Sunaryono Basuki Ks
http://www.suarakarya-online.com/
Akhirnya pesawat kami mendarat di Bandara Sultan Taha yang kosong, tanpa terlihat pesawat lain yang parkir. Pesawat Batavia Air berhenti sekitar dua ratus meter dari bangunan kedatangan dan ketika sampai di depan pintu pesawat, Wayan Sadnyana dalam seragam pramugara dan sosok tubuhnya yang tak begitu tinggi menunjuk ke lantai landasan dimana seorang lelaki telah siap dengan sebuah kursi dorong.
“Itu untuk Bapak.” “Untuk saya? Terimakasih!” Aku tak memesan sebuah kursi dorong namun nampaknya petugas di Jakarta memperhatikanku kesulitan berjalan saat aku dituntun Dedi anak bungsuku yang membawa dua buah koper kecil dan sebuah tas ransel di punggungnya. Aku sendiri hanya membawa tas kecil berisi air minumku dan kue-kue, dengan susah payah turun dari pintu belalai, dan kemudian berjalan ke tangga pesawat serta naik. Entah untuk apa kami disalurkan lewat jalan belalai kalau kemudian disuruh keluar lagi melalui pintu dan turun di tangga beton. Hal itu membuatku megap-megap. Apalagi baru saja aku turun ke toilet dan disusul oleh Dedi. Tan Lioe Ie sudah melangkah duluan dengan menyandang gitarnya yang terbungkus sarung kulit yang akan dipakainya mengiringi musikalisasi puisi dalam acara Pentas Seni pada Temu Sastrawan Indonesia I di Jambi.
Panitia memberiku dua buah tiket, yang sebuah untuk Dedi sebab kukatakan aku tak mungkin bepergian sendiri, harus dikawal oleh istri atau anakku. Lantaran pesawat berangkat jam enam pagi maka kami harus menginap di Denpasar, tak mungkin berangkat dari Singaraja yang letaknya 100 km dari bandara Ngurah Rai. Memi istri Dedi mencarikan voucher hotel gratis bagi kami, hotel Aston Tuban yang terletak tak jauh dari bandara. Di Jambi aku harus membawakan makalah yang kutulis berdasarkan puluhan buku baru yang kebanyakan dibelikan oleh Memi. Tanpa buku-buku itu tak mungkin aku tahu perkembangan fiksi Indonesia mutakhir. Hardiman juga meminjamkan sekitar sepuluh buku teori sastra dan estetika, serta Jurnal Cerpen edisi terakhir.
Di bandara aku dijemput oleh Laisson Officer. Ah,model pertemuan besar. Aku pernah bekerja sebagai LO untuk Menteri Pendidikan Thailand saat diadakan konferensi para mendikbud Asean di Nusa Dua. Sebagai LO aku harus menempel terus pada menteri, menjemputnya di pintu kamarnya, membawanya ke ruang pertemuan.
Seharian aku harus berjalan ratusan meter atau mungkin kilometer di Hotel Sheraton Nusa Dua yang luas itu. Apakah LOku di Jambi akan berbuat yang sama? Kalau di Nusa Dua pada akhir tugas aku mendapat hadiah mug dari kerajaan Thailand dan amplop berisi lima puluh dollar AS, hadiah apa yang harus kuberikan pada LOku?
Dari ruang tunggu khusus di bandara kami diantar ke hotel Grand, diserahkan panitia dan kemudian dihubungi oleh LO hanya melalui sms pada HP. Pada buku panduan selain semua makalah dan daftar peserta (yang ternyata tak semua datang. Kurnia Effendy yang berjanji akan bertemu di Jambi dan namanya tercetak dalam daftar peserta ternyata tidak datang karena tak mendapat izin cuti dari kantornya di Indo Mobil) aku membaca pula daftar acara. Acara resmi, pembukaan, seminar, diskusi, dan pentas seni di Taman Budaya Jambi terasa biasa. Yang istimewa bagiku adalah tur ke situs percandian Muara Jambi yang akan dilakukan dengan menumpang “ketek” di sungai Batanghari. Kukira itu “gethek” atau rakit di Jawa, pasti menarik. Hari Kamis yang kutunggu tiba. Dari hotel kami dibawa ke Pantai Ancol! Ah, kenapa harus ke Jakarta?
Ancol ternyata bukan pantai tetapi sekedar tepian sungai sepanjang sungai Batanghari. Yang menunggu pun bukan rakit tetapi sampan biasa, selebar sekitar satu setengah meter dan sepanjang lima meter, beratap kayu dan tempat duduknya juga dari bilah-bilah papan melintang. Untuk naik ke dalam sampan aku harus dibimbing menuruni tangga kayu ke tepi sungai yang airnya sedang surut, lalu meniti titian papan yang diletakkan diatas batu-batu agar tak tenggelam kedalam lumpur. Agar aku dapat naik, sampan dipegangi supaya tak bergoyang dan aku dipapah Dedi dan seorang peserta.
Akhirnya sampan meluncur didorong mesin, padahal bensin sedang sulit diperoleh di Jambi. Sungai yang airnya surut menyebabkan kapal tanker tak bisa masuk Jambi, dan ini “musibah” tahunan setiap musim kemarau. Sungai Batanghari cukup lebar dibanding sungai-sungai di Jawa apalagi di Bali, selebar Kali Brantas yang sudah mencapai Porong. Namun Sungai Batanghari tidak selebar Sungai Martapura yang hampir seperempat abad sebelumnya kulayari, juga dalam sampan yang lebih lebar. Tentang Sungai Martapura aku menulis puisi, tentang Batanghari entahlah. Larik-larik dari
Sungai Martapura mencari kenanganku ke masa lalu:Sungai Martapura, Suatu Senja/buat Jantera Kawi/kususuri sungai yang membuka mulutnya lebar-lebar/di atas perahu motor/yang oleng/ sementara matahari mulai terlempar jatuh ke air/ yang menyorong sampan perempuan tua/dengan dagangannya/yang menyorong impian/tentang benua yang purba/tentang benua/yang menyorongkan usia//anak-anak dan perempuan/tak malu-malu menggayung airnya/dan mengguyurkan ke tubuh/yang seharian berpeluh/tak malu-malu/menjabat rindu/yang dialirkan martapura/dari hulunya/yang diulurkan tangan raksasa/dari ujung cakrawala//martapura adalah mulutnya/yang melelehkan air liur/bagi kita semua/seperti anak-anak dan perempuan/yang membasuh muka/dan kedua belah daun telinga/ketika senja turun/memanggil namanya//martapura,martapura, demikian nadinya/yang mengalirkan semburat merah/di wajahnya//yang kita cari/ketika senja turun/ketika kiota menyebut namanya.//
Aku teringat penyair Ajamuddin Tiffani yang telah tiada, aku juga teringat penyair Hijaz Yamani yang gagal kutemui, duduk di depanku seorang lelaki berambut gondrong, dengan penampilan benar-benar seorang seniman, dengan mencanglong tas hitam dengan bordiran berwarna merah kuning putih biru dari panitia Temu Sastrawan Indonesia I Jambi. Dari lelaki ini aku mendapat info cukup banyak tentang Jambi, tentang sungai Batanghari dan tentang bangunan-bangunan di tepi sungai.
Di tepi Martapura aku menyaksikan galangan kapal pinisi Bugis, di sepanjang tepi sungai Batanghari aku mencium bau menyengat.
“Itu bau karet,” katanya.
Di sepanjang Martapura aku diberitahu soal Pulau Kera yang seluruh penghuninya kera, tetapi tak ada pulau di Batanghari, hanya daratan biasa tak berbentuk pulau.
“Kita menuju Riau,” katanya.
Di tempat berlabuh tidak ada dermaga. Yang ada hanya batu-batu yang ditumpuk di atas tanah berlumpur agar kaki tak tenggelam ke dalam lumpur. Toh celanaku berlumur lumpur, juga sepatu kulit yang kukenakan. Dari tepi sungai aku harus mendaki ke daratan beberapa meter tingginya, dan sesampai di daratan, tak ada tanda-tanda situs Muara Jambi.
“Masih setengah kilometer lagi.”
Dedi mencarikan lelaki bersepeda motor yang mau mengantarkanku ke situs, syukurlah ada seorang anak muda yang berbaik hati mengantarkanku ke sana sementara anakku bersama Hamsad, bahkan LK Ara dan istri yang sudah lebih tua dariku, berjalan kaki dengan langkah tegap.
Tiba-tiba aku disambut gamelan lembut, makin jelas nadanya semakin aku mendekat ke situs. Seluruh percandian dihias dengan umbul-umbul warna warni, juga hiasan janur pada tiang bambu. Segerombolan orang berpakaian kuning dan kepala para lelaki gundul, sementara lelaki lain berpakaian kain putih yang dililitkan pinggang dan bertelanjang dada, dan yang perempuan mengenakan kain batik yang dililitkan setinggi dada, membawa sesajian berupa buah-buahan di atas talam papan, semuanya menuju candi besar di pelataran terbuka yang cukup luas. Terdengar genta berkelinting menembus pepohononan.
Aku melangkah dengan pasti menuju pusat upacara, sementara orang-orang yang kulewati menyingkir seolah memberiku jalan dan membungkukkan badannya.. Ah, aku pasti cuma bermimpi, duduk di bangku beton di naungan pohon durian dan rambutan. Di kejauhan terhampar bekas candi yang tinggal dasarnya dan dinding batu merah tipis setinggi satu meter. Pasti hasil restorasi, sementara sosok candi yang lebar dan panjangnya puluhan meter itu tak ketahuan. Di Blitar ada Candi Penataran yang luas, namun situs candi Muara Jambi jauh lebih luas. Dimas yang ketua panitia bilang situs itu seluas dua belas kilometer persegi, dengan candi-candi tersebar si berbagai tempat. Situs percandian dalam hutan durian dan rambutan!
Apakah aku dulu seorang bangsawan terhormat dari kerajaan ini? Dengan candi yang demikian luas, aku dapat membayangkan bahwa kerajaannya juga sangat luas. Apakah disini Kerajaan Sriwijaya yang terkenal sampai ke seluruh Asia Tenggara itu, yang menjadi pusat studi agama yang banyak dikunjungi siswa-siswa dari penjuru dunia? Bukankah orang percaya Sriwijaya ada di Palembang?
Di musem purbakala di kompleks percandian itu kulihat keramik-kemarik Cina yang mungkin saja ditinggalkan oleh ekspedisi Laksamana Ceng Ho ke negeri ini. Masih kudengar lamat-lamat suara gamelan dan kucium bau dupa, tetapi dari mana?
Ini pasti bukan candi rahasia yang muncul saat bulan purnama seperti dilukiskan oleh Langit Kresna Hariadi dalam novelnya Candi Murca, dan sekarang bukan sedang purnama. Apakah mereka mencoba bicara padaku tentang kebesaran masanya melalui bunyi gamelan dan bau dupa dan sosok alas candi yang dibangun dari batu merah lebar tetapi lebih tipis dari batu merah yang sekarang biasa aku jumpai?
Muara Jambi masih rahasia, bagiku, bagi teman-teman yang datang, yang entah juga mendengar suara gamelan dan bau dupa, atau hanya mendengar suara gedebug band dari panggung kesenian yang sengaja didirikan untuk Pesta Muara Jambi ini? Kulayari sungai Batanghari menuju masa lalu, menuju mimpi tentang kebesaran tanah ini.***
* Singaraja Galungan 20 Agustus 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Jumat, 01 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel GarcÃa Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar