Danarto
http://www.infoanda.com/Republika
Alhamdulillah, akhirnya kita punya film yang bisa dijadikan bahan perdebatan yang asyik, Ekskul, karya Natayo Fio Nuala. Berkali-kali saya memutar ulang adegan perakitan pestol oleh Joshua (dimainkan oleh Ramon Y Tungka) dari vcd yang saya pinjam dari rental. Tak ada dialog, tak pula kedumelan, cukup dengan bahasa gambar.
Adegan itulah satu di antara sejumlah bagian dalam film itu yang ditelusuri oleh para juri Festival Film Indonesia 2006 yang memilih Ekskul sebagai film terbaik, dan para sineas yang menentang keputusan juri itu.
Setelah perakitan pestol selesai, tampak Joshua menatap sebutir peluru yang lalu memasukkannya ke magasin pestol. Bagi para juri, itulah peluru baru hasil rakitan Joshua. Sedang para sineas meyakini, itulah satu-satunya peluru yang menyertai pestol ketika Joshua membelinya dari pedagang senjata.
Yang jadi masalah bagi para sineas, memiliki satu peluru, namun Joshua meletuskan pestolnya dua kali. Ini janggal. Sedang bagi juri, terjadi dua kali letusan karena Joshua memang punya dua butir peluru. Sementara itu, bagi saya sebagai penggemar film, tak masalah Joshua punya satu atau dua peluru, seperti saya juga tidak menuntut Peter Jackson, sutradara film King Kong, untuk melukiskan adegan pemboyongan binatang raksasa itu dari Kepulauan Indonesia ke New York.
Dalam pernyataan sikap, Masyarakat Film Indonesia (MFI) memprotes film Ekskul yang memenangi piala Citra FFI 2006 sebagai film terbaik. Film itu dianggap melakukan pelanggaran hak cipta dalam penggunaan ilustrasi musik film. Namun, pelanggaran musik film yang mana dan dari film apa, tak disebut dalam pernyataan sikap itu. Desas-desus yang saya dengar, kabarnya Ekskul mencomot, tanpa izin, ilustrasi musik dari film Taegukgi (Korea Selatan), Gladiator, dan Munich.
Jika demikian persoalannya, sebenarnya kelalaian penyantuman sumber musik film oleh pihak produser film Ekskul, Indika Entertainment, tidak mengurangi kebagusan film Ekskul yang telah dipilih oleh para juri. (Walau Gunther Grass pernah menjadi anggota Nazi, kemenangannya atas Hadiah Nobel Sastra tidak dicabut). Kabar terakhir, pihak Universal Music pemilik musik Gladiator sudah menggugat pihak Indika dan membawanya ke pengadilan.
Jika sudah begini, saya mengimbau kepada pihak Indika Entertainment untuk menggugat film Once Upon a Time in America karya Sergio Leone (1983) yang tidak mencantumkan sumber ilustrasi gamelan wayang kulit (hamper lima menit) dan nama Rahayu Supanggah (dari Solo), komponis papan atas kita yang membantu sebuah adegan dalam film itu. Padahal nama petugas pengadaan properti saja ditulis dalam credit-titles film itu.
Juga film Satyricon karya Federico Fellini yang tidak mencantumkan sumber ilustrasi suara ‘cak’ dari Tari Kecak Bali. Yang mengerikan adalah tertipunya para penari Jawa ketika syuting menari di Candi Prambanan dengan bintang Barat, yang janjinya untuk film pariwisata, tidak tahunya setelah beredar di sini, menjadi film soft-core, Emmanuelle.
Rendra sendiri pernah marah menanggapi protes Bob Geldof terhadap pembajakan musik We are the World di Indonesia. Menurut Rendra, Barat itu jagonya membajakan. Sebenarnya tidak itu saja, Barat adalah perampok kekayaan kita.
Undang-undang menyatakan bahwa pemakaian kekayaan warisan kebudayaan dunia itu tidak memerlukan izin. Semisal Beatles yang mencomot lagu kebangsaan Prancis. Namun demikian, Mira Lesmana pernah menerima surat peringatan untuk mengurus perizinan atas penggunaan sepotong lagu Padamu Negeri yang dinyanyikan para mahasiswa dalam film Gie padahal sebenarnya pemakaian lagu pusaka itu tidak memerlukan izin.
Begitu bebasnya penggunaan kekayaan warisan kebudayaan dunia namun tidak dengan sendirinya bebas pula untuk tidak mencantumkan sumbernya. Nayato, tanpa disadarinya telah melakukan perlawanan terhadap struktur hirarki kemapanan yang hegemonik atas kreativitas, orijinalitas, dan hak cipta. Tidakan Nayato (yang boleh jadi merasa kecil, tidak berarti, dan pasti tidak dikenal di Barat) telah membangunkan kita dari tidur lelap atas hak cipta kekayaan intelektualitas kita. Mengapa kita begitu menghormati Barat, sedang Barat menganggap kita tai kucing.
Juri menyatakan bahwa Nayato tentu tak bodoh untuk lalai terhadap jumlah peluru yang dimiliki Joshua. Agaknya Nayato dengan nakal melemparkan teka-teki peluru itu supaya kita meributkannya. Ketika kita berdebat, ia terkikik-kikik di belakang punggung kita. Ini gaya khas seniman kontemporer. Penyutradaraan Nayato atas Ekskul, brilian. Seluruh pemain yang berusia belasan tahun itu bermain memikat. Aktingnya meyakinkan. Tokoh Joshua dengan keluarga, sekolah, dan teman-temannya satu kelas, menyatu benar. Tata lampu yang sempat diributkan karena dianggap tidak jelas penggambaran siang-malamnya, sudah tidak relevan lagi mengingat ekspresi kreativ Ekskul begitu solid.
Kameranya energetik. Editingnya mulus. Lensa kamera yang selalu bergetar itu, menggambarkan ketegangan yang terjaga iramanya dengan orang-orang yang lalu-lalang yang rentan terhadap konflik, ciamik banget. Ekskul bercerita tentang remaja yang menderita oleh tindakan kekerasan di rumah maupun di sekolah. Akhirnya remaja itu membalas dendam dengan melakukan tindak kekerasan pula, menyandera teman-temannya, siswa maupun siswi.
Dalam khazanah seni kontemporer, sikap Nayato yang tak menyantumkan sumber ilustrasi musik filmnya itu merupakan suatu sikap “reforimpuls” yang menghadapi karya (orang lain) sebagai harta karun yang bebas diperebutkan. Sikap itu berarti pula bahwa seniman yang telah menggulirkan karyanya ke masyarakat, dianggap sudah tidak penting lagi, alias sudah mati.
Noorca Massardi dan Yudhistira Massardi, sastrawan kembar, pernah membuat puisi-puisi humor berdasar puisi-puisi papan atas dari para penyair jawara. Bahkan para penyair yang puisinya dibuat lelucon itu, tertawa-tawa, merasa mendapat hiburan. Saya pernah menggabungkan puisi Chairil Anwar dengan puisi Sapardi Djoko Damono, yang saya aku-kan sebagai karya saya karena saya sudah berhasil melakukan editing.
Saya pernah membuat story-board yang tokohnya menjelajahi dari film terkenal ke film ternama lainnya. Tokoh itu, ambil misal Zaenal Abidin Domba, muncul dari dalam air setelah Martin Sheen muncul dari dalam air dalam film Apocalipse Now. Lalu Si Domba menghambur ke pasangan Marlon Brando dan Romy Schneider dalam Last Tango in Paris untuk membebaskan Feby Febiola yang terperangkap di dalam tubuh Schneider. Begitu selanjutnya, adegan demi adegan penuh kejutan. Story-board ini saya beri judul Lintas Tanpa Batas.
Seni kontemporar yang meliputi seluruh bidang seni, memang sangat liberal. Bisa sekali antara bidang yang satu ke bidang yang lain terkait sehidup semati. Antara seni rupa dengan teater. Antara film dengan tari. Antara musik dengan sastra. Di Barat pernah seorang seniman menghancurkan piano, ada pula seorang professor memamerkan mayat-mayat dalam suatu instalasi seni rupa.
Debus Banten sebenarnya merupakan pameran instalasi seni rupa dengan teater. Di Jakarta pada 1973, seorang pelukis memamerkan kanvas-kanvas kosong. Pelukis itu pula pernah dalam pementasan teaternya, menyuguhkan empat adegan sekaligus, supaya penonton bisa memilih adegan mana yang disukainya.
Sardono mementaskan pertunjukan teater tari yang panggung para pemainnya adalah kubangan lumpur. Lukisan Monalisa berkumis karya Marcel Duchamp termasuk karya yang penting. Seorang pelukis Peru, Herman Braun -Vega, menyontek ke dalam lukisannya (1984), karya Vermeer, Goya, dan Picasso, yang ia beri judul Fame, after Vermeer, with Goya and Picasso. Karya ini termasuk yang menandai dengan tajam karya abad 20.
Secara penampilan dan tindakan, seni kontemporer seolah mengajak mati rame-rame. Tapi hakekatnya tidak. Justru mengajak hidup rame-rame. Jika ada aktor yang bergelut dalam lumpur, jika pemain debus mengiris lidahnya sampai berdarah-darah, jika pelukis menganggap kanvas kosong adalah lukisan, jika seorang profesor memamerkan mayat-mayat, itu tandanya seniman menghayati benar penderitaan dunia. Para seniman ingin hidup abadi.
*) Sastrawan dan pengamat budaya
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar