Kamis, 03 Juni 2010

Penyair dan Alquran dalam Rekaman Sejarah

Aguk Irawan MN*
http://www.infoanda.com/Republika

Penyair-penyair itu diikuti orang-orang yang sesat. Tidakkah kau lihat mereka menenggelamkan diri dalam sembarang lembah khayalan dan kata. Dan mereka sering mengujarkan apa yang tak mereka kerjakan. Kecuali mereka yang beriman, beramal baik, banyak mengingat dan menyebut Allah dan melakukan pembelaan ketika didzalimi. (QS As-Syu'ara, 24-27)

Di dalam literatur kesusastraan Arab, sebagaimana direkam oleh Syauqi Dlaif dalam buku Tarikh al-Adab al-Arabi (Kairo: Dar al-Maarif, 1968), dijelaskan ahwa Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, tidak saja membawa petunjuk yang benar, tapi juga sebagai 'penyaing' keulungan sastra Jahily.

Keulungan sastra Jahily saat itu memang tak diragukan lagi oleh banyak pengamat kebudayaan. Manuskrip-manukskrip kuno (sastra Jahily), membuktikan hal itu. Tetapi, pada zaman itu jangan ditanya bagaimana etika dan moral masyarakatnya. Ibnu Qutaibah dalam buku Asy-Syi'ir wa as-Asyu'ara (Beirut: Dar ats-Tsaqafah, 1969) menceritakan dengan detail prilaku (kebiasaan) masyarakat Jahily (penyair Jahily) yang amarol dan amat asusila.

Pertanyaannya, kenapa sastra yang konon sebagai penyangga suatu peradaban seperti tak berguna? Tentu, karena Islam percaya, hanya karya sastra yang beretika (baca: bermoral), dan yang mengajak dalam kebaikan, serta menjauhi segala kefasadanlah yang bisa membawa kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, yang mampu menyangga peradaban.

Sejarawan Muslim at-Tahawani menceritakan, sejarah turunnya surat As-Syu'ara (para penyair) dilatarbelakangi kenyataan bahwa di sekeliling Nabi adalah para penyair, seperti Ka'ab bin Zuhair, Labib bin Rabi'ah, Imri' al-Qois, Abu Mihjan ats-Tsaqafi, Abu ath-Thamhan al-Qaini, Dhabi bin al-Harist al-Barjami, Suhaim Abdul Bani al-Hashas, an-Najasy al-Haritsi, dan Syabil bin-Waraqa.

Ketika turun ayat, "Dan para penyair diikuti oleh orang-orang yang sesat," lantas Hasan bin Tsabit dan Ibnu Rawahah, yang dikenal sebagai penyair Muslim, cepat-cepat menghadap Nabi SAW, dan berkata, "Wahai Rasulallah, ayat tersebut telah turun, dan engkau sungguh mengetahui bahwa kami ini adalah penyair."

Nabi kemudian bersabda, "Sesungguhnya orang mukmin berjuang melalui pedang dan lidah (tinta)-nya." At-Tahawani kemudian mengutip pendapat al-Baidhawi dalam menafsirkan ayat tersebut. Menurutnya, memang sebagian besar penyair saat itu hanya mengungkapkan khayalan-khayalan yang jauh dari kebenaran, dan sebagain besar dari mereka itu telah mengumbar syahwatnya melalui kata-kata berkaitan dengan cinta dan pencabulan, cumbu rayu, menyebut sifat perempuan dan bentuk tubuhnya dengan telanjang, laksana mereka melihat onta di hadapannya, janji dusta, dan bangga dengan sesuatu yang tidak benar, juga hinaan kepada sesamanya.

Kemudian, dia menjelaskan Firman Allah selanjutnya, "Kecuali orang-orang yang beriman", sebagai pengecualian penyair mukmin yang baik, yang sering mengingat Allah, dan dorongan untuk memegang pada norma atau etika, seperti menjaga kemaluan, penyeruan untuk beribadah kepada Allah, bersilaturahim dan semacamnya (At-Tahawani, Kasyaf Isthilahat al-Funun, Juz II, hlm 744-755).

Dari penjelasan tersebut dapat menyimpulkan, untuk menopang peradaban suatu bangsa, kita tidak bisa berharap pada karya-karya sastra yang hanya mengandung nilai-nilai rendahan? Dan, sejarah sastra Jahily telah membuktikan kegagalannya. Pada QS As-Syu'ara ayat 24-27, sebelum penunjukan (klaim) bahwa penyair-penyair itu diikuti orang-orang yang sesat, ayat sebelumnya memberitahukan kepada kita, kepada siapa syetan itu akan turun? Sebagai jawaban, ayat berikutnya menjawab, bahwa syetan akan turun kepada pendusta dan kepada penyair.

Dalam Alquran, sebutan penyair dinyatakan secara bersama-sama dengan beberapa sebutan seperti orang gila, penyihir, dukun dan juga dengan sebutan syetan. Alquran, menyebutkan kata penyair secara khusus dan sangat terang sebanyak 10 kali, dan dengan bentuk derivasinya (sinonimnya) sekitar 60 kali (lihat, Mu'jam Alfadz al-Qur'an Karim, cet II, Juz 1, Kairo: Haiah al-Masry al-Amma, 1970, hal 575-577). Dan, secara istimewa, bahkan menyebut satu surahnya, dengan nama As-Syu'ara (para penyair).

Karena Alquran telah menyebut penyair secara bersamaan dengan sebutan penyihir, dukun dan sebutan orang gila, maka pertanyaan selanjutnya adalah, apakah Islam melarang umatnya membuat puisi? Jumhur ulama telah sepakat mengatakan, bahwa perbuatan sihir (belajar sihir) dan semacamnya adalah haram, sebab ia mengarah pada sesuatu yang dilarang (persekutuan dengan syetan). Atas dasar ini, ditegaskan bahwa Alquran bukan hasil dari sihir (perdukunan), bukan pula karya syetan, bukan pula karya puisi.

Allah berfirman, "Alquran bukanlah perkataan seorang penyair, sedikit sekali mereka yang beriman, juga bukan ucapan dukun, sedikit sekali mereka menyadari." (Qs Al-Haqqah: 41-42). Jadi, nabi bukan seorang penyihir juga bukan seorang penyair. Nabi adalah penerima kalamullah (Alquran).

Kalau begitu, kenapa Alquran telah menyebut penyair secara bersamaan dengan sebutan penyihir, dukun dan sebutan orang gila? Ada cukup banyak alasan. Salah satunya, berpuisi adalah tindakan yang hampir sama dengan perbuatan sihir. Atau dalam bahasa lain, berpuisi memang bentuk sihir dalam bahasa.

Imam Malik bin Anas, dalam Al-Muwatha (Kairo, Kitab al-Kalam, 1951 hlm 609-610) mengutip hadis Nabi, "Sesungguhnya dalam pemakaian bahasa terkandung sihir." Hadis ini turun, menurutnya, ketika sahabat Nabi dibuat berdecak kagum dengan kedatangan dua orang laki-laki dari Timur kemudian berpidato dengan retorika yang bagus, disertai dengan pembacaan puisi yang amat memukau.

Atas dasar itulah, ketika ditanya sahabat, apakah Nabi pernah berpuisi, Aisyah menjawab bahwa puisi adalah bentuk omongan yang ia benci (Ath-Thabari, Jami' al-Bayan, Juz IX, hlm 224).

Tetapi, riwayat lain menyebutkan, betapa Nabi sangat apresiatif terhadap para penyair, sebagaimana yang dilakukan kepada Hasan bin Tsabit. Al-Mubarad adalah salah seorang sahabat sering meriwayatkan sikap apresiasi Nabi kepada penyair. Menurutnya, Rasullah sering menatap penyair dengan wajah tersenyum dan bersabda, "Padamu semoga Allah memberi kemantapan hati." Hal ini dilakukan Nabi tatkala mendengar kasidahnya Ibnu Rawahah (Muhammad bin Sulam al-Jumahi, Thabaqat Fuhul asy-Syu'ara, hlm 188).

Ada cukup banyak riwayat yang menyebutkan sikap Nabi terhadap penyair, baik yang negatif maupun yang positif. Beliau senang mendengar puisi tertentu dari penyair tertentu dan benci dengan puisi tertentu dari penyair tertentu. Sikap Nabi jelas, tentu didasarkan pada isi (teks) puisi, dan tidak peduli siapapun yang membacakannya.

Dengan demikian, ketika Alquran diturunkan kepada para penyair Jahily, di dalamnya ada fungsi baru dalam kesusastraan. Alquran (dengan sikap Nabi) tidak menginginkan puisi hanya dipakai sebagai alat untuk menghayal ke lembah-lembah tanpa maksud kebaikan, atau hanya untuk mengumbar nafsu dan sejenisnya. Karenanya, Alquran hanya membenarkan puisi yang sejalan dengan kebaikan. Dan ini membuktikan bahwa Alquran telah melemahkan posisi perdukunan (sihir), akan tetapi tidak melemahkan posisi penyair dengan puisinya.

Sikap para penyair Jahily kemudian terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, mereka mempertahankan nilai-nilai yang dominan, nilai lama yang diakui oleh Islam, dan nilai baru yang dibawa (terkandung) dalam Islam. Kedua, mereka memberontak dan menyimpang dari nilai-nilai tersebut. Karena menganggap bahwa berpuisi adalah pengalaman subyektif yang tak bisa diatur oleh norma atau agama.

Tetapi, dalam sejarah tercatat, bahwa Nabi beserta para khalifahnya kemudian terus mendorong para penyair agar terus berpuisi -- dilakukan setelah mengetahui penyair Labid bin Rabi'ah melakukan aksi mogok menjadi penyair setelah turunnya QS As-Syu'ara -- asal mereka masih berpegang pada pendirian yang pertama, yakni mempertahankan nilai-nilai lama yang dibenarkan oleh Islam dan nilai-nilai baru yang dibawa oleh ajaran Islam. Sekarang tergantung pada kita, mau meilih jalan yang mana: jalan yang dianjurkan Nabi atau jalan penyair Jahily yang amoral itu?

*) Peneliti, alumnus Al-Azhar.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati