang) sandur. Dalam adegan tersebut disertai mulut komat-kamit, tidak lain memberikan mantra pada alat-alat yang digunakan pada pementasan sandur tersebut, seperti barong, kuda kepang, cemeti dan alat lainnya, disamping ritual tujuh hari sebelum pertunjukan. Kemudian dilanjutkan berbagai tembang-tembangan diantaranya: tembang kembang lombok, kembang ganggeng, kembang wijen, kembang glonggong, kembang girang, kembang klopo, kembang lampes, kembang jeruk, kembang putat, kembang pucang, dan lain-lainnya, yang kesemuanya berfungsi meminta bantuan para roh penunggu desa guna terselenggara dan suksesnya pertunjukan kesenian tersebut.
Kesenian yang berbau magis ini,bersetting alam terbuka (tanah lapang) yang berbentuk segi empat, tiap sudutnya diberi tiang pancang dengan ukuran kurang lebih 1,5 m dan tiap-tiap tiang pancang tersebut diberi sesaji yang berupa kupat, lepet, janur kuning dan kembang wangi, khusus untuk kembang wangi dan kemenyan ditempatkan di sudut bagian Timur Laut (Jawa; pojok lor wetan) atau posisinya sebelah kanan pada waktu pertunjukan serta diberi tambang sebagai pembatas antara penonton dengan arena pertunjukan.
Kesenian yang berbasis di pedesaan ini, dalam mementaskan keseniannya semua aktor yang terlibat tidak menggunakan alas kaki, dimana aktor-aktor tersebut terdiri dari dua aktor perempuan dan sebagian besar aktornyanya ialah seorang laki-laki, baik pemain teater maupun pemukul instrumennya.
Kesenian sandur selain menggunakan gerak (tari) juga menggunakan dialog yang menggunakan bahasa Jawa campuran (bahasa Jawa: ngoko dan kromo), disamping itu juga menggunakan tetembangan (nyanyian Jawa). Pertunjukan sandur ini diawali dengan sebuah prolog yang dilakukan salah satu wiyogo (pemukul gamelan atau panjak) sebagai narator terhadap tema yang akan dipentaskan, dilanjutkan dengan adegan tari jaranan yaitu sebuah tari yang intinya hanya sebagai pengisi waktu menunggu cerita inti sandur. Tarian tersebut juaa diiringi dengan tembang-tembangan. Adegan ini dilakukan oleh dua orang laki-laki hingga ada yang sampai trance atau kesurupan, adegan macam inilah biasanya yang ditunggu-tunggu masyarakat pendukungnya. Setelah permainan tari jaranan (kuda kepang) selasai dilanjutkan adegan yang disebut pentolan, sebuah adegan yang berisi lelucon. Usai adegan pentolan barulah memasuki acara utama sandur. Uniknya kesenian sandur ini, disamping bagi sarana hiburan masyarakat pedesaan juga sebagai sarana terapi berbagai penyakit.
Cerita kesenian tradisional kerakyatan ini menggambarkan kehidupan masyarakat petani, mulai dari membuka lahan, membersihkan lahan, masa bercocok tanam, pemeliharaan tanaman, dan hingga pada akhirnya masa panen serta dilanjutkan pada proses pemujaan atau ritual kepada Dewi kemakmuran, sebagai ungkapan rasa syukur terhadap yang maha kuasa. Kemudian tokoh-tokoh dalam kesenian sandur pada pementasan tersebut, antara lain: Jasmirah, Balong, Petak, Jasmani, Pak Empang, Nyai Asil, Anton, Lithi, Pak Calak, dan seorang Germo. Dan tokoh tersebut merupakan tokoh absolut dipementasan sandur budi doyo, yang keberadaan dan eksistensinya di desa Yung,kecamatan Modo Kabupaten Lamongan (Letak kelahiran Gajah Mada, deklarator Sumpah Palapa –red).
Berkaitan dengan agenda pra pertunjukan, kesenian yang berbau magic diawali dengan mulu komat-kamit membaca mantra dibarengi pembakaran kemenyan atau dupa yang dilakukan seorang Germo (pawang sandur), dengan tujuan mendatangkan roh atau danyang yang ada disekitar wilayah pertunjukan, guna membantu kelancaran, suksesnya pertunjukan. Kemudian dilanjutkan tembang-tembangan, tari jaranan yang menggunakan properti kuda kepang, dan diakhir pra pertunjukan diisi semacam banyolan atau besutan.
Di samping itu pada acara pembukaan pertunjukan kesenian sandur, diawali sebuah prolog, yang dilakukan salah satu crew sandur, yang merupakan sebuah sinopsis dari cerita akan dipentaskan. Dilanjutkan dengan pengenalan nama-nama pemain, pemusik atau wiyogo. Nama-nama tokoh dalam cerita sandur, serta semacam kirap khusus tokoh cerita di pertunjukan, dengan mengelilingi arena pertunjukan.
Cerita pertunjukan sandur tersebut menggambarkan seorang pengembara mencarai pekerjaan, yang diperankan oleh tokoh Balong dan Pethak. Dalam pengembaraanya, kedua tokoh tersebut bertemu seseorang tokoh petani tulen, yang bernama Pak Empang, dan sekaligus dijadikan anak, di lanjutkan dengan membuka lahan, menanam, hingga proses menetik hasilnya (panen),diselingi acara ritual khitanan tokoh Pethak dan perkawinan pada tokoh Balong serta mendatangkan kesenian yang berupa seni tayub sebagai hiburan. Lebih jelasnya inti cerita kesenian sandur menggambarkan aktifitas masyarakat agrarisnya.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar