Sabtu, 12 Februari 2011

Plagiator = Koruptor

Asarpin *
http://asarpin.blogspot.com/

Pada suatu hari ada seorang penulis yang berlagak memahami segala hal. Karena ingin dianggap penulis yang hebat, ia pun menulis apa saja. Tapi jika ditanya lebih detail, ia sendiri gelagapan. Misalnya, ketika ada yang bertanya tentang Dewa Plagiat, ia tak siap dan memaksakan untuk menjawab: Dewa Kembar.

Tak lama berselang, terdengar kabar ia menerbitkan novel. Judulnya Demi Seekor Kupu-Kupu. Ceritanya tentang seorang ilmuwan yang putri tunggalnya menginginkan kupu-kupu berwarna biru. Lalu ada seorang penjelajah muda yang berwiba dan atletis berusaha mencarinya. Ia berlayar ke hulu Sungai Amazon untuk mencari kupu-kupu langka itu, dan dalam sebuah perjalanan ia dihadang ribuan hiu. Apakah si pemuda itu masih berwibawa dan bertampang atletis?

Konflik batin muncul dengan beruntun seolah gambaran yang ditampilkan terjadi dengan nyata. Tema, tokoh-tokoh, detail petualangan dalam kisah petualangan itu, ternyata berasal dari sebuah cerita bergambar yang terbit beberapa tahun sebelumnya. ”Plagiat yang memang disengaja”, katanya. Adakah plagiat yang tidak disengaja?

Plagiat tak lahir kebetulan. Seorang plagiator adalah seorang yang berilmu. Sama seperti seorang yang kerjanya maling, mereka punya ilmu maling yang kadang sangat canggih sehingga tak terdeteksi bahkan oleh dukun yang paling tahu diri. Kau tahu, yang menuturkan kisah di atas bukanlah orang dugu, tapi filsuf eksistensialis terkemuka Prancis abad ke-20, Jean-Paul Sartre?

Sartre menulis memoar berjudul ”Les Mots”, yang di Indonesia diterjemahkan menjadi Kata-Kata. Dalam satu bab ia menuturkan pengalaman masa kecilnya yang menulis novel plagiat tapi dianggap orisinal oleh para wartawan dan kritikus. Tak seorang pembaca pun tahu jika novel Demi Seekor Kupu-Kupu itu hasil menjiplak. Jadilah Sartre kecil sebagai penulis cerita hebat hingga ketika dewasa banyak menghasilkan novel dan drama yang mengguncang kemapanan kekuasaan. Sebagai puncak kreativitasnya, ia pun mendapat Nobel Sastra. Tapi hadiah itu ditolaknya.

Kisah Sartre itu memiliki kemiripan plot dari suatu babak dalam kehidupan Chairil Anwar. Seperti halnya dengan Chairil, perbuatan tercela Sartre itu tidak pernah menjadi batu pengganjal bagi dirinya untuk menjadi sastrawan besar yang berpengaruh pada zamannya. Seandainya Chairil pernah mengakui beberapa sajaknya sebagai plagiat, mungkin saja perbuatan tercelanya akan dianggap sebagai kekhilafan yang perlu dimaafkan. Namun Chairil sendiri sudah terlanjur besar kendati ia tak pernah menyinggung soal plagiat.

Sartre mau membagi rahasia pengalamannya melakukan plagiat. Mula-mula ia mengambil buku dengan tema lain yang akan diconteknya. Kemudian ia berusaha mengoreksi di sini, memperbarui di situ; misalnya ia dengan sengaja mengubah nama tokoh-tokoh ceritanya. Lalu ia pun mengubah judulnya, mengubah latar tempat cerita itu berlangsung. Perubahan-perubahan ringan itu memungkinkan ia mencampur-adukkan daya ingat dan daya khayal. Lalu kalimat-kalimat tampil kembali dalam otaknya dengan sekuat inspirasi murni. Ia pun menyalin kalimat-kalimat itu hingga membawa keplagiatan sampai jauh.

Sartre menulis: ”Aku sesunguhnya sering menjadi plagiator, justru karena seleraku yang snob itu, dan seperti yang akan aku ceritakan, aku membawa keplagiatan sampai ke ujung-ujungnya....Aku membuka ceritaku pada halaman yang cocok, lalu mengutip kata demi kata tanpa lupa membuka paragrap baru...Aku berlagak mengajarkan manusia sezamanku segala yang aku sendiri tidak ketahui...”.

Alangkah bangganya aku jika di Lampung ada orang yang dengan jujur bercerita tentang pengalamannya dalam melakukan plagiat. Beberapa kali ”negeri penyair” ini—mencuri istilah Nirwan Dewanto—dilanda wabah plagiarisme, tapi tak ada yang mau mengaku sekalipun bukti-bukti hampir tak terbantah. Yang namanya maling, kata orang tua kita, memang tak ada yang mau mengaku. Kalau ngaku penuhlah penjara di seluruh dunia!

Sampai sekarang tak ada peraturan yang bisa menggiring plagiator masuk penjara. Mungkin lantaran itu maka plagiarisme masih merajalela di sekitar kita. Tak ada hukuman formal dan sanksi yang bisa membuat plagiat berhenti. Para plagiator masih terus mempublikasikan tulisannya.

Dulu pernah muncul soal plagiat, dan pelakunya dihujat. Si plagiator dilaknat dan dicerca hingga tak berani keluar rumah saking malunya. Seandainya Chairil masih hidup saat tuduhan plagiat terhadap beberapa puisinya dilontarkan dan dibicarakan di mana-mana, mungkin Chairil tak sanggup menanggung malu. Sebab tuduhan itu tidak main-main. Sejumlah penulis sudah siap dengan sejumlah bukti.

Tapi sejak Orde Baru, masyarakat kita lebih mengedepankan etika sopan-santun terhadap para plagiator. Tak ada pengganyangan dan hinaan bagi yang terbukti tulisannya adalah plagiat. Yang muncul dengan ramai di media massa justru soal pengaruh-mempengaruhi dan bukan pencurian. Bahasa pengucapan pun terasa sangat halus dan sopan.

Belakangan, orang kembali berteriak ketika menemukan kasus plagiarisme di media. Tapi tindakan yang diberikan tak pernah bisa membuat si pelaku jera. Bagi media massa tempat tulisan sang plagiator dimuat, hukumannya hanya sebatas ”tidak dimuat” tulisan-tulisannya yang akan datang. Tapi jarang ada seorang redaktur media yang tega. Sebagian besar justru merasa kasihan, lalu kembali memuat tulisan-tulisan orang tersebut.

Sejumlah penyair Lampung yang sudah dikenal luas, tiba-tiba tersangkut kasus plagiarisme, seperti Dahta Gautama dan Y. Wibowo. Dahta melakukan praktek memalukan itu lewat sebuah esai, sementara Y. Wibowo lewat cerpen. Apakah maksud kedua penyair ini? Apakah keduanya menganggap esai dan cerpen memang pantas diperlakukan demikian, sementara puisi terlalu suci untuk dikotori?

Gelar sebagai penyair rupanya tak cukup bagi Y. Wibowo dan Dahta Gautama. Keduanya ingin disebut penulis serba-bisa. Y. Wibowo harus menulis cerpen agar juga disebut seorang cerpenis. Baru-baru ini saya membaca cerpennya di Lampung Post, ”Jejak Hujan” (25/10/2009), yang tak menduga sebelumnya jika cerpen ini adalah plagiat.

Saya berusaha membaca sampai selesai karena pada kalimat pembuka cerpen Jejak Hujan itu menarik perhatian. Coba perhatikan bunyi paragrap pertama cerpen tersebut: ”Hujan deras menampar-nampar bubungan rumah panggung, angin laut kencang, ombak bergulung menyabet pinggang pantai di sebelah rumah itu”.

Cerpen itu menggunakan pengucapan liris dan mengejar rima yang puitis. Namun selanjutnya, cerita itu menjadi buyar. Temanya melebar dan berubah. Mula-mula si narator ingin melukis imaji hujan, tapi kemudian berubah setting dan kejadian. Pembaca dibuat sedikit ditantang kendati tak sampai kehilangan jejak makna yang mau disampaikan.

Dua hari setelah cerpen itu dimuat di Lampung Post, saya mendapat kabar dari seorang kenalan yang mengatakan cerpen Y. Wibowo tersebut 90 % mirip dengan cerpen ”Doa Lelaki Yang Kehilangan Ibu” karya Khrisna Pabichara yang pernah dimuat oleh Jurnal Bogor edisi Minggu (04/10/2009).

Cara, proses dan modus penjiplakan yang dilakukan Y. Wibowo mirip dengan cerita Sartre di atas. Bowo mengubah judul dan mencomot kata demi kata tanpa lupa membuka paragrap yang baru. Nama-nama tokoh diganti. Bambang jadi Syahroni, Ratna jadi Adi, Deasy jadi Rudi, Ibu Ramah jadi Rahayu Sari, dsb. Tempat kejadian diganti: di kantor Dewan Cibinong diganti kantor Dewan Kalianda. Tebet-Parung berubah jadi Bandarlampung-Kalianda, dsb.

Jika sebuah cerpen punya hak cipta, maka Y. Wibowo tak punya hak cipta. Ia mencuri cerpen Khrisna Pabichara! Dan kita tahu, para koruptor itu adalah pencuri. Antara koruptor dan plagiator sama-sama mencuri materi. Bedanya: Kalau koruptor mencuri materi dalam arti uang, plagiator mencuri materi tulisan orang lain.

Kendati tak ada pengadilan untuk plagiator dan tak ada lembaga semacam KPK untuk menangkap para maling, pengadilan dan hukuman pembaca tak kalah kejamnya bagi para plagiator kotor. Tak percaya? Silahkan mencoba!

*) Pembaca sastra

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati