Joni Ariadinata
http://www.jawapos.com/
Di pintu surga nanti, ia adalah kambing yang sial. Daging memang gemuk-gempal, bulu putih mulus, tanduk melingkar kokoh, harapan hidup dan masa depan gemilang –ya ya, memang begitu, semua ihwal tentang syarat masuknya ”surga para kambing” (seperti yang dikatakan Tuhan dalam kitab-Nya) telah tercukupi. Maka ketika roh baiknya dicabut, ia tersenyum. Di saat liang nafasnya ngorok lantaran sekarat, kamu bayangkanlah itu: ”darah ini muncrat melesat dari jantung muda dan sehat!” Maka ia teramat ikhlas. Di kala lehernya yang mulus itu digorok dengan bismillah, lalu tulang penyangga leher itu ditebas paksa dengan suara ”krak!” hingga menggelindinglah kepalanya dengan sukses (disertai sorak sorai anak-anak), ia masih begitu gembira. Lalu kakinya yang kokoh dipotong-potong, kulitnya yang mulus disayat-sayat, dagingnya diiris-iris, jerohan diobrak-abrik, hati dan jantung dicabut, tulang-belulang dicacah dirajang dipisah-pisah….
Maka rohnya yang suci dan penuh harapan pun terbang menuju pintu surga. Surga yang dijaga para malaikat (malaikat yang menyerupai kambing-kambing dengan ketampanan tak tertandingi). Lalu, pada saat itulah ia tahu bahwa ia adalah kambing yang sial. Seorang malaikat penjaga dengan tegas berkata: ”Tuhan telah berkata kepadamu, lewat perantara aku, bahwa kamu ditolak untuk memasuki surga.”
Demikianlah maka ia menggerutu tentang sebab-sebab nasib yang celaka.
Kampung Darjeling, itulah kampung para pencari surga yang ingin ia ceritakan. Di bawah terob deklit plastik saat seutas tali gantungan terpancang hebat, menjulur mengayun-ayun. Orang-orang menatap kagum, para lelaki, perempuan-perempuan, anak-anak, menantikan sesuatu. Berderet, bergimbung, ada yang pura-pura sibuk, menggobrol, menunjuk-nunjuk. Langit cerah. Angin sejuk. Di bawah deklit tali gantungan semakin hebat. Lalu meledak suara riuh: ”Mereka datang!” Load speaker merek Toa dibunyikan: ”Sodara-sodara, binatang sudah datang. Harap bertepuk tangan!!”
”Semua takbir! Ayo, yang bisa takbiran, semua ikut takbir! Mumpung hari raya kurban. Yang hanya bisa ngomongin orang saja, kali ini diam! Ibu-ibu jangan cerewet. Cukup kalian lihat. Ke mana Usthaadd Mariot, he?” Haji Dulroji sinis menyebut kata ”ustad” dengan ”usthaadd” lantaran kedudukannya di mata Tuhan lebih baik. Lalu tiga lelaki tua, peot, dan mungkin hampir mati, mengerti: mereka tertawa. Lalu seorang di antara yang tua, peot, dan mungkin hampir mati itu bilang: ”Usthaadd Mariot tak kelihatan. Tak datang. Dia pasti malu.”
”Apa perlu disusul?”
”Tak perlu,” Haji Dulroji merebut mikropon yang dipegang Solsoleh. Solsoleh tentu bersikeras mempertahankan mikropon seperti membela nyawanya sendiri lantaran ”dalam rapat panitia besar, ia ditetapkan secara resmi menjadi pembawa acara”. Solsoleh memberi sumbangan untuk binatang sebanyak 20 ribu, itulah kenapa ia mendapat kehormatan sebagai pembawa acara. Sementara Kaji Dulroji (ia menyebut kata ”haji” dengan ”kaji” semata-mata lantaran benci), cuman menyumbang 5 ribu. Tapi demi Tuhan Yang Maha Penyayang (karena melihat bagaimana mata Kaji Dulroji melotot), ia ngeri, dan menyerahkan mikropon segera. ”Aku hanya pinjam mikroponnya sebentar, Solsoleh!”
”Nah, sodara-sodara,” teriak speaker Toa dari mulut Haji Dulroji, ”sehubungan karena Usthaaaadddd Mariot tak datang (hadirin tertawa), maka kita mulai saja penyembelihan binatang. Tak perlu pake doa bahasa Arab untuk memulai pembunuhan binatang, karena hanya Usthaaadd Mariot yang biasanya suka pamer, pura-pura ngerti bahasa Arab (hadirin tertawa lagi). Tuhan tidak bodoh. Dia pasti ngerti bahasa kita. Setuju?”
”Setuju!”
Orang-orang bersorak. Bergimbung berkeliling. Membentuk lingkaran. Binatang yang baru datang (diiringi sorak sorai) digiring ke tengah naungan deklit, di bawah tali gantungan hebat. Ia adalah binatang, seekor kambing gemuk yang gagah. Ia yang sesungguhnya dididik oleh tangan gembala jujur. Dengan makanan rumput halal yang selalu dijemput dengan bismillah. Hingga pada sebuah pagi (sebuah pagi yang ia rasakan sebagai puncak kemudaan dan kegagahan), tubuhnya yang perkasa itu digiring menuju pasar hewan. Lalu seorang saudagar bernama Juragan Imron menaksirnya dengan penuh kekaguman. Pada saat bersamaan, muncul Lelaki Berpakaian Santri membawa segepok recehan terdiri dari uang logam ratusan, seribuan, lima ribuan, dan sepuluh ribuan dengan ukuran fantastik: satu kantong plastik kresek. Demikian Lelaki Berpakaian Santri mengatakan: ”Uang hasil patungan warga Kampung Darjeling untuk satu ekor kambing gemuk!” Gembala jujur menerima uang dari Juragan Imron tujuh ratus dua puluh ribu. Lelaki Berpakaian Santri membeli kambing gemuk dari Juragan Imron seharga delapan ratus dua puluh ribu, dengan pesan penting (didahului oleh ucapan assalamu’alaikum) sebagai berikut: ”Dalam kuitansi, catat harganya sembilan ratus lima puluh dua ribu!” Tentu, Juragan Imron mengatakan dengan bijak: ”Biasa lah sodara, kita sama-sama maklum. Tambah dua puluh ribu untuk menaikkan angka kuitansi. Bagaimana?” Kedua-duanya mengangguk. Kedua-duanya tertawa. Lelaki Berpakaian Santri menyeret binatang dengan impian bisa membelikan anaknya pakaian, sekaligus ”jatah daging paling banyak”. Sementara Juragan Imron melepas binatang dengan lega sambil menjawab ucapan salam yang berbunyi, ”Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarokaatuh.”
Maka demikianlah binatang paling beruntung di hari raya kurban itu diseret menuju tiang tali gantungan. Haji Dulroji berkenan untuk tetap merebut mikropon dari Solsoleh, mengatakan dengan khidmat: ”Sodara-sodara, seperti kita ketahui bahwasanya Usthaaadd Mariot tidak datang karena malu. Kenapa karena malu? Karena sodara-sodara, seperti kita ketahui, dia tidak setuju dengan adanya kurban patungan. Nah, sehubungan dengan itu, saya minta sodara yang biasa membunuh binatang supaya maju menggantikan Usthaaadd Mariot!”
”Kalo dia tidak setuju kurban patungan, kenapa dia tidak kurban saja sendirian?”
”Nah, betul apa katamu Murod! Dia bilang, kurban patungan itu tidak sah. Nah, apa pendapatmu Murod? Seperti kita ketahui bersama, sodara-sodara, kurban itu yang penting adalah binatang. Binatang itu sekarang sudah ada, yaitu hasil patungan kita, warga yang beriman. Untuk itu, marilah sebelum kita bunuh, kita berdoa pake bahasa kita! Nah, sodara Murod, apakah kamu pernah membunuh binatang?”
”Saya pernah membunuh babi hutan.”
”Sebentar Pak Haji, apa perlu para penyumbang patungan itu diumumkan?” seseorang menyela.
”Tidak perlu!!” buru-buru Haji Dulroji mengelak dengan galak, tentu ia yang akan malu lantaran nilai patungannya cuman lima ribu. Ketika Ustad Mariot menuding pada saat rapat besar kampung, seminggu yang lalu, ia masih bisa mengelak dengan mengatakan: ”Sebagai haji, tentu aku sudah berniat berkurban. Tapi karena anakku mendadak minta dibelikan sepeda balap, maka niat itu terpaksa kutunda. Tahun depan aku pasti berkurban. Nah, sodara Ustad Mariot, daripada tidak ada yang berkurban sama sekali, bukankah lebih baik patungan? Nah, kurban itu yang paling penting adalah ada binatang, nah, bla-bla-bla….”
”Sodara Murod, apakah sudah siap membunuh binatang?” kembali Haji Dulroji memberi perintah. ”Tak usah diumumkan. Tuhan toh sudah tahu siapa yang beriman dan siapa yang tidak.”
”Sebentar Pak Haji, ada surat dari Kepala Dusun!” seseorang menyeruak maju. Haji Dulroji kembali mangkel. ”Surat apa, heh?”
”Katanya amanat. Penting.”
Haji Dulroji menggerutu. Ia menerima amanat penting dan membacanya dalam hati: ”Kepada Haji Dulroji, ulama kepala panitia kurban. Sehubungan saya mendengar akan ada perayaan yang di dalamnya ada menyembelih kambing. Maka sehubungan istri saya hamil dan tadi malam nyidam dan ada permintaan perihal daging kambing. Maka harap setelah selesai penyembelihan, dikirim buntut dan satu paha kanan belakang untuk kepentingan nyidam dimaksud. Harap diteruskan kepada yang berwenang membagikan daging kambing. Sekian dan terima kasih. Tertanda Ngadimin Basir Kepala Dusun.”
Haji Dulroji komat-kamit tak jelas. Hadirin mendekat tak sabar, merubung hingga Haji Dulroji sontak marah: ”Yang tidak berkepentingan bubar! Coba, panitia inti berkumpul. Kita rapat darurat!” Tentu, mendengar kata rapat darurat (yang artinya adalah pasti gawat), 23 orang panitia inti yang terdiri dari 7 sesepuh sebagai koordinator setiap seksi, serta 16 anggota tetap langsung mendekat. Rapat bisik-bisik. Surat amanat kembali dibaca bisik-bisik. Tegang. Seseorang sesepuh bilang tak apa. Yang lain usul jangan paha kanan, buntut dan kaki kanan saja. Hus, lelaki ketua RT yang adalah masih famili Kepala Dusun menggerutu. Sukarim, ketua seksi undangan yang sejak awal memang gelisah, bilang dengan malu, ”Sebetulnya saya kepingin terus terang, istri saya kurang darah, tentu saja kalau boleh saya mau minta hatinya, dan juga jatah daging tentu, yah… begitulah yang namanya penyakit, saya pikir semua pasti setuju, yah…” Demi mendengar hal-hal kegawatan soal penyakit, tiba-tiba semua wajah mendadak cerah. Sepertinya telah datang ilham-ilham yang baik. Haji Dulroji berkata jujur, ia kena asam urat, maka untuk jatahnya tak boleh tercampur usus, ”harus daging semua”. 10 orang langsung mengatakan setuju, sambil mengatakan bahwa akhir-akhir ini mereka juga merasa darah rendah, ”kalau berdiri suka agak pusing,” katanya. Walhasil, bagi yang mengatakan darah rendah, jatahnya harus ditambah. Ada yang usul secara istimewa bahwa sudah seminggu ini dua anaknya bertengkar terus, harus dikasih torpedo katanya, biar rukun. ”Maksud sodara Sali, dikasih kontol kambing? Itu memang baik untuk merukunkan dua saudara yang bertengkar, baik, nanti kita tambah jatahnya dengan torpedo.” Semua tertawa. Lucu. Akhirnya rapat darurat ditutup dengan kesimpulan-kesimpulan yang mengagumkan. Seluruh panitia inti bisa bernafas lega, sampai ketika tiba-tiba Ahmad Masri bertanya: ”Bagaimana dengan jatah Ustad Mariot?”
Panitia inti yang nyaris bubar dengan tertawa, tiba-tiba hening. Menatap Haji Dulroji dengan tegang.
”Tak usah dikasih! Dia kan tidak setuju,” Haji Dulroji berkata tegas.
”Tapi bagaimanapun dia imam di surau. Dan juga sering ngisi pengajian di kampung sebelah. Bagaimana kalau dia terus ngomongkan fitnah di kampung sebelah?” Nah, ini dia muncul persoalan, dan baru terpikir oleh semua, bahwa Ustad Mariot bermulut tipis, nyinyir, dan ceriwis. Maka, demi melihat kegawatan muka-muka panitia inti yang mendadak terdiam, dengan bijak akhirnya Haji Dulroji mengambil keputusan penting. Sebuah keputusan yang diyakini semua pihak berdasarkan ilham yang datang dari Tuhan.
”Kalau begitu, kita kirim kepala kambing!”
Rapat bubar. Di bawah tali gantungan yang hebat, Murod komat-kamit berdoa, dengan gobang berkilat. Siap membunuh.
Adalah kambing sial, yang seluruh jiwa dan raganya telah dipasrahkan pada kehendak takdir. Di bawah naungan deklit. Angin sejuk. Matahari yang cerah. Kegembiraan orang-orang. Sesungguh-sungguhnyalah ia adalah kambing gemuk perkasa, yang dibesarkan oleh tangan gembala jujur. Dengan rumput halal yang senantiasa dijemput dengan bismillah. Maka ketika rohnya tercerabut, ia terbang dengan penuh keyakinan menuju pintu surga. Terbang diiringi gema takbir bersama jutaan roh-roh binatang suci yang datang dari berbagai penjuru. Demikian ia tak pernah paham, bahwa keputusan Tuhan atas nasibnya yang gemilang, lantaran terhalang oleh kemarahan seorang lelaki. Begitulah malaikat penjaga surga itu menceritakan, tentang seorang lelaki miskin yang tiba-tiba beringas. ”Ia adalah lelaki miskin yang menenteng kepala kambing penuh darah dari pintu rumahnya. Lelaki itu kemudian berteriak dan menyebut kepala kambing itu dengan sebutan ”kepala kambing haram”. Dan dengan bengis melemparkannya ke tengah orang-orang.”
Jogjakarta, Desember 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 07 Desember 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel GarcÃa Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar