Senin, 06 Desember 2010

Penulis Sastra dan Kuis Berhadiah

Anindita S. Thayf
http://m.kompas.com/

Tanggal 15 Oktober 2010, saya menerima penghargaan sastra dari Balai Bahasa Yogyakarta. Novel saya, Jejak Kala, dianggap layak disemati julukan sebagai yang “terbaik” dari puluhan karya sastra yang ditulis para penulis Yogyakarta dan diterbitkan oleh penerbit Yogyakarta. Tentu saja saya senang: ada karya saya yang mendapatkan penghargaan.

Namun, sebuah ironi lantas menyeruak bersamaan dengan malam “upacara” penerimaan penghargaan tersebut yang bertempat di arena Jogja Book Fair 2010. Seorang teman berbisik, novel Jejak Kala sudah masuk jajaran novel yang diobral. Dengan kata lain, novel tersebut tidak laku di pasaran.

Memilih menjadi penulis sastra setidaknya membutuhkan dua lapis ketabahan. Pertama, ketabahan ditolak penerbit karena karyanya termasuk dalam kategori “tidak membawa hoki”. Kedua, jika pun diterima dan diterbitkan, harus bersiap-siap menerima laporan royalti penjualan yang angkanya lebih sering berada di bawah standar upah pekerja minimum akibat tidak laku di pasaran.

Memang, ada beberapa novel yang penjualannya mampu menghebohkan pasar, tetapi itu hanyalah “keberuntungan” yang terjadi pada segelintir penulis. Keberuntungan yang mengundang para penulis lain bergegas menirunya secara berjemaah dengan harapan ingin mencecap nasib serupa; hidup kaya dan terkenal pada akhirnya. Tak pelak lagi, rak-rak toko buku pun disesaki berbagai karya epigon. Inilah ironi yang lain.

Karya sastra memang unik. Sastrawan asal Jerman, Gunter Grass, dalam satu wawancara berpendapat, karya sastra bisa mengubah dunia. Menurutnya, sastra bisa menjadi jiwa dari sebuah peradaban. Tentulah kata-kata Grass tersebut mendongkrak posisi sastra hingga menjadi sangat prestisius. Akan tetapi, pada sisi lain, fakta menunjukkan pula, karya sastra tidak mudah diterbitkan. Adikarya James Joyce, Ulysses, berkali-kali ditolak penerbit hingga ditemukan Sylvia Beach, yang mau menerbitkannya dalam bentuk sederhana sebanyak beberapa ratus eksemplar saja. Pun karya Multatuli, Max Havelaar, yang sulit sekali menemui pembaca karena penerbit enggan mencetaknya.

Sebenarnya masih berderet-deret lagi ironi yang harus dialami penulis sastra dan karyanya. Bayangkan saja, setelah sebuah karya berhasil dicetak dan didistribusikan, tanggapan yang diberikan pasar lebih sering menjauhi harapan. Penulis pun kelimpungan karena tidak memperoleh pemasukan. Tak heran dalam kongko-kongko di kalangan penulis masih sering terdengar kabar tentang sastrawan A yang sedang sakit keras tetapi tidak punya dana untuk berobat, atau sastrawan B yang harus berpindah-pindah rumah kontrakan karena harga sewa yang naik tiap tahun, atau sastrawan C yang kesulitan membayar biaya pendidikan anaknya.

Dalam lanskap kapitalisme, keuntungan yang sebesar-besarnya memang merupakan tujuan akhir dari sebuah proses pembuatan dan penjualan suatu komoditas. Jika pun karya sastra bisa disebut sebagai barang komoditas, maka ia akan bertengger di nomor urut terbawah dalam daftar komoditas yang bisa menghasilkan laba. Sebuah novel, kumpulan cerpen, atau puisi yang mampu membuat dirinya laku separuh saja dari jumlah cetakan pertama, dalam rentang waktu satu tahun, sudah bisa dikatakan sebagai jagoan.

Tidak salah jika penerbit menomorsekiankan karya sastra karena tujuan mereka sudah jelas; mencari keuntungan. Ukuran para kritikus atas suatu karya sastra, semisal dianggap mampu mengubah dunia, berestetika tinggi, berkarakter yahud, dan lain sebagainya tidak akan pernah menjadi pertimbangan penting para penerbit.

Ikut kuis

Lantas, kalau situasinya seperti itu, haruskah seorang penulis berhenti memproduksi karya sastra? Jika hal tersebut ditanyakan kepada saya, maka jawabannya tidak. Bagi saya, sastra tetap harus ditulis dalam kondisi dan situasi apa pun karena merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban saya kepada masyarakat. Hanya lewat sastra, saya mampu mewakili zaman (saya) untuk berbicara tentang apa yang tengah terjadi. Ruang dan kesempatan yang belum menguntungkan bukanlah penghalang untuk terus menulis karya sastra.

Dalam kondisi seperti ini, penulis tidak bisa begitu saja menyalahkan penerbit. Sebagai suatu bentuk usaha, mereka sudah pasti selalu memprioritaskan buku-buku yang mampu memberi keuntungan. Pun tidak bisa pula mencaci pembaca dengan berkata mereka hanyalah sekelompok pembaca malas karena enggan menyentuh karya sastra. Untuk menyiasatinya, penulis sastra dituntut lebih kreatif lagi membuat terobosan atau menciptakan celah agar bisa terus berkaya, sekaligus membiayai hidup. Imajinasi tidak hanya dibutuhkan saat menulis, melainkan juga saat kepepet: ketika menghadapi kenyataan bahwa profesi yang digeluti ternyata tidak mampu menghidupi.

Seno Gumira Ajidarma, misalnya, selain dikenal sebagai penulis sastra juga sebagai wartawan dan dosen. Linda Cristanty pun menempuh jalur serupa, menjadi penulis sekaligus wartawan. Sementara seorang penulis dari Yogyakarta, Kris Budiman, setelah novelnya yang berjudul Lumbini terbit, lebih menggiati profesi sebagai fotografer candi, sembari menjadi kurator lukisan dan pengkaji sastra. Ragam profesi tersebut merupakan contoh terobosan yang dilakukan sejumlah penulis sastra demi bertahan hidup, terutama ketika penjualan karya mereka tidak menggembirakan.

Menjadi editor, penulis skenario, pembicara dalam pelatihan menulis, hingga membuka usaha juga merupakan profesi-profesi sampingan yang sering kali dipilih, selain pekerjaan pokok sebagai penulis sastra.

Toh, dengan beragam profesi tersebut, karya mereka tetap oke-oke saja-walaupun ada pula yang dibuat lupa menulis oleh kesibukan pekerjaan sampingannya.

Saya sendiri memilih rajin mengikuti kuis berhadiah, kuis teka- teki silang, undian produk, atau lomba resep masakan sebagai salah satu terobosan. Semisal, sebuah produk minuman mengadakan kuis seputar produknya, maka saya akan mengikutinya. Meskipun hanya mendapatkan berkotak-kotak kopi, misalnya-bukan uang-jika memenangi kuis itu, setidaknya saya bisa sedikit menghemat atau mengalihkan uang “beli kopi” untuk kepentingan lain. Contoh lain, saya juga mengikuti lomba menulis resep berhadiah panci. Bukankah lumayan mendapat panci gratis tanpa membeli?

Saya memilih terobosan tersebut karena tidak terlalu memakan waktu, meskipun terkesan “untung-untungan “-serupa pula dengan kesempatan sebuah media memuat kiriman cerpen saya. Dengan begitu, sebagian besar waktu saya pun bisa digunakan untuk membaca, melakukan riset, dan menulis karya sastra. Saat-saat menggembirakan bagi saya bukanlah pada waktu menerima laporan penjualan dari penerbit-yang umumnya berisi sederet angka dengan nol yang pelit-melainkan ketika tahu telah beruntung memenangi sebuah kuis atau undian. Bukankah menarik menjadi penulis sastra yang rajin ikut kuis?

Semoga terobosan ini bisa menjadi inspirasi bagi penulis lain. Sekarang, sembari menunggu karya saya meledak di pasaran, saya akan menjawab sebuah kuis berhadiah telepon saku tercanggih. Lumayan kalau beruntung mendapatkannya, saya bisa menjualnya kembali dan uangnya untuk menambah dana belanja bulanan.

ANINDITA S THAYF Penulis, Tinggal di Yogyakarta

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati