M.D. Atmaja
http://www.sastra-indonesia.com/
Hari Sabtu, sebuah matahari memancar ramah di pagi hening, menerangi angin bertiup. Bola yang memancar di langit, menatap tanpa tirai pada lembaran-lembaran kain, biru dan hijau yang menjalar di jalan-jalan kota. Sinar berpendar di angkasa rasa seolah ingin menutup mata. Tak ingin memandang kota yang dipenuhi biru-hijau menjalar dalam kesombongan. Ia tidak ingin melihat sedangkan Rajanya menciptakan diri untuk melihat dunia saat siang agar manusia bisa saling memandang dalam gerak dan kerja.
Matahari di atas, jenggah melihat seribu matahari di tertancam di bumi. Ketika angin bertiup, seolah menantang langit yang telah terang benderang dan sang Penjaga Siang merangkak. Dadanya membucahkan kawah. Gejolaknya menjilat awan-awan putih berserakan untuk hangus.
Di tengah-tengahnya, Dhimas Gathuk berdiri di halaman rumah. Hari ini, dia tidak berangkat kerja. Setelah menghantarkan saudaranya dalam pengembaraan jauh, Dhimas Gathuk tidak beranjak. Dia memandangi langit biru yang luas. Menaungi kepala yang mulai terasa penuh dengan pertanyaan.
“Tidak ikut berpesta, Le?” tanya Gus Ahmad, yang terkenal di penjuru desa dengan panggilan Gus Ah, sewaktu mau berangkat ke sawah dan kebetulan jalan yang musti di lalui melewati rumah Dhimas Gathuk.
“Hahahaha… mboten, Gus. Orang murtad seperti saya ya tidak terpakai, Gus. Masih banyak orang yang loyal untuk Pendopo Matahari.”
“Lha, tapi kan kamu berada di salah satu atapnya, Le. Setidaknya ikut guyup-guyup, tidak ada salahnya.” Gus Ah berhenti sejenak untuk mengamati Dhimas Gathuk yang tersenyum kecil.
“Saya mau pergi ke Kota, Gus, tapi bukan untuk berpesta. Hanyut dalam kebisingan yang tidak saya mengerti untuk apa, tapi yah, sekedar menikmati pahit kopi. Siapa tahu bertemu seseorang yang memberikan manfaat.”
“Hati-hati di jalan, Le. Banyak kepentingan, banyak persoalan seperti yang dahulu pernah Mendiang Bapakmu lawan habis-habisan sampai Bapakmu yang habis sendiri.”
“Iya, Gus!” sahut Dhimas Gathuk yang setelah mencium punggung tangan Gus Ah, langsung melesat jauh.
Dhimas Gathuk melangkah ke utara menuju kota di mana riuhnya pesta ulang tahun yang akan dikenang sebagai umur keemasan. Seratus tahun yang gilang-gemilang dalam peringatan setelah dalam kurun waktu yang lama itu, sang matahari baru mampu bercokol dengan kuat di bumi pertiwi. Dari tanah Mataram Baru kembali ke Mataram Baru, begitu ungkap mereka yang bersenandung lagu ulang tahun yang kan segera dicatat sejarah. Pendopo Matahari menghamburkan uangnya di seratus tahun penisbatan pada Nabi.
Di sepanjang perjalanan ke Kota, setelah keluar dari wilayah desanya, Dhimas Gathuk menyaksikan lagi, tarian-tarian bendera matahari yang berdiri di atas bambu. Berkelebat dalam kepongahan. Dhimas Gathuk tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. “Ah, kepongahan yang berdiri di atas bambu. Sebentar lagi melapuk dan akhirnya roboh juga. Ada banyak kutu di dalamnya melapukkannya sendiri dari dalam!” dan sambil terus melaju menuju warung kopi yang sudah dia rindukan.
Di jalan, gerbang kota, Dhimas Gathuk menemukan kemacetan yang sangat. Sang Penjaga Siang dengan terang membakar langit. Panasnya bukan main saat dari barat-daya dan barat-laut berjubal awan hitam berarak. Jalan di setiap sudut kota dipenuhi para pelancong yang ingin ikut bergembira dalam pesta pora ulang tahun Pendopo Matahari. Dari lampu merah ke lampu merah dipenuhi mobil-mobil berplat luar kota, bus-bus pariwisata yang di badan mereka tertempel kepongahan logo Matahari. Dhimas Gathuk menggelengkan kepala saja.
Dengan berbekal tawa lucu dan kesabarannya, Dhimas Gathuk berhasil sampai di warung kopi. Walau di jalan sempat dimaki orang yang berjalan jauh dari luar kota untuk berpesta, Dhimas Gathuk tidak perduli. Dia melaju tenang di jalannya sendiri. Sampai di warung kopi, di sana dia bertemu dengan sepasang manusia. Dua-duanya lelaki. Mereka sepasang bukan dalam hubungan cinta kasih kemesraan yang melenceng. Tapi persahabatan yang tidak mampu dihargai dengan uang sebanyak apa pun. Mereka itu yang sering Dhimas Gathuk sebut dengan nama singkat Nur Gambleh.
Nur dan Gambleh. Seorang pengikut Pendopo Bintang dan seorang lagi pengikut Pendopo Matahari. Dua orang dengan pemikiran berbeda namun bisa bersatu di jalan kehidupan masing-masing. Seorang dari mereka adalah santri dan yang seorang lagi seorang seniman rupa yang masih teramat muda.
“Ah, ketemu Nur-Gambleh!” ucap Dhimas Gathuk dalam salam kelakar yang renyah.
“Ora melu ulang tahunan, Kang?” tanya Nur sambil menyibakkan rambutnya yang brekele.
“Ora lah. Nanti hanya jadi pengotor bagi pandangan para pemuka agama besar di kalangan orang-orang matahari.”
“Sampeyan kie, Kang!” sahut Gambleh sambil tersenyum kecil.
“Gambleh ini baru sedih, tidak bisa ikut ulang tahunan!” ungkap Nur dalam tawa menggelegak.
“Ngawur, Cak Nur kie.”
“Meriah, Kang?” Dhimas Gathuk mengarahkan pandangan pada Gambleh yang memandang ke jalan di mana iring-iringan rombongan pejalan yang berpesta pora baru lewat.
“Katanya sih, meriah, Kang. Lha, kenapa njenengan tidak ikut?” ucap Gambleh pelan.
“Mataram Baru, menurut kabarnya sudah di boking lho. Di pesan untuk berpesta. Semua orang yang memiliki tanda peserta dan penggembira bisa masuk ke tempat-tempat wisata dengan gratis.” Sahut Nur.
“Ah, masih tidak meriah. Kalau nanti Dalem Gothak-gathuk buat acara, Mataram Baru akan dikontrak seluruhnya, hahahahahahaha………..”
“Orang-orang yang di Mataram Baru diungsikan, Kang?” sahut Nur
“Lha, Iya! Dalem Gothak-Gathuk..!!”
Dan mereka bertiga tertawa bersamaan.
“Ini yang mungkin mereka bilang sebagai umur keemasan, dimana seseorang membuat sebuah perkumpulan untuk menegakkan kebaikan dan memerangi kemungkaran.” Ungkap Nur dalam senyuman kecil sementara Dhimas Gathuk masih tertawa terbahak-bahak.
“Apa ini namanya pergeseran, Kang? Ini kang Gambleh yang tahu dengan bagaimana sifat-sifat nabi yang kini tengah menjadi merek dagang.” Ucap Dhimas Gathuk sambil memegangi dada yang sakit karena tawa terbahak mendorong kelencar di paru-paru keluar.
“Ah, aku tidak tahu apa-apa!”
“Bukankah nabi itu menjalani hidup dalam kesederhanaan, Kang?” sahut Nur.
Dhimas Gathuk kemudian tersenyum kecil. Ia teringat pada perjalanan bersama saudara tuanya sehabis menjalankan sembahyang maghrib. Dari sana, dia memahami kembali. Ternyata, banyak orang yang mengatasnamakan nabi namun mereka melupakan nilai tersembunyi yang ada di dalam kehidupan para nabi. Kebaikan, kesederhanaan, ketulusan, dan keikhlasan yang terkadang terlupakan begitu saja. Dhimas Gathuk menggelengkan kepala. Dia meneguk sisa kopi pahit dan melangkah keluar untuk pulang. Belajar kembali pada tanah merah yang dititipkan Mendiang Bapaknya.
Di perjalanan, awan hitam menggantung di atas kepala. Orang-orang terburu agar tidak terguyur riuhnya hujan yang akan segera turun. Namun, dalam langkah tergesa itu, hujan jatuh dengan alangkah deranya. Gemuruh langit menggelegar. Menakutkan hati Dhimas Gathuk yang berkali-kali menundukkan kepala. Hujan telah menyelimuti tanah Mataram Baru sementara dimana-mana jalanan dipenuhi para peserta pesta.
Kain hijau-biru yang tadinya berkelebat telah meringkuh di dingin air hujan. Matahari yang disematkan di sana tidak lagi cemerlang putih. Telah jadi pucat ketika dentuman langit menggelegar di atas kepala. Udara dingin ditiup dengan keras namun tidak membuat seribu matahari berkelebat. Kesemuanya meringkuk pucat. Meringkuk tanpa daya, sedangkan Dhimas Gathuk meringkuh dalam sumpah serapah yang menggelora di dalam dada.
Dia melaju perlahan-lahan. Akhirnya sampai wilayah selatan. Di sana, di daerah yang tidak tertancap bendera matahari, tanah-tanahnya kering. Tidak ada setetes air yang membasahi. Dhimas Gathuk memandang ke langit. Matahari memancar ramah seolah menyuguhkan senyum kepadanya. Dhimas Gathuk menggelengkan kepala.
Bantul – Studio SDS Fictionbooks, 13 Agustus 2010
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar