Indah S. Pratidina
http://www.ruangbaca.com/
Kalau ada yang bertanya kepada kita, sebenarnya buku fantasi itu apa sih, benak kita mungkin akan langsung menyusun jawaban yang terdiri atas kata-kata seperti: mustahil benar-benar terjadi, hasil khayalan tingkat tinggi, dunia lain di luar dunia “nyata”, dan sebagainya. Tapi justru keyakinan bahwa elemen-elemen magis dalam karya fantasi sangat berkaitan erat dengan realitalah yang membuat saya menulis skripsi saya (Analisis Wacana pada Sastra Anak: Ideologi J.K. Rowling dalam Dunia Sihir Harry Potter, 2001).
Walau sudah terbit sejak tahun 1997 di negeri asalnya, saya pertama kali mengenal Harry Potter pada tahun 2000. Setelah sekian lama tidak membaca sesuatu yang bisa membuat saya begitu bersemangat mengikuti cerita sampai akhir, J.K. Rowling menjawab kerinduan itu dengan Harry Potter dan Batu Bertuah, yang tak lama kemudian disusul Harry Potter dan Kamar Rahasia. Saking tersentuhnya, saya memutuskan menjadikan dua buku itu bahan penelitian.
Berhubung saya mengambil jurusan Komunikasi Massa, maka saya memperlakukan buku Harry Potter sebagai media massa. Dan kalau menurut Denis McQuail dalam Mass Communication Theory: an Introduction, media massa memiliki peran perantara (mediating) antara realita sosial yang objektif dengan pengalaman pribadi. Saya meneliti isi buku karya JK Rowling ini pun atas dasar keyakinan bahwa isi media merupakan dokumen sosial yang bisa menjadi bukti keadaan masyarakat dan kebudayaan di mana media tersebut dibuat, para produsen dan tujuan mereka, termasuk audiens yang dituju dan minat mereka.
Saya pun setuju dengan Charles W. Wright dalam Sosiologi Komunikasi Massa, yang mengatakan bahwa isi pesan media massa menarik untuk diteliti karena walau sehari-hari diterpa arus komunikasi, kita jarang termotivasi untuk menganalisis aspek-aspek berharga dari isi pesan secara sosiologis.
Ketika menyaksikan televisi untuk hiburan pribadi kita sendiri, misalnya, sebenarnya kita bisa mendapatkan berbagai informasi tentang representasi masyarakat. Kita tentu saja cenderung tidak akan terlalu memerhatikan atau menganalisis kelas sosial atau karakteristik pekerjaan dari para pahlawan, penjahat, di layar televisi. Padahal analisis ini dapat memberi kita perspektif yang diperlukan dan data penting yang akurat dan bersifat sosiologis.
Mendukung alasan Wright, Dennis McQuail juga berkata isi (content) media itu sebenarnya kumpulan data yang paling berisi dan mudah diakses yang bisa memberikan banyak petunjuk tentang masyarakat, dan kemudahan akses ini melewati batas waktu dan bahkan terkadang melewati batas negara. Isi media juga muncul dalam bentuk-bentuk yang kelihatan lebih konstan sejalan dengan waktu dibandingkan fenomena budaya lain. Karena alasan ini isi media dihargai ahli sejarah, sosiolog, dan antropolog.
Fakta dalam Fantasi
Teori dan metode di atas dapat diaplikasikan pada semua tipe isi (content), termasuk pada hiburan dan fiksi. Dalam fiksi, pengeks-presian dan komunikasi dapat dilakukan dengan baik melalui usaha meniru kejadian nyata, mengajukan kasus khusus, atau dengan menyediakan kekontrasan dari yang dianggap normal. Fiksi dapat menggunakan penemuan dan fantasi untuk berkomentar terhadap kenyataan melalui representasi.
Sejak lama tradisi buku fantasi pun sering dikaitkan dengan representasi. Sebenarnya genre ini mulai berkembang sejak abad ke-19 ketika The Water Babies (1863) karya Charles Kingsley dan Alice’s Adventures in Wonderland (1865) karya Lewis Carroll diterbitkan. Keduanya menyajikan dunia alternatif yang ditemukan secara tidak sengaja, kalau Tom dalam The Water Babies karena tercebur ke sungai, sedangkan Alice terperosok ke dalam lubang. Keduanya membuat tonggak kuat dalam genre fantasi dan menuai berbagai analisis/tulisan ilmiah.
Salah satu analisis yang ingin saya kutip adalah dari Leeson: “Fantasi membantu Alice menantang otoritas keluarga dengan menyajikan hewan, kartu-kartu hidup, bidak-bidak catur untuk mengambil posisi orang dewasa (1985).”
Dalam hal hubungan fantasi dan representasi ini ada juga pendapat Humphrey Carpenter: “…Sisi lain dari menulis untuk anak… adalah representasi, dan dideskripsikan secara umum sebagai ‘fantasi’”. Walaupun tidak secara terbuka bersifat realistis dan dianggap tidak punya hubungan apa-apa dengan dunia ‘nyata’, dalam usaha menulis karya-karya fantasi ini ditemukan beberapa observasi mendalam tentang karakter manusia dan masyarakat masa kini dan (sering kali) tentang agama.” (1985)
Saya jadi teringat pada karakter masyarakat Inggris yang sering diasosiasikan dengan kelas sosial. Pertentangan kelas cenderung tampak sebagai bumbu atau bahkan isu utama dalam menyajikan fiksi karya-karya penulisnya. David Cannadine, Class in Britain, Penguin Books 2000, bilang begini: adalah diketahui secara luas, baik di Inggris sendiri maupun di luar negeri, bahwa orang Inggris sangat terobsesi dengan kelas dengan cara yang sama negara-negara lain terobsesi pada makanan, ras, seks, narkoba, atau alkohol. Biasanya kisah fiksi menampilkan kaum kelas bawah sebagai pahlawan yang meraih kemenangan sedangkan kelas atas sebagai penjahat dengan segala kesialannya, bahkan pada buku anak-anak.
Perhatian khusus pun saya berikan ketika membaca kembali buku-buku Harry Potter. Apakah ideologi pertentangan kelas juga ada di dalam karangan J.K. Rowling itu?
Dari sana, saya langsung melihat kontras yang jelas sekali pada tokoh-tokoh dalam buku Harry Potter. Harry digambarkan sebagai anak yatim-piatu, miskin (walau kemudian dia tahu dia punya simpanan yang lumayan di Bank Sihir Gringotts), dan merana hidup bersama keluarga Dursley. Sementara itu ada tokoh Draco Malfoy, musuhnya, yang berasal dari keluarga sihir tua yang terkenal berabad-abad, kaya, punya puri dan segala macam materi yang tidak dimiliki Harry Potter.
Kalau boleh berinterpretasi, Harry Potter seperti perwakilan kelas menengah yang harus berjuang dalam kehidupan sehari-harinya, sementara Draco Malfoy adalah representasi kelas atas/aristokrat yang selama hidupnya penuh dengan privileges, hak-hak istimewa karena keturunan, karena punya “darah murni”.
Teman-teman Harry di Griffindor punya ciri-ciri yang serupa dengan sang tokoh utama. Keluarga Weasley misalnya, dari berbagai ciri yang ditebarkan di mana-mana di dalam buku, tergambar jelas mereka adalah keluarga sederhana, serba pas-pasan, segala perlengkapan Ron selalu bekas kakak-kakaknya, mulai dari jubah, tongkat, dan buku. Hal ini kembali kontras dengan Malfoy yang begitu mudahnya mendapat sapu terbang baru hanya dengan meminta pada sang ayah.
Segala deskripsi sifat baik yang ditempelkan kepada kelas pekerja dan menengah (Harry Potter dan teman-temannya), tidak berhenti pada masalah ekonomi, bahkan hingga deskripsi fisik. Keluarga Weasley digambarkan berambut merah, wajah berbintik-bintik yang mencerminkan kehangatan. Sedangkan keluarga Malfoy digambarkan punya image dingin: wajah runcing pucat, mata berwarna abu-abu dingin, dan rambut pirang pucat.
Semua sifat buruk ada pada keluarga Malfoy, mulai dari sombong, selalu mau menang sendiri, egois, kejam terhadap budak (dilihat dari kasus Dobby si Peri Rumah pada buku HP2), sampai rasis (kebenciannya pada penyihir yang berdarah muggle) diungkapkan dengan jelas dalam setiap buku.
Sebenarnya segala keburukan yang dialami kelas atas ini bisa kita temui juga pada The Great Ghost Rescue dan Not Just A Witch-nya Eva Ibbotson, sang tokoh utama adalah anak miskin dan tokoh antagonis biasanya berasal dari kalangan orang kaya. Dalam buku pun berbagai komentar sarkastis terhadap gaya hidup orang kaya kerap dilontarkan Ibbotson melalui narasi. Tokoh jahat dalam di Great Ghost Rescue misalnya adalah seorang lord kaya berhati dingin yang berniat memusnahkan semua hantu di Inggris. Digambarkan Lord Bullhaven ini seorang konservatif, orang yang tidak menyukai semua yang berbeda, tidak bisa menerima apa pun yang agak aneh atau tidak biasa. Sedikit mengingatkan Anda pada keluarga Dursley, kan?
Sebagai kesimpulan, saya melihat ada ideologi nyata yang dibawa JK Rowling dalam buku-buku fantasi karyanya. Selain menempatkan dirinya sebagai anggota kelas menengah/bawah, dia juga menempatkan pembaca pada posisi yang sama, dan bersama-sama kita diajak “memerangi” dominasi kelas atas dan mewujudkan a classless society.
Dunia yang Bersentuhan
Apakah itu menciptakan dunia sendiri, seperti di The Chronicles of Narnia, Lord of the Rings, atau Eragon, atau menggabungkan dunia fantasi dengan dunia nyata masa kini, seperti Harry Potter dan Artemis Fowl karya Eowin Colfer, keduanya punya daya tarik sendiri.
Menariknya, bila kedua dunia digambarkan berdiri secara pararel, selalu diceritakan ada “gerbang/perisai” yang bisa membawa kita ke sana. Dalam Narnia, Lucy masuk ke lemari yang ternyata menghubungkan dunianya dengan tanah Narnia. Seorang teman bercerita, ini sempat membuatnya rajin membuka lemari karena berharap di belakang lemari dia juga ada dunia lain. Dalam Harry Potter ada dinding batu di belakang Bar Leaky Quadron yang bila diketuk dengan cara rahasia, akan terbuka dan menampilkan dunia sihir. Dalam Artemis Fowl, si tokoh utama mendapati bahwa sebenarnya di bawah tanah dunia kita ada dunia peri, namun ada perisai khusus yang membuat kita tidak bisa melihatnya.
Tapi di negeri mana pun kejadiannya, bagaimanapun bentuk dunianya, seaneh apa pun makhluk-makhluknya, kisah fantasi rasanya tetap tidak akan terpisahkan dari dunia nyata karena masalah-masalah yang diangkat menjadi konflik sebenarnya sama. Perang antara baik-jahat, cinta, kesombongan, keserakahan, dan sebagainya.
Daya Tarik Kisah Fantasi
Kesukaan saya terhadap cerita fantasi sebenarnya berasal dari rasa kagum. Kok bisa ya Pak Tolkien dan Pak CS Lewis begitu detailnya menciptakan dunia baru dengan makhluk-makhluk luar biasanya? Bagaimana Rowling bisa menyatukan sistem pemerintahan dunia kita dengan dunia sihir, lengkap dengan segala peraturan yang sering membuat Harry dan kawan-kawan sebal? Bagaimana Eowin Colfer bisa menggambarkan pasukan peri seperti pasukan SWAT-nya film-film Amerika?
Deskripsi mereka begitu mendetail sehingga kita bisa membayangkan dunia itu, bahkan seolah bisa benar-benar masuk ke dalamnya. Konflik-konflik yang mereka ciptakan pun begitu masuk akal, tidak mengada-ada. Misalnya kita bisa paham kenapa masalah kecil bisa jadi persiteruan besar antara elf dan dwarf dalam Lord of the Rings. Atau kenapa sebagian besar dwarf memihak Penyihir Putih dalam Narnia.
Lalu tentunya karena seru! Masalah klasik persiteruan antara baik dan jahat yang “biasa”, yang mungkin bila dimasukkan ke cerita nyata akan terasa kejam, entah bagaimana lebih indah dan menarik jika direpresentasikan menjadi peperangan antara mahluk-makhluk penghuni dunia fantasi yang ajaib.
CV singkat:
Editor fiksi di Gramedia Pustaka Utama (GPU), biasa mengedit buku anak-anak dan remaja. Saat ini juga menjadi redaktur Gramedia Junior, buletin informasi buku-buku baru anak dan remaja terbitan GPU.
Buku yang pernah diedit antara lain: 101 Dating: Jo dan Kas karangan Asma Nadia, Let’s Go Fatimah! karya Sri Izzati, Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela, berbagai judul TeenLit, serial Darren Shan, dsb. Saat ini sedang mengedit Kumcer Jempolankarya Sri Izzati.
Buku yang pernah diterjemahkan: karya Eva Ibbotson: The Great Ghost Rescue, Not Just a Witch, Haunting Hiram, beberapa TeenLit, dsb. Saat ini sedang menerjemahkan The Chronicles of Narnia bersama rekan.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Kamis, 07 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel GarcÃa Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
1 komentar:
Artikel yang sangat menarik. Tapi saya penasaran apakah Ibu dapat menuliskan mengenai perkembangan novel-novel fantasi lokal karya anak bangsa seperti Garuda-5, Ledgar, dsb.?
Terima kasih.
Posting Komentar