Selasa, 29 Maret 2011

Takdir Sang Adonis

Asarpin
http://sastra-indonesia.com/

Hidup punya takdirnya sendiri. Dan takdir juga punya ceritanya sendiri.

Pada suatu hari di bawah langit malam, aku berjalan ke negeri mimpi. Di sana aku berjumpa dengan nujuman lama Babilonia, tentang sosok Dewa muda yang tampan bernama Adonis. Riwayat mencatat: Adonis tumbuh menjadi remaja yang cemas memikirkan nasib negerinya yang tak maju-maju. Sejak itu ia banyak merenung dan melontarkan ide-ide yang segar tentang masa depan kehidupan. Pikiran-pikirannya tampak aneh dan asing. Bahkan tak jarang ia menyulut polemik di antara para Dewa lantaran pendapat-pendapatnya dianggap lebih “maju” dari rekan-rekannya.

Wajahnya tampak menggoda. Maka tak heran jika dewi Aphrodite—dewi cinta Babilonia—jatuh cinta padanya. Tapi bukan lantaran itu saja yang membuat Aphrodite tak berdaya ketika dekat dengan Dewa muda ini. Adonis ternyata Dewa yang punya segudang kelebihan di bandingkan Dewa yang lain. Di antara kelebihan itu adalah: keindahan tutur, semangat mencintai kebaruan, di mana kata-kata mesti berombak dan berontak.

Adonis menjadi dewa pemberontak terhadap segala kemapanan. Termasuk memberontak terhadap kemapanan pikiran. “Aku berontak, maka aku ada”, katanya. Bukan aku berontak, maka kita ada. Salah satu kesukaannya adalah: mendendangkan kata-kata yang bergelora-bergemuruh dengan efek yang jauh. Dalam berbagai kesempatan, ia menekankan perjuangan dan tanggungjawab sebagai pilihan. Tiap-tiap kata yang terucap dari individu berwawasan kemajuan, mesti dipertanggungjawabkan. Dan tiap-tiap karya sastra yang kita hasilkan, mesti dapat dipertanggungjawabkan kepada khalayak.

Di Libanon ada seorang sastrawan yang dipanggil Adonis. Dan sudah bisa diduga kenapa. Ia suka dengan nama itu. Padahal kedua orang tuanya memberinya nama Ali Ahmad Said. Tapi tak banyak yang tahu nama aslinya itu, karena ia sendiri selalu menggunakan nama Adonis.

Dalam sebuah riwayat dikatakan: ada seorang pemimpin partai di Syiria, yang mula-mula memanggil Ali Ahmad Said sebagai Adonis. Menurutnya, Ali Ahmad Said pantas menerima nama baru itu karena sepak-terjangnya dianggap cocok untuk mempersatukan budaya negara Syiria, Irak, dan Libanon. Tapi apakah yang dialkukan Adonis kemudian sesuai dengan harapan pemimpin partai itu?

Riwayat bercerita lain. Di Indonesia ada Adonis yang lain. Ambisinya sama bergelora-membahana. Namanya Takdir. Ia adalah sastrawan terkemuka yang, selain menulis novel, juga banyak menulis esai polemis. Banyak kata-kata yang telah jadi semboyan hidupnya, di antaranya adalah: maju, baru, individu, kebangunan, menjebol, menghancur-remukkan, menyala-nyala, berombak, mengalun, bergelombang. Kata-kata ini berhasil membetot pikiran para penggemarnya, terutama mereka yang gemar berseru tentang tanggungjawab sosial seorang sastrawan.

Dalam usia 27 tahun, Adonis kita yang satu ini telah menyulut polemik yang paling kritis dalam sejarah kebudayaan Indonesia. Ke-Adonis-annya ditunjukkan dengan semangatnya yang ingin menyatukan ejaan bahasa Melayu antara Indonesia dan Malaysia. Bahkan cita-citanya untuk menyatukan ejaan Indonesia dengan Malaysia terhenti sebagai cita-cita. Dan keinginan menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di kawasan Asia Tenggara, pun tak pernah terwujud.

Dengan mengikuti bangsa Jepang, Takdir berusaha mengimpor buku-buku Barat yang dinamis. Idenya untuk menerjemahkan karya ilmiah dan karya sastra dari Barat ke dalam bahasa Indonesia, agar api kebudayaan yang lama segera padam dan kebudayaan yang baru dan maju berkobar menyala-nyala, tak sepenuhnya terwujud. Hanya beberapa saja buku dari Barat yang diterjemahkan penerbit Dian Rakyat. Malah yang tak terduga, justru Yayasan Obor dan Pustaka Jaya yang banyak menerbitkan karya terjemahan yang jadi impian Takdir.

Sejumlah karyanya mirip rajutan kultural dari apa yang disebut—mengutip kata-kata Takdir sendiri—sebagai “benang yang tak putus-putusnya di rajut kembali di zaman kita” atau “tuntutan perasaan tanggungjawab yang terus-menerus tentang masyarakat dan kebudayaan”.

Pada suatu hari ia mengaku sebagai penulis yang menjelmakan semangat Adonis, yaitu “penulis yang bukan saja menjadi pembaca yang pertama, tetapi juga pembaca yang berulang-ulang membaca ciptaannya sendiri”. Takdir mencitrakan dirinya sebagai penulis sekaligus pembaca yang langka. Menulis dan membaca baginya adalah: panggilan takdir manusia yang menjadikan dirinya sebagai manusia.

Ada banyak pembaca yang lebih baik, tapi lebih langka dari penulis yang baik. Demikian pula sebaliknya. Kalau kita mengikuti pandangan Jorge Luis Borges, maka ada yang mirip dengan sikap Takdir. Ketika Borges membaca kembali Lelaki Pojok Jalan yang telah ditulisnya, ia memandang penulis dan pembaca sebagai pergantian kontinuitas yang sering kali mendadak, atau pemenggalan keseluruhan hidup seseorang hanya menjadi dua atau tiga babak. “Terkadang saya curiga bahwa pembaca yang baik adalah angsa yang bahkan lebih hitam dan lebih langka dari penulis yang baik”, tulis Borges dalam pengantar Sejarah Aib—terjemahan Arif Bagus Prasetyo.

Seperti halnya dengan Borges yang banyak membaca dan menulis, Takdir juga percaya bahwa membaca adalah laku yang muncul setelah menulis, yang menurutnya sering biasa-biasa saja, tak kentara, lebih intelektuil. Tak ubahnya “sebagai seorang Adonis yang girang menikmati bayang-bayang wajahnya dalam cermin”, tulisnya.

Tidak semua sifat Adonis Babilonia sama dengan watak Takdir. Takdir tidak dilahirkan sebagai anak haram jadah, sebagaimana Adonis dalam mitologi Babilon itu. Ia justru lahir dari keluarga terrpandang dari keturunan sultan Minang dan permaisuri Tapanuli. Sementara Dewa Adonis malah mirip dengan seorang Mevrouw Annelis dalam novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Annelis lahir dari persetubuhan di luar nikah antara gundik Sanikem atau Nyai Ontosoroh, dengan Herman Mellema.

Khairon Abu Asdavi pernah meriwayatkan kehidupan Adonis Babilonia yang lahir melalui hubungan gelap antara raja Siprus dengan putrinya Myrrha—yang dalam legenda itu, Myrrha dikutuk jadi pohon dan dari akarnya lahirlah si Adonis, yang merupakan simbol bagi kehidupan baru yang bebas dari dosa dan nista. Seperti halnya keluarga Nyai Ontosoroh-Herman Mellema yang berantakan, dan kedua putranya begitu lemah jiwa dan moralnya, tapi kemudian muncullah sosok Nyai Ontosoroh yang sangat tangguh hingga melampaui kepribadian Kartini.

Sementara Adonis Indonesia tetap girang menatap wajhnya di cermin yang retak. Ketika pihak Jepang sedang asyik menyusun pusat kebudayaan dan banyak menarik seniman Indonesia, Takdir—sebagai penjelmaan sosok Adonis Babilonia itu—berharap agar seniman yang telah memperkaya dirinya dengan ukuran internasional, segera kembali ke sekitarnya; yaitu kembali ke akar, ke masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Tugas seorang seniman, kata Takdir, bukan cuma mencari bahan mentah sejarah, atau melap-lap warisan lama, tapi supaya jiwanya bisa tumbuh dan berkembang dengan sewajarnya.

Dengan kembalinya sang seniman ke bumi manusianya sendiri, kelak akan datang suatu masa yang subur dan rimbun bagi kebudayaan Indonesia: suatu kebudayaan yang menjelma “seperti pohon beringin yang beribu akarnya menyelami bumi dan di bawah lindungannya bangsa Indonesia hidup jaya, dan berbahagia”.

Adakah harapan itu sudah terwujud?

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati