Jumat, 29 Oktober 2010

Debat Ekskul dan Seni Kontemporer

Danarto
http://www.infoanda.com/Republika

Alhamdulillah, akhirnya kita punya film yang bisa dijadikan bahan perdebatan yang asyik, Ekskul, karya Natayo Fio Nuala. Berkali-kali saya memutar ulang adegan perakitan pestol oleh Joshua (dimainkan oleh Ramon Y Tungka) dari vcd yang saya pinjam dari rental. Tak ada dialog, tak pula kedumelan, cukup dengan bahasa gambar.

Adegan itulah satu di antara sejumlah bagian dalam film itu yang ditelusuri oleh para juri Festival Film Indonesia 2006 yang memilih Ekskul sebagai film terbaik, dan para sineas yang menentang keputusan juri itu.

Setelah perakitan pestol selesai, tampak Joshua menatap sebutir peluru yang lalu memasukkannya ke magasin pestol. Bagi para juri, itulah peluru baru hasil rakitan Joshua. Sedang para sineas meyakini, itulah satu-satunya peluru yang menyertai pestol ketika Joshua membelinya dari pedagang senjata.

Yang jadi masalah bagi para sineas, memiliki satu peluru, namun Joshua meletuskan pestolnya dua kali. Ini janggal. Sedang bagi juri, terjadi dua kali letusan karena Joshua memang punya dua butir peluru. Sementara itu, bagi saya sebagai penggemar film, tak masalah Joshua punya satu atau dua peluru, seperti saya juga tidak menuntut Peter Jackson, sutradara film King Kong, untuk melukiskan adegan pemboyongan binatang raksasa itu dari Kepulauan Indonesia ke New York.

Dalam pernyataan sikap, Masyarakat Film Indonesia (MFI) memprotes film Ekskul yang memenangi piala Citra FFI 2006 sebagai film terbaik. Film itu dianggap melakukan pelanggaran hak cipta dalam penggunaan ilustrasi musik film. Namun, pelanggaran musik film yang mana dan dari film apa, tak disebut dalam pernyataan sikap itu. Desas-desus yang saya dengar, kabarnya Ekskul mencomot, tanpa izin, ilustrasi musik dari film Taegukgi (Korea Selatan), Gladiator, dan Munich.

Jika demikian persoalannya, sebenarnya kelalaian penyantuman sumber musik film oleh pihak produser film Ekskul, Indika Entertainment, tidak mengurangi kebagusan film Ekskul yang telah dipilih oleh para juri. (Walau Gunther Grass pernah menjadi anggota Nazi, kemenangannya atas Hadiah Nobel Sastra tidak dicabut). Kabar terakhir, pihak Universal Music pemilik musik Gladiator sudah menggugat pihak Indika dan membawanya ke pengadilan.

Jika sudah begini, saya mengimbau kepada pihak Indika Entertainment untuk menggugat film Once Upon a Time in America karya Sergio Leone (1983) yang tidak mencantumkan sumber ilustrasi gamelan wayang kulit (hamper lima menit) dan nama Rahayu Supanggah (dari Solo), komponis papan atas kita yang membantu sebuah adegan dalam film itu. Padahal nama petugas pengadaan properti saja ditulis dalam credit-titles film itu.

Juga film Satyricon karya Federico Fellini yang tidak mencantumkan sumber ilustrasi suara ‘cak’ dari Tari Kecak Bali. Yang mengerikan adalah tertipunya para penari Jawa ketika syuting menari di Candi Prambanan dengan bintang Barat, yang janjinya untuk film pariwisata, tidak tahunya setelah beredar di sini, menjadi film soft-core, Emmanuelle.

Rendra sendiri pernah marah menanggapi protes Bob Geldof terhadap pembajakan musik We are the World di Indonesia. Menurut Rendra, Barat itu jagonya membajakan. Sebenarnya tidak itu saja, Barat adalah perampok kekayaan kita.

Undang-undang menyatakan bahwa pemakaian kekayaan warisan kebudayaan dunia itu tidak memerlukan izin. Semisal Beatles yang mencomot lagu kebangsaan Prancis. Namun demikian, Mira Lesmana pernah menerima surat peringatan untuk mengurus perizinan atas penggunaan sepotong lagu Padamu Negeri yang dinyanyikan para mahasiswa dalam film Gie padahal sebenarnya pemakaian lagu pusaka itu tidak memerlukan izin.

Begitu bebasnya penggunaan kekayaan warisan kebudayaan dunia namun tidak dengan sendirinya bebas pula untuk tidak mencantumkan sumbernya. Nayato, tanpa disadarinya telah melakukan perlawanan terhadap struktur hirarki kemapanan yang hegemonik atas kreativitas, orijinalitas, dan hak cipta. Tidakan Nayato (yang boleh jadi merasa kecil, tidak berarti, dan pasti tidak dikenal di Barat) telah membangunkan kita dari tidur lelap atas hak cipta kekayaan intelektualitas kita. Mengapa kita begitu menghormati Barat, sedang Barat menganggap kita tai kucing.

Juri menyatakan bahwa Nayato tentu tak bodoh untuk lalai terhadap jumlah peluru yang dimiliki Joshua. Agaknya Nayato dengan nakal melemparkan teka-teki peluru itu supaya kita meributkannya. Ketika kita berdebat, ia terkikik-kikik di belakang punggung kita. Ini gaya khas seniman kontemporer. Penyutradaraan Nayato atas Ekskul, brilian. Seluruh pemain yang berusia belasan tahun itu bermain memikat. Aktingnya meyakinkan. Tokoh Joshua dengan keluarga, sekolah, dan teman-temannya satu kelas, menyatu benar. Tata lampu yang sempat diributkan karena dianggap tidak jelas penggambaran siang-malamnya, sudah tidak relevan lagi mengingat ekspresi kreativ Ekskul begitu solid.

Kameranya energetik. Editingnya mulus. Lensa kamera yang selalu bergetar itu, menggambarkan ketegangan yang terjaga iramanya dengan orang-orang yang lalu-lalang yang rentan terhadap konflik, ciamik banget. Ekskul bercerita tentang remaja yang menderita oleh tindakan kekerasan di rumah maupun di sekolah. Akhirnya remaja itu membalas dendam dengan melakukan tindak kekerasan pula, menyandera teman-temannya, siswa maupun siswi.

Dalam khazanah seni kontemporer, sikap Nayato yang tak menyantumkan sumber ilustrasi musik filmnya itu merupakan suatu sikap “reforimpuls” yang menghadapi karya (orang lain) sebagai harta karun yang bebas diperebutkan. Sikap itu berarti pula bahwa seniman yang telah menggulirkan karyanya ke masyarakat, dianggap sudah tidak penting lagi, alias sudah mati.

Noorca Massardi dan Yudhistira Massardi, sastrawan kembar, pernah membuat puisi-puisi humor berdasar puisi-puisi papan atas dari para penyair jawara. Bahkan para penyair yang puisinya dibuat lelucon itu, tertawa-tawa, merasa mendapat hiburan. Saya pernah menggabungkan puisi Chairil Anwar dengan puisi Sapardi Djoko Damono, yang saya aku-kan sebagai karya saya karena saya sudah berhasil melakukan editing.

Saya pernah membuat story-board yang tokohnya menjelajahi dari film terkenal ke film ternama lainnya. Tokoh itu, ambil misal Zaenal Abidin Domba, muncul dari dalam air setelah Martin Sheen muncul dari dalam air dalam film Apocalipse Now. Lalu Si Domba menghambur ke pasangan Marlon Brando dan Romy Schneider dalam Last Tango in Paris untuk membebaskan Feby Febiola yang terperangkap di dalam tubuh Schneider. Begitu selanjutnya, adegan demi adegan penuh kejutan. Story-board ini saya beri judul Lintas Tanpa Batas.

Seni kontemporar yang meliputi seluruh bidang seni, memang sangat liberal. Bisa sekali antara bidang yang satu ke bidang yang lain terkait sehidup semati. Antara seni rupa dengan teater. Antara film dengan tari. Antara musik dengan sastra. Di Barat pernah seorang seniman menghancurkan piano, ada pula seorang professor memamerkan mayat-mayat dalam suatu instalasi seni rupa.

Debus Banten sebenarnya merupakan pameran instalasi seni rupa dengan teater. Di Jakarta pada 1973, seorang pelukis memamerkan kanvas-kanvas kosong. Pelukis itu pula pernah dalam pementasan teaternya, menyuguhkan empat adegan sekaligus, supaya penonton bisa memilih adegan mana yang disukainya.

Sardono mementaskan pertunjukan teater tari yang panggung para pemainnya adalah kubangan lumpur. Lukisan Monalisa berkumis karya Marcel Duchamp termasuk karya yang penting. Seorang pelukis Peru, Herman Braun -Vega, menyontek ke dalam lukisannya (1984), karya Vermeer, Goya, dan Picasso, yang ia beri judul Fame, after Vermeer, with Goya and Picasso. Karya ini termasuk yang menandai dengan tajam karya abad 20.

Secara penampilan dan tindakan, seni kontemporer seolah mengajak mati rame-rame. Tapi hakekatnya tidak. Justru mengajak hidup rame-rame. Jika ada aktor yang bergelut dalam lumpur, jika pemain debus mengiris lidahnya sampai berdarah-darah, jika pelukis menganggap kanvas kosong adalah lukisan, jika seorang profesor memamerkan mayat-mayat, itu tandanya seniman menghayati benar penderitaan dunia. Para seniman ingin hidup abadi.

*) Sastrawan dan pengamat budaya

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati