Rabu, 08 September 2010

Menelusuri Jejak Skriptorium dan Tradisi Pernaskahan Masyarakat Kediri, Jombang, dan Lamongan*

Agus Sulton
http://pondokpayak.wordpress.com/

Pendahuluan
Tradisi menulis sudah dimulai sejak berabad-abad lampau sebelum Islam datang ke Jawa Timur. Hal ini, terbukti dari penemuan batu bertulis—yang banyak tersebar di Jawa Timur. Secara tidak langsung bukti peninggalan tersebut merupakan produk peradaban nenek moyang kita pada masa pengaruh Hindu-Budha. Tulisannya masih berbentuk Kakawin atau tembang Gedhe dengan aksara Jawa kuno. Keberadaan ini—diperkuat dengan temuan prasasti Poh Rinting 851 Saka di desa Glagahan kecamatan Perak kabupaten Jombang, prasasti Geweng 855 Saka di desa Teggaran kecamatan Peterongan kabupaten Jombang, dan prasasti Anjukladang 937 M masa pemerintahan Pu Sindok, dalam prasasti itu menjelaskan bahwa pusat pemerintahan yang semula di Medang (Jawa Tengah) kini berpindah ke Watugalug. Diduga Watugalug merupakan pusat pemerintahan Mataram kuno terletak di kecamatan Diwek kabupaten Jombang. Sejumlah prasasti, candi dan artefak banyak diketemukan oleh masyarakat Watugaluh.

Seiring berjalannya waktu tradisi tulis beralaskan batu mulai ditinggalkan dialihkan ke daun lontar, tulang, dan ukiran kayu, tetapi alas tulis batu tidak bisa lepas ditinggalkan begitu saja masih banyak mpu dari keluarga kerajaan yang masih tetap menggunakannya. Hal ini, terkait dengan perkembangan pola pikir pujangga istina kerajaan, bahwa menulis suatu kebutuhan untuk pendokumentasian (mencitrakan kekuasaan raja), sehingga lontar dijadikan posisi harmoni untuk menuliskan kesusastraan, silsilah raja, atau sekedar gambaran kehidupan istana karena lontar itu sendiri mempunyai daya kreasi penampungan tulisan yang tidak terbatas. Mamam S. Mahayana (2005: 21), selain menyuguhkan hiburan (kesusastraan) supranatural, fungsi pujangga pada istana kerajaan adalah sebagai aparat yang dapat mencitrakan kekuasaan raja dan melegitimasi kekuasaan raja. Oleh karena itu, selain praktis—tersimpan dalam bumbung (potongan bambu) lontar juga punya fungsi signifikan, yaitu pembacaan lontar pada saat upacara adat (Arps, 1990: 36, dalam Mulyadi).

Dalam konteks perkembangannya, kehidupan istana kerajaan mengalami kemunduran setelah Islam masuk melalui pesisir Timur pulau Jawa. Begitu juga karya tulis yang dihasilkan sangat memberikan dampak yang begitu pesat dan semakin beragam persoalan. Asdi S. Dipodjojo (1986: 7) membagi persoalan-persoalan tersebut menyangkut masalah:

1.hukum dan undang-undang
2.bermacam-macam pengetahuan
3.pelajaran agama Islam
4.ilmu tasawuf, dan
5.bermacam-macam hikayat

Persoalah atau ragam konsep tersebut nantinya akan dijadikan sebagai alat untuk mempengarui masyarakat yang sebelumnya masih memeluk agama Hindu, Budha, atau memeluk animisme, dinamisme. Sekitar abad ke-16 seorang penyiar agama Islam dari Arab bernama Maulana Malik Ibrahim menetap di Gresik. Penyiar lain bernama R. Mahdun (Sunan Bonang) atau Syakh al Barri yang terkenal dengan karyanya Wukuf Sunan Bonang merupakan hasil interpretasi dari kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazzali. Ulama-ulama tersebut melakukan penyiaran agama Islam (Islamisasi) terhadap penduduk sekitar dengan beragam cara, diantaranya menggunakan gamelan di depan halaman masjid pada saat memperingati kelahiran Nabi Muhammad selama satu minggu (Dipodjodjo, 1986: 19-20). Cara tersubut lebih efektif untuk mempengarui masyarakat pada saat itu, karena kebudayaan masyarakat Jawa lebih tinggi tarafnya, yaitu berpandangan hidup Hindu-Budha yang berlangsung berabad-abad lamanya (Dojosantosa, 1985: 5).

Pada gilirannya—Islam terus mengalami perkembangat begitu pesat terjadi pada abad ke-18 sampai dipelosok-pelosok Kediri, Jombang, dan Lamongan. Ini terbukti dari banyaknya manuskrip yang tersebar di perkampungan dan jejak sriptorium (sanggar tempat menulis atau penyalin naskah/manuskrip). Manuskrip-manuskrip itu memakai aksara Jawa, Arab, atau pegon (Arab-Jawa) dan masih tersimpan secara pribadi di pelosok-pelosok perkampungan, di langgar (mushola), masjid, dan pondok pesantren kuno yang jauh dari peradaban modern (lereng perbukitan atau ditengah hutan kecil).

Manuskrip (naskah) yang dikoleksi masyarakat itu kondisinya sangat memperihatinkan, karena sebagian naskah banyak yang berlubang (dimakan rayap), tercecer (tanpa sampul), dan rapuh (memet). Beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan tersebut tidak lain, adalah kurangnya perawatan (faktor primer) dan umur naskah, sehingga banyak naskah-naskah koleksi pribadi masyarakat awam—yang tidak ada sampulnya, dan bagian lembaran naskah banyak yang sobek, akhirnya hampir (sebagian) masyarakat Kediri, Jombang, Lamongan yang menyimpan naskah dalam kondisi seperti ini selanjutnya dibakar. Praktik pembakaran naskah bukan suatu hal yang aneh dan konyol, ini seperti adat atau kebiasaan orang awam di daerah. Robson (1994: 18-19) mengatakan sebagai ”rendah diri budaya” dan sesuatu yang dianggap maju adalah kebanyakan yang kebarat-baratan, sehingga sesuatu yang bernafaskan sumber sejarah nenek moyang (manuskrip) dianggap kuno dan terbelakang. Sikap seperti ini tidak ubahnya rasa hormat yang di buat-buat untuk segala sesuatu yang modern atau baru. Padahal, manuskrip dalam produk budaya diperankan sebagai penggalian internalisasi nilai-nilai atau semacam wodr of view dari sirkulasi alamiah akan dunia hiperrealitas (Sulton, 2010). Sementara itu, Robson menambahkan (1994: 9) dalam usaha membentuk ”kebudayaan nasional” yang terdiri dari ”puncak-puncak kebudayaan daerah” atau dapat membentuk dasar untuk ”identitas Indonesia” atau kebanggaan akan prestasi masa lalu.

Dengan demikian, keberadaan manuskrip-manuskrip di Kediri, Jombang, dan Lamongan merupakan warisan (khazanah) hasil budaya yang perlu untuk dikembangkan dan dilestarikan, selanjutnya dilakukan pengkajian lebih dalam agar mutiara yang terkandung dalam naskah benar-benar terungkap. Tamara A. Susetyo Salim (2008) mengungkapkan, bahwa manuskrip sebagai sebuah artefak budaya, yakni hasil karya budaya manusia, merupakan sumber informasi yang penting, baik diperpustakaan, kearsipan, museum, serta pusat-pusat dokumentasi serta informasi lainnya. Dari segi kandungan isinya, naskah-naskah yang tersebar di daerah-daerah itu banyak mengungkapkan ajaran-ajaran, tradisi, dan perkembangan agama Islam. Siti Baroroh Baried, dkk (1994: 10), dalam bukunya mengenai pengantar teori filologi, menyebutkan bahwa dari segi kandungan isinya naskah-naskah nenek moyang bangsa Indonesia menyimpan banyak informasi, seperti pengobatan, sejarah, ajaran-ajaran agama, dsb. Naskah-naskah yang menyimpan ajaran agama Islam banyak yang menggunakan tulisan Arab, Jawa, dan Pegon (Arab-Jawa), hal ini sangat penting untuk memahami sejarah perkembangan dan kehidupan agama Islam di Indonesia. Dari sini artefak budaya nampak sebagai akar kekuatan terciptanya identitas dan jatidiri bangsa, dan akhirnya terhindar dari posisi Indonesia yang subordinat atau pincang dalam posisi epigonis.

Usaha semacam itu tidak bisa lepas dukungan dari multi-pihak. Yang penting tetap konsisten dan tidak ditunggangi oleh beberapa kepentingan sepihak. Seperti apa yang sering terjadi belakangan ini, mendalami filologi karena unsur keterpaksaan—bertendensi untuk meraih beasiswa dan gelar semata. Padahal setelah gelar diraih, mereka akan demostikasi atau sekedar sadar budaya di lidah (penjinakan sosial budaya). Serangkaian ini akan memberikan perenungan kepada kita—yang terutama berkecimpung di ranah disiplin ilmu filologi. Masalah lain yang muncul, yaitu penelitian di Indonesia yang saat ini lebih memprioritaskan pada telaah teks, persoalan mengenai pengkoleksian dan pemeliharaan diabaikan. Seperti apa yang disinggung oleh Robson (1994: 4-5), keasyikan dengan pelestarian merupakan sebetulnya gejala, bahwa pasiennya sudah mati dan hanya tunggu dikremasi. Untuk itu kita sesegera mungkin melakukan langkah dengan gagasan yang jelas dalam usaha pelestarian dan sasaran dari pencapaian suatu hal.

Memang, pada dasarnya—yang penting untuk dikembangkan bukanlah semata-mata bentuk penelitian filologinya, melainkan lebih pada apresiasi kita terhadap naskah sebagai bagian masa lalu (Lubis, 2001: 6). Sampai saat ini hanya beberapa gelintir orang yang peduli untuk preservasi atau semacam perawatan, penggalian, digitalisasi terhadap naskah-naskah koleksi pribadi di masyarakat. Padahal kalau kita sedikit telusuri lebih dalam, koleksi naskah pribadi yang ada di Kediri, Jombang, dan Lamongan sungguh luar biasa jumlahnya, terutama manuskrip Islam (kitab ajaran). Sekitar abad 18-20 M banyak dilakukan penyalinan manual besar-besaran, terutama oleh sesepuh desa atau beberapa kyai dari pesantren, yaitu berupa kitab wacan (aksara pegon) dan kitab bermakna ”jenggotan” yang sekarang sudah dicetak ulang. Data ini penulis peroleh selama melakukan pelacakan dari kampung-kampung, pondok pesantren kuno, dan pemilik sanggar-sanggar budaya—dari tahun 2007-2010. Bisa dipastikan naskah yang dikoleksi secara pribadi oleh masyarakat Kediri (minus tankunswi), Jombang, dan Lamongan saat ini—yang belum terungkap jumlahnya sekitar 5.000-lebih, dalam kondisi 70% tidak terawat. Hal ini, dibutuhkan keterampilan atau metode tersendiri untuk melakukan melacak akan keberadaan naskah-naskah tersebut.

Selanjutnya dari konsep dan gagasan di atas, tulisan ini akan menjelaskan konsep naskah, fungsi penulisan (penyalinan) naskah, dan apa saja yang melatar belakangi tradisi pernaskahan pada masa lalu di perkampungan dan pesantren, terutama di wilayah Kediri, Jombang, dan Lamongan begitu luar biasa. Di samping itu, tulisan ini juga akan menggambarkan sedikit mengenai konsep skriptorium dan jejak skriptorium (tempat naskah-naskah dilakukan penyalinan oleh juru tulis) di Kediri, Jombang, dan Lamongan.

Jombang, 13 Juli 2010
*Ini merupakan dokumen/renungan—selama penulis melakukan penelitian di beberapa kolektor-koletor manuskrip di perkampungan dan pesantren-pesantren kuno. (fb: soeketboe@yahoo.com)

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati