Sunlie Thomas Alexander *
jawapos.com
KEJANGNYA si gundul fenomenal Ronaldo menjelang final Piala Dunia 1998 di Prancis boleh jadi disebabkan faktor psikologis. Rasa gugup dan tegang dalam menghadapi partai penentuan adalah hal wajar. Apalagi beban dipikul oleh seorang bintang yang tengah bersinar terang seperti dirinya, tentu tak ringan.
Masalahnya, spekulasi kemudian berkembang. Salah satunya adalah isu bahwa Piala Dunia 1998 tak sepi dari praktik klenik. Kesebelasan Prancis pun dituduh telah menggunakan jasa seorang dukun terkenal dari Afrika Barat, Aguib Sosso. Seperti halnya ilmu teluh dari Banten yang konon sanggup melintasi lautan, seorang dukun Afrika -kata Adam Kone, paranormal Mali- memang tak mesti ada di stadion untuk melakukan sihirnya.
Apakah Ronaldo kejang-kejang karena santet juju hitam? Benarkah balutan di lengan para pemain Les Bleus -julukan timnas Prancis- adalah jimat buatan Sosso? Benarkah dia telah memandikan Zidane dalam sebuah ritual?
Kita tidak tahu. Mistik, tak ada yang bisa membuktikan. Yang pasti, Prancis akhirnya keluar sebagai jawara Piala Dunia 1998, mengalahkan Brazil dengan skor 3-0. Zidane mencetak dua gol gemilang lewat sundulan kepalanya.
Bagi kebanyakan orang, tentu cerita Ronaldo di final Prancis 1998 memang bagaikan dongeng yang terasa mengada-ada. Namun, toh kisah itu kemudian menjadi tak lagi terlalu aneh ketika dia dikaitkan dengan sepak bola Afrika. Di Benua Hitam itu, sepak bola memang begitu lekat dengan perdukunan, dua hal yang seolah tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakatnya. Dengan begitu, perpaduan tersebut membuat sepak bola menjadi unik dan kental dengan nuansa budaya. Ya, itulah fenomena Afrika, fenomena dunia ketiga.
Antonio Pigafetta -penjelajah Florentina yang menyertai Maggelan dalam pelayaran pertamanya mengelilingi dunia- seperti diungkapkan Gabriel Garcia Marques dalam pidato nobelnya 1982, konon telah menulis sederet laporan akurat seperti khayalan saat melewati selatan Amerika.
”Dia menulis telah melihat babi dengan pusar di sekitar pinggang, burung tanpa kuku yang bertelur di atas punggung kawannya, dan semacam burung pelikan tanpa lidah yang paruhnya menyerupai sendok. Dia mengaku telah melihat suatu makhluk menjijikkan dengan telinga dan kepala keledai, badan unta, kaki rusa, dan meringkik seperti kuda,” ujar Marques.
Penulis novel Cien Anos de Solidad (Seratus Tahun Kesunyian) itu tentu saja tidak berlebihan. Faktanya, Amerika Selatan -seperti halnya ranah Afrika dan Asia, termasuk Indonesia- selama berabad-abad dipandang sebagai dunia erotis penuh misteri. Para petualang Eropa pada masa lampau, dalam lawatannya ke pedalaman Afrika, Patagonia, dan berbagai belahan Timur, telah membawa pulang cerita-cerita fantastis menggemparkan. Keajaiban dunia, atau meminjam istilah Marco Polo, Imago Mundi, begitulah mereka membahasakan pengalaman perjumpaan mereka dengan beragam praktik ritual Indian serta upacara-upacara adat suku-suku di Afrika dan Asia. Sebagian benar, sebagian salah paham penuh prasangka, dan sebagian lagi laporan palsu yang sarat fitnah.
Karena itulah, oleh perspektif Barat yang tak bisa menerima segala hal yang beraroma gaib, karya-karya Marques dan sejumlah pengarang Afrika dan India lazim disebut sebagai realisme magis, sebuah gaya berolah kisah yang merajut pertentangan dua pandangan dunia: rasionalitas scientific ala Barat dan alam mistik. Padahal, bagi Marquez dan para penulis dunia ketiga lainnya yang terbiasa dengan dukun, santet, dan berbagai realitas supranatural dalam keseharian, ia hanyalah “karya sastra yang ditulis sebagaimana kakek-nenek kita dulu bercerita.”
Tentu saja realisme magis kemudian dianggap sebagai gaya yang cocok bagi penceritaan tanah-tanah pascakolonial untuk mengisahkan dirinya dengan kacamatanya sendiri. Ia hadir sebagai sebentuk sastra perlawanan di tanah-tanah bekas jajahan yang frame of view ”dunia”-nya berusaha dikonstruksi oleh kaum imperialis. Sastra realisme magis memperlakukan wilayah mistik dan realitas empiris secara sejajar. Sebab, peristiwa-peristiwa yang fantastis dan supernatural berkait erat dengan dunia nyata dan mengakar pada realitas yang dikenali lewat referensi sosial, historis, dan politis. Ya, sebagaimana Afrika Selatan memperlakukan sepak bola dan para inyanga (dukun suku Zulu) dengan upacara penyembelihan sapi di stadion-stadion yang dipakai Piala Dunia.
Di Afrika -kata N.A. Scotch dalam tulisannya di The Journal of Conflict Resolution, 1961, Vol.5, No.1 yang baru-baru ini diterjemahkan oleh penerbit Kepik Ungu dalam buku Afrika Gila Bola (2010)- keyakinan terhadap sihir tak cuma bertahan di tengah-tengah kehidupan yang terus mengalami modernisasi. Bahkan, itu meluas dan berevolusi untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan hidup sekarang.
Tak jauh dengan pengalaman di Indonesia, praktik klenik tampak dalam perebutan pekerjaan di kota-kota. Ia digunakan untuk meningkatkan standar hidup kaum urban. Dengan demikian, ilmu sihir yang semula dipraktikkan dalam konteks tradisional kini diadaptasi dalam berbagai situasi baru. Jika di tanah air para paranormal begitu rajin muncul di layar televisi dan tak gaptek memanfaatkan teknologi SMS, di Afrika Selatan pada Piala Dunia 2010, seorang dukun bernama Sebenzile Nsukwini berusaha menerawang keamanan perhelatan akbar ini dengan menggunakan media serpihan tulang dan cangkang kerang.
Syahdan, seluruh tim sepak bola di Afrika memiliki inyanga yang menjampi setiap pemain sebelum pertandingan. Ilmu-ilmu gaib itu dimanfaatkan semaksimalnya untuk membantu meraih kemenangan. Berbagai ritual dan upacara pun digelar, termasuk menyembelih kambing sebelum pertandingan dimulai untuk membuka pintu keberuntungan.
Di sinilah, di Afrika, sepak bola menjadi realisme magis. Sebuah nuansa bermain yang mempertautkan teknik olahraga modern terbesar di jagat raya dengan praktik mistik khazanah tradisi. Kemampuan pemain, strategi pelatih, dan kekompakan tim bersatu padu dengan kekuatan gaib untuk meraih kemenangan. Itu juga sebuah bukti betapa sepak bola memang begitu dekat dengan kehidupan masyarakat dunia ketiga yang akrab dengan mistik.
Seberapa manjur sebuah praktik supranatural dalam sepak bola mungkin bukanlah persoalan. ”Kepercayaan terhadap sihir amat sulit dibongkar karena ia membentuk suatu sistem yang dapat menyerap dan menjelaskan apa yang gagal dijelaskan ilmu pengetahuan yang menentangnya.” Demikian pengamatan M. Gluckman (1955:101) sebagaimana dikutip N.A. Scotch.
Lebih jauh, Sindhunata (2002:47) menyebutkan bahwa kepercayaan terhadap klenik dalam sepak bola sebagai bahasa lain dari iman tak ubahnya ”tanda salib” yang selalu diperagakan kesebelasan Amerika Latin ketika memasuki lapangan. Karena itu, sebuah ritual mistik di luar kekuatan supranaturalnya yang diyakini seyogianya bisa berfungsi sebagai semacam sugesti untuk meneguhkan keberanian dan kepercayaan diri pemain di lapangan.
Tak heran pada Piala Dunia Spanyol 1982, tim Kamerun datang bersama dukunnya ke Stadion Vigo dengan menenteng koper berisi ramuan yang ditaburkan di lapangan tengah dan daerah berbahaya sekitar gawang sebelum pertandingan. Apakah berkat ramuan klenik itulah kemudian kesebelasan Kamerun yang underdog kala itu mampu menahan Italia 1:1 dan tak terkalahkan selama putaran pertama?
Dimensi fungsional sihir itulah alasan mengapa hal-hal magis dapat bertahan lama dalam keyakinan orang Afrika, berkembang, dan bahkan beradaptasi ketika berada di tengah-tengah masyarakat industri ala Euroamerica.
Di Afrika sering terjadi kemenangan sebuah tim sepak bola dipandang sebagai kemenangan seorang dukun. Jika di Australia konon para pengelola klub menyeleksi pemain dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud, di Ghana seorang inyanga diserahi tugas mencari pemain. Maka, di samping keandalan para pemain sepak bola, kemenangan dan kekalahan sebuah tim pun dianggap bertumpu pada kemampuan seorang dukun. Karena itulah, ketika sebuah tim terus-menerus kalah, yang diganti inyanga-nya, bukan pemain atau pelatihnya.
Bagaimana dengan sepak bola Indonesia? Meskipun entah kapan timnas kita bisa berlaga di putaran Piala Dunia, toh sebetulnya kita memiliki tradisi yang serupa dengan Afrika. Wasit Jimmy Napitupulu (2005) contohnya. Dia mengaku mengetahui sejumlah kebiasaan-kebiasaan tim yang mengikutsertakan kepercayaan klenik pada liga-liga Indonesia. Misalnya, di Bali ada kebiasaan menggosokkan minyak babi di tiang gawang dan titik kickoff. Di Stadion Brawijaya, Kediri, pernah ada tiga butir telur yang ditaruh di titik kickoff sebelum pertandingan dan di Stadion 17 Mei, Banjarmasin, pernah terjadi sebuah nampan berisi dua gelas kopi dan lisong yang menyala diletakkan di tengah lapangan.
Lantas, dapatkah seorang Ki Joko Bodo membantu meningkatkan prestasi sepak bola kita? Ah, sepak bola kok jadi klenik…(*)
*) Cerpenis dan periset Parikesit Institute Yogyakarta.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Jumat, 25 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar