Jumat, 25 Juni 2010

Sepak Bola Klenik

Sunlie Thomas Alexander *
jawapos.com

KEJANGNYA si gundul fenomenal Ronaldo menjelang final Piala Dunia 1998 di Prancis boleh jadi disebabkan faktor psikologis. Rasa gugup dan tegang dalam menghadapi partai penentuan adalah hal wajar. Apalagi beban dipikul oleh seorang bintang yang tengah bersinar terang seperti dirinya, tentu tak ringan.

Masalahnya, spekulasi kemudian berkembang. Salah satunya adalah isu bahwa Piala Dunia 1998 tak sepi dari praktik klenik. Kesebelasan Prancis pun dituduh telah menggunakan jasa seorang dukun terkenal dari Afrika Barat, Aguib Sosso. Seperti halnya ilmu teluh dari Banten yang konon sanggup melintasi lautan, seorang dukun Afrika -kata Adam Kone, paranormal Mali- memang tak mesti ada di stadion untuk melakukan sihirnya.

Apakah Ronaldo kejang-kejang karena santet juju hitam? Benarkah balutan di lengan para pemain Les Bleus -julukan timnas Prancis- adalah jimat buatan Sosso? Benarkah dia telah memandikan Zidane dalam sebuah ritual?

Kita tidak tahu. Mistik, tak ada yang bisa membuktikan. Yang pasti, Prancis akhirnya keluar sebagai jawara Piala Dunia 1998, mengalahkan Brazil dengan skor 3-0. Zidane mencetak dua gol gemilang lewat sundulan kepalanya.

Bagi kebanyakan orang, tentu cerita Ronaldo di final Prancis 1998 memang bagaikan dongeng yang terasa mengada-ada. Namun, toh kisah itu kemudian menjadi tak lagi terlalu aneh ketika dia dikaitkan dengan sepak bola Afrika. Di Benua Hitam itu, sepak bola memang begitu lekat dengan perdukunan, dua hal yang seolah tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakatnya. Dengan begitu, perpaduan tersebut membuat sepak bola menjadi unik dan kental dengan nuansa budaya. Ya, itulah fenomena Afrika, fenomena dunia ketiga.

Antonio Pigafetta -penjelajah Florentina yang menyertai Maggelan dalam pelayaran pertamanya mengelilingi dunia- seperti diungkapkan Gabriel Garcia Marques dalam pidato nobelnya 1982, konon telah menulis sederet laporan akurat seperti khayalan saat melewati selatan Amerika.

”Dia menulis telah melihat babi dengan pusar di sekitar pinggang, burung tanpa kuku yang bertelur di atas punggung kawannya, dan semacam burung pelikan tanpa lidah yang paruhnya menyerupai sendok. Dia mengaku telah melihat suatu makhluk menjijikkan dengan telinga dan kepala keledai, badan unta, kaki rusa, dan meringkik seperti kuda,” ujar Marques.

Penulis novel Cien Anos de Solidad (Seratus Tahun Kesunyian) itu tentu saja tidak berlebihan. Faktanya, Amerika Selatan -seperti halnya ranah Afrika dan Asia, termasuk Indonesia- selama berabad-abad dipandang sebagai dunia erotis penuh misteri. Para petualang Eropa pada masa lampau, dalam lawatannya ke pedalaman Afrika, Patagonia, dan berbagai belahan Timur, telah membawa pulang cerita-cerita fantastis menggemparkan. Keajaiban dunia, atau meminjam istilah Marco Polo, Imago Mundi, begitulah mereka membahasakan pengalaman perjumpaan mereka dengan beragam praktik ritual Indian serta upacara-upacara adat suku-suku di Afrika dan Asia. Sebagian benar, sebagian salah paham penuh prasangka, dan sebagian lagi laporan palsu yang sarat fitnah.

Karena itulah, oleh perspektif Barat yang tak bisa menerima segala hal yang beraroma gaib, karya-karya Marques dan sejumlah pengarang Afrika dan India lazim disebut sebagai realisme magis, sebuah gaya berolah kisah yang merajut pertentangan dua pandangan dunia: rasionalitas scientific ala Barat dan alam mistik. Padahal, bagi Marquez dan para penulis dunia ketiga lainnya yang terbiasa dengan dukun, santet, dan berbagai realitas supranatural dalam keseharian, ia hanyalah “karya sastra yang ditulis sebagaimana kakek-nenek kita dulu bercerita.”

Tentu saja realisme magis kemudian dianggap sebagai gaya yang cocok bagi penceritaan tanah-tanah pascakolonial untuk mengisahkan dirinya dengan kacamatanya sendiri. Ia hadir sebagai sebentuk sastra perlawanan di tanah-tanah bekas jajahan yang frame of view ”dunia”-nya berusaha dikonstruksi oleh kaum imperialis. Sastra realisme magis memperlakukan wilayah mistik dan realitas empiris secara sejajar. Sebab, peristiwa-peristiwa yang fantastis dan supernatural berkait erat dengan dunia nyata dan mengakar pada realitas yang dikenali lewat referensi sosial, historis, dan politis. Ya, sebagaimana Afrika Selatan memperlakukan sepak bola dan para inyanga (dukun suku Zulu) dengan upacara penyembelihan sapi di stadion-stadion yang dipakai Piala Dunia.

Di Afrika -kata N.A. Scotch dalam tulisannya di The Journal of Conflict Resolution, 1961, Vol.5, No.1 yang baru-baru ini diterjemahkan oleh penerbit Kepik Ungu dalam buku Afrika Gila Bola (2010)- keyakinan terhadap sihir tak cuma bertahan di tengah-tengah kehidupan yang terus mengalami modernisasi. Bahkan, itu meluas dan berevolusi untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan hidup sekarang.

Tak jauh dengan pengalaman di Indonesia, praktik klenik tampak dalam perebutan pekerjaan di kota-kota. Ia digunakan untuk meningkatkan standar hidup kaum urban. Dengan demikian, ilmu sihir yang semula dipraktikkan dalam konteks tradisional kini diadaptasi dalam berbagai situasi baru. Jika di tanah air para paranormal begitu rajin muncul di layar televisi dan tak gaptek memanfaatkan teknologi SMS, di Afrika Selatan pada Piala Dunia 2010, seorang dukun bernama Sebenzile Nsukwini berusaha menerawang keamanan perhelatan akbar ini dengan menggunakan media serpihan tulang dan cangkang kerang.

Syahdan, seluruh tim sepak bola di Afrika memiliki inyanga yang menjampi setiap pemain sebelum pertandingan. Ilmu-ilmu gaib itu dimanfaatkan semaksimalnya untuk membantu meraih kemenangan. Berbagai ritual dan upacara pun digelar, termasuk menyembelih kambing sebelum pertandingan dimulai untuk membuka pintu keberuntungan.

Di sinilah, di Afrika, sepak bola menjadi realisme magis. Sebuah nuansa bermain yang mempertautkan teknik olahraga modern terbesar di jagat raya dengan praktik mistik khazanah tradisi. Kemampuan pemain, strategi pelatih, dan kekompakan tim bersatu padu dengan kekuatan gaib untuk meraih kemenangan. Itu juga sebuah bukti betapa sepak bola memang begitu dekat dengan kehidupan masyarakat dunia ketiga yang akrab dengan mistik.

Seberapa manjur sebuah praktik supranatural dalam sepak bola mungkin bukanlah persoalan. ”Kepercayaan terhadap sihir amat sulit dibongkar karena ia membentuk suatu sistem yang dapat menyerap dan menjelaskan apa yang gagal dijelaskan ilmu pengetahuan yang menentangnya.” Demikian pengamatan M. Gluckman (1955:101) sebagaimana dikutip N.A. Scotch.

Lebih jauh, Sindhunata (2002:47) menyebutkan bahwa kepercayaan terhadap klenik dalam sepak bola sebagai bahasa lain dari iman tak ubahnya ”tanda salib” yang selalu diperagakan kesebelasan Amerika Latin ketika memasuki lapangan. Karena itu, sebuah ritual mistik di luar kekuatan supranaturalnya yang diyakini seyogianya bisa berfungsi sebagai semacam sugesti untuk meneguhkan keberanian dan kepercayaan diri pemain di lapangan.

Tak heran pada Piala Dunia Spanyol 1982, tim Kamerun datang bersama dukunnya ke Stadion Vigo dengan menenteng koper berisi ramuan yang ditaburkan di lapangan tengah dan daerah berbahaya sekitar gawang sebelum pertandingan. Apakah berkat ramuan klenik itulah kemudian kesebelasan Kamerun yang underdog kala itu mampu menahan Italia 1:1 dan tak terkalahkan selama putaran pertama?

Dimensi fungsional sihir itulah alasan mengapa hal-hal magis dapat bertahan lama dalam keyakinan orang Afrika, berkembang, dan bahkan beradaptasi ketika berada di tengah-tengah masyarakat industri ala Euroamerica.

Di Afrika sering terjadi kemenangan sebuah tim sepak bola dipandang sebagai kemenangan seorang dukun. Jika di Australia konon para pengelola klub menyeleksi pemain dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud, di Ghana seorang inyanga diserahi tugas mencari pemain. Maka, di samping keandalan para pemain sepak bola, kemenangan dan kekalahan sebuah tim pun dianggap bertumpu pada kemampuan seorang dukun. Karena itulah, ketika sebuah tim terus-menerus kalah, yang diganti inyanga-nya, bukan pemain atau pelatihnya.

Bagaimana dengan sepak bola Indonesia? Meskipun entah kapan timnas kita bisa berlaga di putaran Piala Dunia, toh sebetulnya kita memiliki tradisi yang serupa dengan Afrika. Wasit Jimmy Napitupulu (2005) contohnya. Dia mengaku mengetahui sejumlah kebiasaan-kebiasaan tim yang mengikutsertakan kepercayaan klenik pada liga-liga Indonesia. Misalnya, di Bali ada kebiasaan menggosokkan minyak babi di tiang gawang dan titik kickoff. Di Stadion Brawijaya, Kediri, pernah ada tiga butir telur yang ditaruh di titik kickoff sebelum pertandingan dan di Stadion 17 Mei, Banjarmasin, pernah terjadi sebuah nampan berisi dua gelas kopi dan lisong yang menyala diletakkan di tengah lapangan.

Lantas, dapatkah seorang Ki Joko Bodo membantu meningkatkan prestasi sepak bola kita? Ah, sepak bola kok jadi klenik…(*)

*) Cerpenis dan periset Parikesit Institute Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati