Kurniawan
http://www.ruangbaca.com/
“Tak ada yang lebih nyata daripada ketiadaan.”
Dunia sedang merayakan peringatan seabad kelahiran sastrawan besar Irlandia, Samuel Beckett. Bank Sentral Irlandia memperingatinya dengan mengeluarkan edisi terbatas koin emas senilai 20 euro (sekitar Rp 220 ribu) bergambar wajah Beckett. Irlandia juga mempersembahkan sebuah jembatan dengan namanya.
The Gate Theatre di Dublin, kampung halaman Beckett, menggelar kembali dua drama terkenal sang maestro, Waiting for Godot dan End Game. Seniman Indonesia juga merayakannya di Gedung Kesenian Jakarta pada pertengahan April lalu dengan menggelar empat drama pendeknya, Laku Tanpa Kata II (Act Without Words II), Bara (Embers), Datang dan Pergi (Come and Go) dan Rekaman Terakhir Krapp (Krapp’s Last Tape).
Nama Beckett memang melekat pada karya drama, terutama Waiting for Godot yang menjadi buah bibir sejak pertama kali dipentaskan di Paris pada 1953. Drama itu mengisahkan dua tokoh, Vladimir dan Estragon, yang menunggu seseorang atau sesuatu bernama Godot di dekat sebuah pohon di tepi jalan yang lengang.
Si Godot tak datang-datang, tapi mereka terus berharap, sambil menghabiskan waktu dengan mengobrol sana-sini. Di tengah perbincangan Estragon berucap, “Kita semua terlahir gila. Hanya sedikit yang tetap begitu.” Ucapan itu seakan membingkai perilaku para tokoh di drama itu yang tak berbuat apa-apa kecuali menunggu sesuatu yang tak jelas.
Kegilaan itu mencakup kesunyian, kenangan, kesedihan,luka, kekerasan dan keputusasaan. Ia menguras segalanya tanpa sisa, meninggalkan kekosongan dan serentak dengan itu menjadi ironi yang menggelikan bagi orang-orang yang mengira masih ada harapan di sini.
Tapi, kekosongan itulah senyata-nyatanya kenyataan. “Tak ada yang lebih nyata daripada ketiadaan,” kata tokoh Malone dalam Malone Dies. Pergulatan Beckett dengan kekosongan tampaknya sudah sejak awal karir kesastraannya. Pada musim panas 1932 dia menulis novel perdananya, Dream of Fair to Middling Women.
Ketika naskah itu ditawarkan ke sejumlah penerbit, mereka menilai naskah itu terlalu nyastra, terlalu berisiko. Semua menolak menerbitkannya dan Beckett muda, masih berusia 26 tahun, menyimpannya rapat-rapat di lacinya. Belakangan, ia menyebut novelnya itu “dada tempat kutumpahkan semua pikiran liarku”.
Naskah itu akhirnya diterbitkan setelahsang pengarang wafat. Novel itu mengisahkan seorang pemuda, Belacqua, yang cintanya terbagi antara dua perempuan, Smeraldina- Rima dan Alba. Di situ kita menemukan sosok Belacqua yang melakukan masturbasi di pojok sebuah galangan kapal sambil merindukan gadis Jermannya, Smeraldina-Rima.
Novel ini adalah kisah pergulatan dengan gairah yang mengantar sang tokoh menjelajah berbagai pengalaman dan akhirnya berakhir dalam kemabukan. “Di sini,” katanya, “aku terapung-apung.” Karya sastra Beckett bersifat nirwaktu, abadi, mengalir begitu saja dalam sebuah rentang menit dan jam yang tak begitu penting kapannya.
Ciri inilah salah satu warisan besarnya terhadap kesastraan. Novel keduanya, Murphy, yang ditulis dalam bahasa Inggris dan kemudian dia terjemahkan ke Prancis, semula juga ditolak 50 penerbit lebih sebelum dapat dibaca khalayak. Kegilaan kembali menjadi tema dalam novel ini.
Tokohnya Murphy dan kekasihnya Celia Kelly. Murphy digambarkan sebagai manusia dengan pikirannya berupa ruang kosong yang sering menyarankan hal-hal ganjil kepadaa Celia, misalkan menasihatinya untuk memakai kuning sebagai warna keberuntungan. Tapi, cinta Celia gagal memulihkan kecenderungan solipsisme menyedihkan kekasihnya.
Murphy memandang bahwa hanya dirinya yang eksis dan ingin menghapus yang lain. Murphy kemudian menjadi perawat di Magdalen Mental Mercyseat (disebut MMM) di London (novel ini menjadi pengecualian dari karya Beckett yang menyebut nama tempat dan waktu tertentu). Murphy menemukan catatonia (semacam skizofrenia yang ditandai dengan ketiadaan gerak atau perilaku hiperaktif) dari para pasien MMM, khususnya Tuan Endon yang sangat atraktif.
Setelah kalah main catur dengannya, Murphy melihat bayangannya sendiri di dalam mata kosong Endon. Ia lantas beristirahat di loteng dan segera tubuhnya menjadi diam, kemungkinan besar karena gas pemanas telah membunuhnya sebelum pengorbanan terakhirnya. Novel berikutnya, Watt, sukar dikategorikan jenisnya. Kalaupun layak disebut plot, barangkali plotnya pada tokoh bernama Watt.
Watt diceritakan naik sebuah trem, lalu naik kereta api, menuju sebuah rumah Tuan Knott yang penuh teka-teki. Di sini Watt mengganti Arsene melayani Knott. Kemudian, sebagaimana Watt muncul secara misterius menggantikan Arsene, seorang pria baru, Micks, muncul secara misterius menggantikan Watt.
Tokoh kita kemudian kembali ke staiun kereta api dan menghilang. Pola yang berputar, berulang, menegaskan gagasan absurditas Beckett yang tercermin jelas dalam Waiting for Godot dan muncul dalam berbagai variasi di novel-novelnya. Pola ini kembali muncul dalam novel Mercier and Camier. Di sini kedua tokoh, Mercier dan Camier, menghabiskan banyak waktunya untuk kehilang, menemukan, dan kehilangan lagi berbagai barang remeh, seperti sepeda, jas hujan dan payung, serta berbincang-bincang yang rada nggak nyambung.
Puncak karya fiksi Beckett adalah trilogi Molloy, Malone Dies, dan The Unnamable. Novel pertama terbagi dalam dua bagian, pertama dinarasikan oleh Molloy dan kedua oleh Moran. Kedua bagian bergerak paralel dan saling berhubungan.
Bagian pertama berupa serangkaian ambiguitas yang disajikan oleh Molloy yang ompong dan bermata satu yang terbaring lumpuh di sebuah ruang yang juga milik ibunya. Molloy adalah makhluk asing bagi siapapun, juga bagi tangannya sendiri. Tujuan yang diakuinya adalah “bicara hal-hal yang tertinggal, mengatakan selamat tinggal kematian akhirku”.
Bagian kedua fokus pada Moran, seorang lelaki dingin yang masturbasi di depan cermin, membawa serangkai kunci seberat satu pound dan senang menggertak anaknya yang berusia 13 tahun bernama.
Suatu pagi Minggu seseorang bernama Gaber mendatanginya dan menyuruhnya mencari Molloy. Bersama putranya, Moran berkeliaran mencari Molloy. Dalam Malone Dies, tokoh Malone lebih “maju” daripada Molloy dan Moran. Tanpa gigi, hampir seabad membusuk, Malone disuapi sup oleh seorang nenek di dalam sebuah ruang.
Dengan sebuah tongkot berujung kait, dia menemukan bermacam- macam barang dan membangun ceritanya. The Unnamable sepenuhnya berupa sebuah monolog tak menyatu dari perspektif seseorang tokoh yang tak dinamai (mungkin tak dapat dinamai) dan tak bergerak. Tak ada plot atau setting yang nyata, bahkan tak jelas apakah tokoh lain (Mahood dan Worm) yang disebut di sana juga nyata.
Tapi, nada penuturannya jelas berupa keputusasaan: “Di mana aku, aku tak tahu, aku tak akan pernah athu, dalam sunyi yang kamu tak tahu, kau harus terus, aku tak bisa terus, aku akan terus.”
Jejak Langkah Beckett
1906 13 April,
Samuel Barclay Beckett lahir di Foxrock, dekat Dublin, Irlandia, sebagai anak bungsu pasangan May dan Bill Beckett
1919
Dia sekolah di Portora Royal School di Enniskillen, County Fermanagh, sekolah yang juga diambil Oscar Wilde.
1923
Dia mengambil studi bahasa modern Prancis dan Italia di Trinity College Dublin.
1926
Ia bermain kriket untuk kampusnya dan mengikuti tur ke Inggris selama 1926-1927. Di masa ini ia mulai menderita insomnia dan kadang disertai degup jantung memburu yang membuat berkeringat di malam hari dan panik. Meskipun sering ke dokter untuk pengobatan, hal ini terus berlangsung bertahuntahun kemudian.
1927
Beckett lulus dengan gelar Bachelor of Arts kehormatan dan mendapat medali emas dan hadiah 50 pound sterling. Ia berkunjung ke Florence.
1928
Dia pindah ke Paris dan mengajar di Ecole Normale Superieure. Ia bertemua Thomas MacGreevy dan diperkenalkan dengan James Joyce. juga bertandang ke keluarga Sinclair di Kassel. Di masa ini ia punya kisah asmara yang tak menggembirakan dengan sepupunya, Peggy.
1929
Beckett menerbitkan karya pertamanya, Dante… Bruno.Vico… Joyce, sebuah esai kritis yang membela tulisan James Joyce. Tapi, ia bertengkar dengan Joyce soal cinta tak terbalas dari putri Joyce, Lucia.
1930
Beckett mempelajari filsafat Descartes dan Schopenhauer. Puisinya, “Whoroscope”, meraih juara pertama sebuah lomba puisi masa itu. menjalin hubungan cinta dengan Nancy Cunard, penaja lomba puisi itu.
1931
Beckett meraih gelar Master of Arts di Trinity College. Dia menerbitkan kumpulan esai Proust.
1932
Dia menulis novel perdananya, Dream of Fair to Middling Women, tapi baru diterbitkan setelah dia wafat. Dia kembali ke Dublin.
1933
Ayahnya meninggal. Ia merampungkan kumpulan cerita pendeknya, More Pricks than Kicks, yang diterbitkan pada 1934. Ia tinggal di London dan mengikuti terapi di Klinik Tavistock oleh psikoanalis Wilfred Bion.
1935
Beckett menghadiri kuliah C.G. Jung di Klinik Tavistock. Ia mulai menulis novel Murphy dan menerbitkan kumpulan puisi Echoes Bones and Other Precipitates, lantas kembali ke Dublin.
1936
Ia melancong ke Jerman, lalu kembali ke Dublin dan membaca Geulincx di Perpustakaan Trinity College Dublin. Dia mulai tergilagila dengan Betty Stockton dan menjalin kasih dengan Mary Howe.
1937
Dia sejenak menjalin asmara dengan kolektor seni Peggy Guggenheim.
1938
Beckett menerbitkan novel keduanya, Murphy, oleh Routledge di London. Di tahun ini pula ia nyaris mati garagara ditusuk di jalanan oleh seorang bajingan yang meminta uang darinya. Suzanne DescheveauxDumesnil menjenguknya di masuk rumah sakit.
1940
Tak senang dengan pendudukan Nazi Jerman atas “tanah air”nya, Beckett bergabung dengan kelompok Perlawanan Prancis “Gloria”.
1942
Beberapa anggota kelompok perlawanan bawah tanah “Gloria” ditahan Gestapo. Beckett bersama Suzanne terpaksa mengungsi ke Roussillon, Vaucluse, kawasan yang tidak diduduki Nazi.
1945
Beckett kembali ke Paris setelah Jerman kalah.
1946
Ia mulai menggarap beberapa novelet (First Love, The Expelled, The Calmative, dan The End) dan memulai novel Mercier et Camier.
1947
Ia menulis Molloy dalam bahasa Prancis, sebagian di Dublin dan sebagian di Prancis.
1948
Beckett menulis Malone meurt (Malone Dies), aslinya L’absent.
1949
Ia menyewa ruang di rumah petani di Ussysur Marne dan mulai menulis l’Innommable (The Unnamable).
1950
May Beckett meninggal. Beckett mengirim naskah Molloy ke Jerome Lindon (Editions de minuit).
1951
Dua novel, Molloy dan Malone Dies diterbitkan Lindon.
1952
En attendant Godot (Waiting for Godot) diterbitkan Lindon.
1953 5 Januari,
Waiting for Godot dipentaskan pertama kali di Theatre de Babylone di Paris dengan sutradara Roger Blin. “Drama sedikit aneh yang tanpa kejadian apaapa di panggung” itu dipentaskan hingga 400 kali. Beckett menerbitkan dua novel, Watt dan The Unnamable. Ia mulai berselingkuh dengan Pamela Mitchell.
1954
Kakaknya, Frank, meninggal.
1955
Produksi pertama drama Waiting for Godot dalam bahasa Inggris dipentaskan secara sinambung di London dan Dublin. Beckett mulai menggarap Fin de Partie (Endgame).
1957 13 Januari,
Drama radio Beckett All That Fall disiarkan BBC. Pada 3 April, drama Endgame dalam bahasa Prancis dipentaskan pertama kali di Royal Court Theatre di London di bawah sutradara Roger Blin. Drama itu disambut baik dan memperkokoh posisi Beckett sebagai empu drama. Pada 19 November, sebuah perusahaan aktor dari San Francisco Actor’s Workshop mementaskan Waiting for Godot di penjara San Quentin, Amerika Serikat yang disaksikan 1400 lebih narapidana. Pementasan ini dinilai sangat berhasil.
1958 28 Oktober,
Krapp’s Last Tape dipentaskan perdana di Royal Court Theatre di London. Ia mulai menjalin asmara dengan Barbara Bray di London.
1959 24 Juni,
Embers, sebuah drama radio, disiarkan oleh BBC. Trinity College Dublin menganugerahinya gelar doktor sastra kehormatan.
1961
Beckett bersama Jorge Luis Borges memenangi Prix International des Editeurs (atau Prix Formentor) senilai US$ 10 ribu. Beckett menerbitkan How It Is, karya prosa panjang terakhirnya. Pada 25 Maret, dalam sebuah upacara rahasia, Beckett menikah dengan Suzanne Deschevaux Dumesnil. Pada 17 September, drama Happy Days dipentaskan perdana di Cherry Lane Theatre di New York.
1963 13 Oktober,
Cascando, sebuah sebuah drama dengan musik dan suara, disiarkan oleh ORTF.
1964
Melancong ke New York, satusatunya kunjungan Beckett ke Amerika Serikat, untuk hadir dalam produksi filmnya, Film, yang dibintangi Buster Keaton dan disutradarai Alan Schnieder.
1965
Film diputar perdana di Festival Film New York. Beckett menulis Eh Joe dan Come and Go dan menerbitkan kumpulan cerita pendek Imagination Dead Imagine. Film menang Prix Filmcritica di Venesia.
1966 4 Juli,
Eh Joe, sebuah drama untuk televisi, disiarkan oleh BBC.
1969 10 Desember,
Beckett dianugerahi Hadiah Nobel untuk sastra. Dia menolak menghadiri upacara penyerahan hadiah.
1973 16 Januari,
Not I tampil perdana di Royal Court Theatre di London.
1976 20 Mei,
That Time and Footfalls pentas perdana di Royal Court Theatre di London.
1977 17 April,
Ghost Trio dan …but the clouds …, dua drama untuk televisi, disiarkan oleh BBC2.
1979
Dia menerbitkan novelet Company.
1980
Ia menulis drama Rockaby dan Ohio Impromptu.
1981
Ohio Impromptu pentas perdana di Ohio State University.
1982
Dia menerbitkan novela lain, Ill Seen, Ill Said. Drama Catastrophe, ditulis untuk Vaclav Havel, dipentaskan perdana di Festival Avignon. Pada 16 December, Quad disiarkan di BBC2.
1983 15 Juni,
What Where dipentaskan perdana di Harold Clurman Theatre di New York.
1984
Beckett dipilih sebagai Saoi di Aosdana, GIlda Seniman Republik Irlandia. Dia lalu menerbitkan novela terakhirnya, Worstward Ho.
1987
Beckett didiagnossi terkenal Parkinson. Ia menerbitkan kumpulan cerita pendek Stirrings Still dan menulis “What is the Word”.
1989 17 Juli,
Istrinya, Suzanne, meninggal. Pada 22 Desember, Samuel Beckett meninggal dalam usia 83 tahun di Paris dan dikubur di Cimitiere du Montparnasse, Paris. Walau dia terus menulis hingga wafatnya, kata dia, pada akhirnya, setiap kata itu tampak “sebuah kebekuan tak berguna pada kesunyian dan ketiadaan”.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar