Rabu, 08 September 2010

Kita Semua Terlahir Gila, Beckett

Kurniawan
http://www.ruangbaca.com/

“Tak ada yang lebih nyata daripada ketiadaan.”

Dunia sedang merayakan peringatan seabad kelahiran sastrawan besar Irlandia, Samuel Beckett. Bank Sentral Irlandia memperingatinya dengan mengeluarkan edisi terbatas koin emas senilai 20 euro (sekitar Rp 220 ribu) bergambar wajah Beckett. Irlandia juga mempersembahkan sebuah jembatan dengan namanya.

The Gate Theatre di Dublin, kampung halaman Beckett, menggelar kembali dua drama terkenal sang maestro, Waiting for Godot dan End Game. Seniman Indonesia juga merayakannya di Gedung Kesenian Jakarta pada pertengahan April lalu dengan menggelar empat drama pendeknya, Laku Tanpa Kata II (Act Without Words II), Bara (Embers), Datang dan Pergi (Come and Go) dan Rekaman Terakhir Krapp (Krapp’s Last Tape).

Nama Beckett memang melekat pada karya drama, terutama Waiting for Godot yang menjadi buah bibir sejak pertama kali dipentaskan di Paris pada 1953. Drama itu mengisahkan dua tokoh, Vladimir dan Estragon, yang menunggu seseorang atau sesuatu bernama Godot di dekat sebuah pohon di tepi jalan yang lengang.

Si Godot tak datang-datang, tapi mereka terus berharap, sambil menghabiskan waktu dengan mengobrol sana-sini. Di tengah perbincangan Estragon berucap, “Kita semua terlahir gila. Hanya sedikit yang tetap begitu.” Ucapan itu seakan membingkai perilaku para tokoh di drama itu yang tak berbuat apa-apa kecuali menunggu sesuatu yang tak jelas.

Kegilaan itu mencakup kesunyian, kenangan, kesedihan,luka, kekerasan dan keputusasaan. Ia menguras segalanya tanpa sisa, meninggalkan kekosongan dan serentak dengan itu menjadi ironi yang menggelikan bagi orang-orang yang mengira masih ada harapan di sini.

Tapi, kekosongan itulah senyata-nyatanya kenyataan. “Tak ada yang lebih nyata daripada ketiadaan,” kata tokoh Malone dalam Malone Dies. Pergulatan Beckett dengan kekosongan tampaknya sudah sejak awal karir kesastraannya. Pada musim panas 1932 dia menulis novel perdananya, Dream of Fair to Middling Women.

Ketika naskah itu ditawarkan ke sejumlah penerbit, mereka menilai naskah itu terlalu nyastra, terlalu berisiko. Semua menolak menerbitkannya dan Beckett muda, masih berusia 26 tahun, menyimpannya rapat-rapat di lacinya. Belakangan, ia menyebut novelnya itu “dada tempat kutumpahkan semua pikiran liarku”.

Naskah itu akhirnya diterbitkan setelahsang pengarang wafat. Novel itu mengisahkan seorang pemuda, Belacqua, yang cintanya terbagi antara dua perempuan, Smeraldina- Rima dan Alba. Di situ kita menemukan sosok Belacqua yang melakukan masturbasi di pojok sebuah galangan kapal sambil merindukan gadis Jermannya, Smeraldina-Rima.

Novel ini adalah kisah pergulatan dengan gairah yang mengantar sang tokoh menjelajah berbagai pengalaman dan akhirnya berakhir dalam kemabukan. “Di sini,” katanya, “aku terapung-apung.” Karya sastra Beckett bersifat nirwaktu, abadi, mengalir begitu saja dalam sebuah rentang menit dan jam yang tak begitu penting kapannya.

Ciri inilah salah satu warisan besarnya terhadap kesastraan. Novel keduanya, Murphy, yang ditulis dalam bahasa Inggris dan kemudian dia terjemahkan ke Prancis, semula juga ditolak 50 penerbit lebih sebelum dapat dibaca khalayak. Kegilaan kembali menjadi tema dalam novel ini.

Tokohnya Murphy dan kekasihnya Celia Kelly. Murphy digambarkan sebagai manusia dengan pikirannya berupa ruang kosong yang sering menyarankan hal-hal ganjil kepadaa Celia, misalkan menasihatinya untuk memakai kuning sebagai warna keberuntungan. Tapi, cinta Celia gagal memulihkan kecenderungan solipsisme menyedihkan kekasihnya.

Murphy memandang bahwa hanya dirinya yang eksis dan ingin menghapus yang lain. Murphy kemudian menjadi perawat di Magdalen Mental Mercyseat (disebut MMM) di London (novel ini menjadi pengecualian dari karya Beckett yang menyebut nama tempat dan waktu tertentu). Murphy menemukan catatonia (semacam skizofrenia yang ditandai dengan ketiadaan gerak atau perilaku hiperaktif) dari para pasien MMM, khususnya Tuan Endon yang sangat atraktif.

Setelah kalah main catur dengannya, Murphy melihat bayangannya sendiri di dalam mata kosong Endon. Ia lantas beristirahat di loteng dan segera tubuhnya menjadi diam, kemungkinan besar karena gas pemanas telah membunuhnya sebelum pengorbanan terakhirnya. Novel berikutnya, Watt, sukar dikategorikan jenisnya. Kalaupun layak disebut plot, barangkali plotnya pada tokoh bernama Watt.

Watt diceritakan naik sebuah trem, lalu naik kereta api, menuju sebuah rumah Tuan Knott yang penuh teka-teki. Di sini Watt mengganti Arsene melayani Knott. Kemudian, sebagaimana Watt muncul secara misterius menggantikan Arsene, seorang pria baru, Micks, muncul secara misterius menggantikan Watt.

Tokoh kita kemudian kembali ke staiun kereta api dan menghilang. Pola yang berputar, berulang, menegaskan gagasan absurditas Beckett yang tercermin jelas dalam Waiting for Godot dan muncul dalam berbagai variasi di novel-novelnya. Pola ini kembali muncul dalam novel Mercier and Camier. Di sini kedua tokoh, Mercier dan Camier, menghabiskan banyak waktunya untuk kehilang, menemukan, dan kehilangan lagi berbagai barang remeh, seperti sepeda, jas hujan dan payung, serta berbincang-bincang yang rada nggak nyambung.

Puncak karya fiksi Beckett adalah trilogi Molloy, Malone Dies, dan The Unnamable. Novel pertama terbagi dalam dua bagian, pertama dinarasikan oleh Molloy dan kedua oleh Moran. Kedua bagian bergerak paralel dan saling berhubungan.

Bagian pertama berupa serangkaian ambiguitas yang disajikan oleh Molloy yang ompong dan bermata satu yang terbaring lumpuh di sebuah ruang yang juga milik ibunya. Molloy adalah makhluk asing bagi siapapun, juga bagi tangannya sendiri. Tujuan yang diakuinya adalah “bicara hal-hal yang tertinggal, mengatakan selamat tinggal kematian akhirku”.

Bagian kedua fokus pada Moran, seorang lelaki dingin yang masturbasi di depan cermin, membawa serangkai kunci seberat satu pound dan senang menggertak anaknya yang berusia 13 tahun bernama.

Suatu pagi Minggu seseorang bernama Gaber mendatanginya dan menyuruhnya mencari Molloy. Bersama putranya, Moran berkeliaran mencari Molloy. Dalam Malone Dies, tokoh Malone lebih “maju” daripada Molloy dan Moran. Tanpa gigi, hampir seabad membusuk, Malone disuapi sup oleh seorang nenek di dalam sebuah ruang.

Dengan sebuah tongkot berujung kait, dia menemukan bermacam- macam barang dan membangun ceritanya. The Unnamable sepenuhnya berupa sebuah monolog tak menyatu dari perspektif seseorang tokoh yang tak dinamai (mungkin tak dapat dinamai) dan tak bergerak. Tak ada plot atau setting yang nyata, bahkan tak jelas apakah tokoh lain (Mahood dan Worm) yang disebut di sana juga nyata.

Tapi, nada penuturannya jelas berupa keputusasaan: “Di mana aku, aku tak tahu, aku tak akan pernah athu, dalam sunyi yang kamu tak tahu, kau harus terus, aku tak bisa terus, aku akan terus.”

Jejak Langkah Beckett

1906 13 April,
Samuel Barclay Beckett lahir di Foxrock, dekat Dublin, Irlandia, sebagai anak bungsu pasangan May dan Bill Beckett

1919
Dia sekolah di Portora Royal School di Enniskillen, County Fermanagh, sekolah yang juga diambil Oscar Wilde.

1923
Dia mengambil studi bahasa modern Prancis dan Italia di Trinity College Dublin.

1926
Ia bermain kriket untuk kampusnya dan mengikuti tur ke Inggris selama 1926-1927. Di masa ini ia mulai menderita insomnia dan kadang disertai degup jantung memburu yang membuat berkeringat di malam hari dan panik. Meskipun sering ke dokter untuk pengobatan, hal ini terus berlangsung bertahuntahun kemudian.

1927
Beckett lulus dengan gelar Bachelor of Arts kehormatan dan mendapat medali emas dan hadiah 50 pound sterling. Ia berkunjung ke Florence.

1928
Dia pindah ke Paris dan mengajar di Ecole Normale Superieure. Ia bertemua Thomas MacGreevy dan diperkenalkan dengan James Joyce. juga bertandang ke keluarga Sinclair di Kassel. Di masa ini ia punya kisah asmara yang tak menggembirakan dengan sepupunya, Peggy.

1929
Beckett menerbitkan karya pertamanya, Dante… Bruno.Vico… Joyce, sebuah esai kritis yang membela tulisan James Joyce. Tapi, ia bertengkar dengan Joyce soal cinta tak terbalas dari putri Joyce, Lucia.

1930
Beckett mempelajari filsafat Descartes dan Schopenhauer. Puisinya, “Whoroscope”, meraih juara pertama sebuah lomba puisi masa itu. menjalin hubungan cinta dengan Nancy Cunard, penaja lomba puisi itu.

1931
Beckett meraih gelar Master of Arts di Trinity College. Dia menerbitkan kumpulan esai Proust.

1932
Dia menulis novel perdananya, Dream of Fair to Middling Women, tapi baru diterbitkan setelah dia wafat. Dia kembali ke Dublin.

1933
Ayahnya meninggal. Ia merampungkan kumpulan cerita pendeknya, More Pricks than Kicks, yang diterbitkan pada 1934. Ia tinggal di London dan mengikuti terapi di Klinik Tavistock oleh psikoanalis Wilfred Bion.

1935
Beckett menghadiri kuliah C.G. Jung di Klinik Tavistock. Ia mulai menulis novel Murphy dan menerbitkan kumpulan puisi Echoes Bones and Other Precipitates, lantas kembali ke Dublin.

1936
Ia melancong ke Jerman, lalu kembali ke Dublin dan membaca Geulincx di Perpustakaan Trinity College Dublin. Dia mulai tergilagila dengan Betty Stockton dan menjalin kasih dengan Mary Howe.

1937
Dia sejenak menjalin asmara dengan kolektor seni Peggy Guggenheim.

1938
Beckett menerbitkan novel keduanya, Murphy, oleh Routledge di London. Di tahun ini pula ia nyaris mati garagara ditusuk di jalanan oleh seorang bajingan yang meminta uang darinya. Suzanne DescheveauxDumesnil menjenguknya di masuk rumah sakit.

1940
Tak senang dengan pendudukan Nazi Jerman atas “tanah air”nya, Beckett bergabung dengan kelompok Perlawanan Prancis “Gloria”.

1942
Beberapa anggota kelompok perlawanan bawah tanah “Gloria” ditahan Gestapo. Beckett bersama Suzanne terpaksa mengungsi ke Roussillon, Vaucluse, kawasan yang tidak diduduki Nazi.

1945
Beckett kembali ke Paris setelah Jerman kalah.

1946
Ia mulai menggarap beberapa novelet (First Love, The Expelled, The Calmative, dan The End) dan memulai novel Mercier et Camier.

1947
Ia menulis Molloy dalam bahasa Prancis, sebagian di Dublin dan sebagian di Prancis.

1948
Beckett menulis Malone meurt (Malone Dies), aslinya L’absent.

1949
Ia menyewa ruang di rumah petani di Ussysur Marne dan mulai menulis l’Innommable (The Unnamable).

1950
May Beckett meninggal. Beckett mengirim naskah Molloy ke Jerome Lindon (Editions de minuit).

1951
Dua novel, Molloy dan Malone Dies diterbitkan Lindon.

1952
En attendant Godot (Waiting for Godot) diterbitkan Lindon.

1953 5 Januari,
Waiting for Godot dipentaskan pertama kali di Theatre de Babylone di Paris dengan sutradara Roger Blin. “Drama sedikit aneh yang tanpa kejadian apaapa di panggung” itu dipentaskan hingga 400 kali. Beckett menerbitkan dua novel, Watt dan The Unnamable. Ia mulai berselingkuh dengan Pamela Mitchell.

1954
Kakaknya, Frank, meninggal.

1955
Produksi pertama drama Waiting for Godot dalam bahasa Inggris dipentaskan secara sinambung di London dan Dublin. Beckett mulai menggarap Fin de Partie (Endgame).

1957 13 Januari,
Drama radio Beckett All That Fall disiarkan BBC. Pada 3 April, drama Endgame dalam bahasa Prancis dipentaskan pertama kali di Royal Court Theatre di London di bawah sutradara Roger Blin. Drama itu disambut baik dan memperkokoh posisi Beckett sebagai empu drama. Pada 19 November, sebuah perusahaan aktor dari San Francisco Actor’s Workshop mementaskan Waiting for Godot di penjara San Quentin, Amerika Serikat yang disaksikan 1400 lebih narapidana. Pementasan ini dinilai sangat berhasil.

1958 28 Oktober,
Krapp’s Last Tape dipentaskan perdana di Royal Court Theatre di London. Ia mulai menjalin asmara dengan Barbara Bray di London.

1959 24 Juni,
Embers, sebuah drama radio, disiarkan oleh BBC. Trinity College Dublin menganugerahinya gelar doktor sastra kehormatan.

1961
Beckett bersama Jorge Luis Borges memenangi Prix International des Editeurs (atau Prix Formentor) senilai US$ 10 ribu. Beckett menerbitkan How It Is, karya prosa panjang terakhirnya. Pada 25 Maret, dalam sebuah upacara rahasia, Beckett menikah dengan Suzanne Deschevaux Dumesnil. Pada 17 September, drama Happy Days dipentaskan perdana di Cherry Lane Theatre di New York.

1963 13 Oktober,
Cascando, sebuah sebuah drama dengan musik dan suara, disiarkan oleh ORTF.

1964
Melancong ke New York, satusatunya kunjungan Beckett ke Amerika Serikat, untuk hadir dalam produksi filmnya, Film, yang dibintangi Buster Keaton dan disutradarai Alan Schnieder.

1965
Film diputar perdana di Festival Film New York. Beckett menulis Eh Joe dan Come and Go dan menerbitkan kumpulan cerita pendek Imagination Dead Imagine. Film menang Prix Filmcritica di Venesia.

1966 4 Juli,
Eh Joe, sebuah drama untuk televisi, disiarkan oleh BBC.

1969 10 Desember,
Beckett dianugerahi Hadiah Nobel untuk sastra. Dia menolak menghadiri upacara penyerahan hadiah.

1973 16 Januari,
Not I tampil perdana di Royal Court Theatre di London.

1976 20 Mei,
That Time and Footfalls pentas perdana di Royal Court Theatre di London.

1977 17 April,
Ghost Trio dan …but the clouds …, dua drama untuk televisi, disiarkan oleh BBC2.

1979
Dia menerbitkan novelet Company.

1980
Ia menulis drama Rockaby dan Ohio Impromptu.

1981
Ohio Impromptu pentas perdana di Ohio State University.

1982
Dia menerbitkan novela lain, Ill Seen, Ill Said. Drama Catastrophe, ditulis untuk Vaclav Havel, dipentaskan perdana di Festival Avignon. Pada 16 December, Quad disiarkan di BBC2.

1983 15 Juni,
What Where dipentaskan perdana di Harold Clurman Theatre di New York.

1984
Beckett dipilih sebagai Saoi di Aosdana, GIlda Seniman Republik Irlandia. Dia lalu menerbitkan novela terakhirnya, Worstward Ho.

1987
Beckett didiagnossi terkenal Parkinson. Ia menerbitkan kumpulan cerita pendek Stirrings Still dan menulis “What is the Word”.

1989 17 Juli,
Istrinya, Suzanne, meninggal. Pada 22 Desember, Samuel Beckett meninggal dalam usia 83 tahun di Paris dan dikubur di Cimitiere du Montparnasse, Paris. Walau dia terus menulis hingga wafatnya, kata dia, pada akhirnya, setiap kata itu tampak “sebuah kebekuan tak berguna pada kesunyian dan ketiadaan”.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati