Jumat, 04 Februari 2011

Lembar-lembar Gelap Seorang Pram

Andari Karina Anom
http://tempointeraktif.com/

SECARIK surat mendarat di meja panitia hadiah Magsaysay di Manila, Filipina, pada Juli 1995. Dua puluh lima sastrawan dan budayawan kenamaan Indonesia membubuhkan tanda tangan di lembaran itu. Mochtar Lubis, salah satu peneken surat itu bahkan mengembalikan hadiah Magsaysay yang pernah diterimanya sebagai tanda “berduka”.

Mereka memprotes diberikannya penghargaan sastra itu kepada Pramoedya Ananta Toer karena “peran tidak terpujinya pada masa paling gelap bagi kreativitas di zaman Demokrasi Terpimpin, ketika dia memimpin penindasan sesama seniman yang tidak sepaham dengan dia.”

Apa gerangan “peran tak terpuji” Pramoedya hingga mengalami penolakan sebegitu rupa?

Mari kita tilik pernyataan Pram dalam seminar sastra di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, April 1964-yang dimuat di harian Bintang Timur. Ia menyatakan “jika para sastrawan tak ingin ketinggalan dengan perkembangan politik, maka mereka haruslah aktif dalam perjuangan rakyat dan revolusinya”.

Pada saat itu, Pramoedya adalah pimpinan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), organisasi onderbouw Partai Komunis Indonesia dan Ketua Redaksi Harian Bintang Timur (yang di dalamnya memuat lembar kebudayaan Lentera). Di harian yang dipim-pin Pram itulah, pada 1963, Iramani-alias Letnan Kolonel Njoto, anggota biro politik Komite Sentral PKI yang juga anggota sekretariat Lekra-menulis “sudah datang waktunya untuk menghentikan segala perdebatan apakah seni itu berpolitik atau tidak karena barangsiapa berkata bahwa seni itu nonpolitik, sesungguhnya dia itu reaksioner.”

Maka terbentanglah berbagai pembungkaman hak asasi para seniman selama partai komunis itu berkuasa. Misalnya, pelarangan dan pembakaran buku yang tidak sehaluan dengan mereka.

PKI dan “anak-anaknya” termasuk Lekra mengobrak-abrik buku di perpustakaan USIS, bagian penerangan dan kebudayaan Kedutaan Besar Amerika Serikat, di Jalan Segara (kini Jalan Veteran), Jakarta Pusat. Karya-karya itu kemudian dibakar. Piringan hitam yang dikategorikan musik “ngak-ngik-ngok” (termasuk milik Koes Plus) diperlakukan serupa. Harian Bintang Timur menyatakan sedikitnya ada dua juta buku kontrarevolusi yang dibakar pada masa itu.

Lekra juga melancarkan kampanye menghabisi penerbit-penerbit independen yang dianggap berseberangan. Korbannya antara lain penerbit yang mengedarkan terjemahan Dr. Zhivago karya pengarang Rusia, Boris Pasternak, dan sejumlah penerbit buku Islam.

Kampanye pemburukan nama juga dilakukan oleh lembaga kebudayaan ini. Sejumlah seniman dan budayawan yang dianggap berseberangan diserang karya-karyanya. Misalnya Hamka, H.B. Jassin, Usmar Ismail, Sutan Takdir Alisjahbana, Idrus, dan Asrul Sani. Dari angkatan yang lebih junior, ada Wiratmo Sukito, Bokor Hutasuhut, W.S. Rendra, dan Goenawan Mohamad.

Salah satu yang mencuat adalah tulisan di lembaran kebudayaan Lentera, di surat kabar Bintang Timur pada 1962: “Aku Mendakwa Hamka, Plagiat!” Yang dimaksud adalah novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijk. Ulama besar ini tak cuma dilucuti dalam tulisan, tapi juga dilecehkan lewat karikatur yang sa-ngat vulgar. Serangan kian membabi buta. Hamka kemudian dicokok aparat lantaran difitnah berkomplot membunuh Presiden dan Menteri Agama. Tanpa diadili dan tanpa secuil pun bukti, Buya -panggilan hormat kepada Hamka-mendekam tiga tahun di penjara Sukabumi, Jawa Barat.

Mochtar Lubis juga menelan kepahitan serupa. Sastrawan penentang PKI ini sembilan tahun menatap sel penjara, di lokasi yang berbeda-beda. Harian Indonesia Raya yang dipimpinnya pun dibredel dengan semena-mena oleh pemerintah pada masa itu.

Paus sastra Indonesia Hans Bague Jassin turut “kebagian jatah”. Salah satu tudingan Pram yang dimuat di korannya adalah “buku-buku Jassin diterbitkan alat pemerintah federal”. Karya Jassin antara lain Kesusatraan Indonesia di Zaman Jepang dan Gema Tanah Air diterbitkan oleh Balai Pustaka.

Taufiq Ismail, penulis Prahara Budaya: Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI, menyatakan pemaksaan ideologi seni kala itu gencar dilakukan Lekra dan PKI. “Mereka memaksakan pendekatan ideologi seni realisme sosialis yang merupakan landasan filsafat Lekra, pada kaum seniman di luar kelompok mereka,” ungkap Taufiq.

Beragam tindak “pemerkosaan” hak-hak berekspresi itu menggundahkan para seniman dan budayawan. Dua puluh orang pun berkumpul di kantor redaksi majalah Sastra, Jakarta, dan memproklamasikan Manifes Kebudayaan pada 19 Oktober 1963. Naskah Manifes yang menekankan bahwa “Kami tidak mengutamakan salah satu sektor kebudayaan di atas sektor kebudayaan yang lain” pertama kali dipublikasikan di majalah pimpinan H.B. Jassin itu.

Pemerintah kemudian melarang Manifes pada 8 Mei 1964. Tidak satu pun karya kelompok Manifes yang diterbitkan pada masa-masa itu, sehingga mereka harus bergerak di bawah tanah.

Alih-alih membela para seniman, Pramoedya justru menulis di korannya dengan judul Tahun 1965, Tahun Pembabatan Total. Karangan itu, antara lain, me-nyatakan para pendukung Manikebu disebut “mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan setan”. Sehingga, tulis Pram, “pengganyangan ter-hadapnya mau tak mau harus pula secara terorganisir-”-

Pramoedya selaku salah satu pimpinan Lekra juga tidak pernah menentang dan memprotes berbagai bentuk penindasan yang dialami para seniman itu. Seperti dikemukakan penyair W.S. Rendra, Pram dalam seminar di Yogyakarta itu malah memproklamasikan bahwa “pengganyangan terhadap para musuh revolusi harus dilakukan karena masa revolusi harus diajar untuk bisa membedakan mana kawan dan mana musuh revolusi”. Menurut Rendra juga, tulisan-tulisan di harian yang dipimpinnya juga mendukung aksi PKI dan Lekra itu.

Belakangan, pada 1994, Pramoedya membantah. Dalam wawancara dengan Hayam Wuruk-majalah mahasiswa Universitas Diponegoro, Semarang, ia mengeluhkan, “Sekarang (tuduhan-tuduhan itu) malah dipusatkan ke saya. Katanya saya melarang, menekan dan segala macem. Saya punya kekuasaan apa?” Pram menyatakan semua tindakan tercela yang dituduhkan padanya sebagai fitnah belaka.

Namun, seperti diungkapkan W.S. Rendra dalam majalah sastra Horison, Pramoedya adalah pimpinan Lekra yang kala itu pengaruhnya setaraf dengan Dewan Pimpinan Partai Golkar pada masa Orde Baru. Jadi, “Mana mungkin tidak tahu-menahu?”

Selepas dari Pulau Buru, Pramoedya juga pernah membela diri dengan menyebutkan pada waktu itu, ada kekuasaan resmi dan kekuasaan bayangan. Yang dimaksud kekuasaan bayangan adalah militer. Jadi, pelarangan dan pemberangusan itu militer yang melakukan, bukan Soekarno. Bukan pula dirinya. “Saya punya kekuasaan apa?” sergahnya.

Taufiq Ismail menyayangkan aneka bantahan Pramoedya. “Jangankan meminta maaf atas perbuatan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukannya dulu, mengakui saja tidak.” Rendra juga dengan lantang berucap, “Saya tidak sedang memfitnah bila saya berkata bahwa Pramoedya selaku pemimpin Lekra tidak menentang dan memprotes pembakaran buku-buku itu.”

Seperti juga kontroversi hadiah Magsaysay, segenap peristiwa itu mungkin hanya sekelumit kisah dalam episode hidup seorang Pramoedya.

Sastrawan besar itu kini telah terkubur di pemakaman Karet Bivak. Segenap polemik tak ikut mati bersamanya.

08 Mei 2006

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati