Asarpin *
http://asarpin.blogspot.com/
Pada suatu hari ada seorang penulis yang berlagak memahami segala hal. Karena ingin dianggap penulis yang hebat, ia pun menulis apa saja. Tapi jika ditanya lebih detail, ia sendiri gelagapan. Misalnya, ketika ada yang bertanya tentang Dewa Plagiat, ia tak siap dan memaksakan untuk menjawab: Dewa Kembar.
Tak lama berselang, terdengar kabar ia menerbitkan novel. Judulnya Demi Seekor Kupu-Kupu. Ceritanya tentang seorang ilmuwan yang putri tunggalnya menginginkan kupu-kupu berwarna biru. Lalu ada seorang penjelajah muda yang berwiba dan atletis berusaha mencarinya. Ia berlayar ke hulu Sungai Amazon untuk mencari kupu-kupu langka itu, dan dalam sebuah perjalanan ia dihadang ribuan hiu. Apakah si pemuda itu masih berwibawa dan bertampang atletis?
Konflik batin muncul dengan beruntun seolah gambaran yang ditampilkan terjadi dengan nyata. Tema, tokoh-tokoh, detail petualangan dalam kisah petualangan itu, ternyata berasal dari sebuah cerita bergambar yang terbit beberapa tahun sebelumnya. ”Plagiat yang memang disengaja”, katanya. Adakah plagiat yang tidak disengaja?
Plagiat tak lahir kebetulan. Seorang plagiator adalah seorang yang berilmu. Sama seperti seorang yang kerjanya maling, mereka punya ilmu maling yang kadang sangat canggih sehingga tak terdeteksi bahkan oleh dukun yang paling tahu diri. Kau tahu, yang menuturkan kisah di atas bukanlah orang dugu, tapi filsuf eksistensialis terkemuka Prancis abad ke-20, Jean-Paul Sartre?
Sartre menulis memoar berjudul ”Les Mots”, yang di Indonesia diterjemahkan menjadi Kata-Kata. Dalam satu bab ia menuturkan pengalaman masa kecilnya yang menulis novel plagiat tapi dianggap orisinal oleh para wartawan dan kritikus. Tak seorang pembaca pun tahu jika novel Demi Seekor Kupu-Kupu itu hasil menjiplak. Jadilah Sartre kecil sebagai penulis cerita hebat hingga ketika dewasa banyak menghasilkan novel dan drama yang mengguncang kemapanan kekuasaan. Sebagai puncak kreativitasnya, ia pun mendapat Nobel Sastra. Tapi hadiah itu ditolaknya.
Kisah Sartre itu memiliki kemiripan plot dari suatu babak dalam kehidupan Chairil Anwar. Seperti halnya dengan Chairil, perbuatan tercela Sartre itu tidak pernah menjadi batu pengganjal bagi dirinya untuk menjadi sastrawan besar yang berpengaruh pada zamannya. Seandainya Chairil pernah mengakui beberapa sajaknya sebagai plagiat, mungkin saja perbuatan tercelanya akan dianggap sebagai kekhilafan yang perlu dimaafkan. Namun Chairil sendiri sudah terlanjur besar kendati ia tak pernah menyinggung soal plagiat.
Sartre mau membagi rahasia pengalamannya melakukan plagiat. Mula-mula ia mengambil buku dengan tema lain yang akan diconteknya. Kemudian ia berusaha mengoreksi di sini, memperbarui di situ; misalnya ia dengan sengaja mengubah nama tokoh-tokoh ceritanya. Lalu ia pun mengubah judulnya, mengubah latar tempat cerita itu berlangsung. Perubahan-perubahan ringan itu memungkinkan ia mencampur-adukkan daya ingat dan daya khayal. Lalu kalimat-kalimat tampil kembali dalam otaknya dengan sekuat inspirasi murni. Ia pun menyalin kalimat-kalimat itu hingga membawa keplagiatan sampai jauh.
Sartre menulis: ”Aku sesunguhnya sering menjadi plagiator, justru karena seleraku yang snob itu, dan seperti yang akan aku ceritakan, aku membawa keplagiatan sampai ke ujung-ujungnya....Aku membuka ceritaku pada halaman yang cocok, lalu mengutip kata demi kata tanpa lupa membuka paragrap baru...Aku berlagak mengajarkan manusia sezamanku segala yang aku sendiri tidak ketahui...”.
Alangkah bangganya aku jika di Lampung ada orang yang dengan jujur bercerita tentang pengalamannya dalam melakukan plagiat. Beberapa kali ”negeri penyair” ini—mencuri istilah Nirwan Dewanto—dilanda wabah plagiarisme, tapi tak ada yang mau mengaku sekalipun bukti-bukti hampir tak terbantah. Yang namanya maling, kata orang tua kita, memang tak ada yang mau mengaku. Kalau ngaku penuhlah penjara di seluruh dunia!
Sampai sekarang tak ada peraturan yang bisa menggiring plagiator masuk penjara. Mungkin lantaran itu maka plagiarisme masih merajalela di sekitar kita. Tak ada hukuman formal dan sanksi yang bisa membuat plagiat berhenti. Para plagiator masih terus mempublikasikan tulisannya.
Dulu pernah muncul soal plagiat, dan pelakunya dihujat. Si plagiator dilaknat dan dicerca hingga tak berani keluar rumah saking malunya. Seandainya Chairil masih hidup saat tuduhan plagiat terhadap beberapa puisinya dilontarkan dan dibicarakan di mana-mana, mungkin Chairil tak sanggup menanggung malu. Sebab tuduhan itu tidak main-main. Sejumlah penulis sudah siap dengan sejumlah bukti.
Tapi sejak Orde Baru, masyarakat kita lebih mengedepankan etika sopan-santun terhadap para plagiator. Tak ada pengganyangan dan hinaan bagi yang terbukti tulisannya adalah plagiat. Yang muncul dengan ramai di media massa justru soal pengaruh-mempengaruhi dan bukan pencurian. Bahasa pengucapan pun terasa sangat halus dan sopan.
Belakangan, orang kembali berteriak ketika menemukan kasus plagiarisme di media. Tapi tindakan yang diberikan tak pernah bisa membuat si pelaku jera. Bagi media massa tempat tulisan sang plagiator dimuat, hukumannya hanya sebatas ”tidak dimuat” tulisan-tulisannya yang akan datang. Tapi jarang ada seorang redaktur media yang tega. Sebagian besar justru merasa kasihan, lalu kembali memuat tulisan-tulisan orang tersebut.
Sejumlah penyair Lampung yang sudah dikenal luas, tiba-tiba tersangkut kasus plagiarisme, seperti Dahta Gautama dan Y. Wibowo. Dahta melakukan praktek memalukan itu lewat sebuah esai, sementara Y. Wibowo lewat cerpen. Apakah maksud kedua penyair ini? Apakah keduanya menganggap esai dan cerpen memang pantas diperlakukan demikian, sementara puisi terlalu suci untuk dikotori?
Gelar sebagai penyair rupanya tak cukup bagi Y. Wibowo dan Dahta Gautama. Keduanya ingin disebut penulis serba-bisa. Y. Wibowo harus menulis cerpen agar juga disebut seorang cerpenis. Baru-baru ini saya membaca cerpennya di Lampung Post, ”Jejak Hujan” (25/10/2009), yang tak menduga sebelumnya jika cerpen ini adalah plagiat.
Saya berusaha membaca sampai selesai karena pada kalimat pembuka cerpen Jejak Hujan itu menarik perhatian. Coba perhatikan bunyi paragrap pertama cerpen tersebut: ”Hujan deras menampar-nampar bubungan rumah panggung, angin laut kencang, ombak bergulung menyabet pinggang pantai di sebelah rumah itu”.
Cerpen itu menggunakan pengucapan liris dan mengejar rima yang puitis. Namun selanjutnya, cerita itu menjadi buyar. Temanya melebar dan berubah. Mula-mula si narator ingin melukis imaji hujan, tapi kemudian berubah setting dan kejadian. Pembaca dibuat sedikit ditantang kendati tak sampai kehilangan jejak makna yang mau disampaikan.
Dua hari setelah cerpen itu dimuat di Lampung Post, saya mendapat kabar dari seorang kenalan yang mengatakan cerpen Y. Wibowo tersebut 90 % mirip dengan cerpen ”Doa Lelaki Yang Kehilangan Ibu” karya Khrisna Pabichara yang pernah dimuat oleh Jurnal Bogor edisi Minggu (04/10/2009).
Cara, proses dan modus penjiplakan yang dilakukan Y. Wibowo mirip dengan cerita Sartre di atas. Bowo mengubah judul dan mencomot kata demi kata tanpa lupa membuka paragrap yang baru. Nama-nama tokoh diganti. Bambang jadi Syahroni, Ratna jadi Adi, Deasy jadi Rudi, Ibu Ramah jadi Rahayu Sari, dsb. Tempat kejadian diganti: di kantor Dewan Cibinong diganti kantor Dewan Kalianda. Tebet-Parung berubah jadi Bandarlampung-Kalianda, dsb.
Jika sebuah cerpen punya hak cipta, maka Y. Wibowo tak punya hak cipta. Ia mencuri cerpen Khrisna Pabichara! Dan kita tahu, para koruptor itu adalah pencuri. Antara koruptor dan plagiator sama-sama mencuri materi. Bedanya: Kalau koruptor mencuri materi dalam arti uang, plagiator mencuri materi tulisan orang lain.
Kendati tak ada pengadilan untuk plagiator dan tak ada lembaga semacam KPK untuk menangkap para maling, pengadilan dan hukuman pembaca tak kalah kejamnya bagi para plagiator kotor. Tak percaya? Silahkan mencoba!
*) Pembaca sastra
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar