Kamis, 07 Januari 2010

Fakta dalam Fantasi

Indah S. Pratidina
http://www.ruangbaca.com/

Kalau ada yang bertanya kepada kita, sebenarnya buku fantasi itu apa sih, benak kita mungkin akan langsung menyusun jawaban yang terdiri atas kata-kata seperti: mustahil benar-benar terjadi, hasil khayalan tingkat tinggi, dunia lain di luar dunia “nyata”, dan sebagainya. Tapi justru keyakinan bahwa elemen-elemen magis dalam karya fantasi sangat berkaitan erat dengan realitalah yang membuat saya menulis skripsi saya (Analisis Wacana pada Sastra Anak: Ideologi J.K. Rowling dalam Dunia Sihir Harry Potter, 2001).

Walau sudah terbit sejak tahun 1997 di negeri asalnya, saya pertama kali mengenal Harry Potter pada tahun 2000. Setelah sekian lama tidak membaca sesuatu yang bisa membuat saya begitu bersemangat mengikuti cerita sampai akhir, J.K. Rowling menjawab kerinduan itu dengan Harry Potter dan Batu Bertuah, yang tak lama kemudian disusul Harry Potter dan Kamar Rahasia. Saking tersentuhnya, saya memutuskan menjadikan dua buku itu bahan penelitian.

Berhubung saya mengambil jurusan Komunikasi Massa, maka saya memperlakukan buku Harry Potter sebagai media massa. Dan kalau menurut Denis McQuail dalam Mass Communication Theory: an Introduction, media massa memiliki peran perantara (mediating) antara realita sosial yang objektif dengan pengalaman pribadi. Saya meneliti isi buku karya JK Rowling ini pun atas dasar keyakinan bahwa isi media merupakan dokumen sosial yang bisa menjadi bukti keadaan masyarakat dan kebudayaan di mana media tersebut dibuat, para produsen dan tujuan mereka, termasuk audiens yang dituju dan minat mereka.

Saya pun setuju dengan Charles W. Wright dalam Sosiologi Komunikasi Massa, yang mengatakan bahwa isi pesan media massa menarik untuk diteliti karena walau sehari-hari diterpa arus komunikasi, kita jarang termotivasi untuk menganalisis aspek-aspek berharga dari isi pesan secara sosiologis.

Ketika menyaksikan televisi untuk hiburan pribadi kita sendiri, misalnya, sebenarnya kita bisa mendapatkan berbagai informasi tentang representasi masyarakat. Kita tentu saja cenderung tidak akan terlalu memerhatikan atau menganalisis kelas sosial atau karakteristik pekerjaan dari para pahlawan, penjahat, di layar televisi. Padahal analisis ini dapat memberi kita perspektif yang diperlukan dan data penting yang akurat dan bersifat sosiologis.

Mendukung alasan Wright, Dennis McQuail juga berkata isi (content) media itu sebenarnya kumpulan data yang paling berisi dan mudah diakses yang bisa memberikan banyak petunjuk tentang masyarakat, dan kemudahan akses ini melewati batas waktu dan bahkan terkadang melewati batas negara. Isi media juga muncul dalam bentuk-bentuk yang kelihatan lebih konstan sejalan dengan waktu dibandingkan fenomena budaya lain. Karena alasan ini isi media dihargai ahli sejarah, sosiolog, dan antropolog.

Fakta dalam Fantasi

Teori dan metode di atas dapat diaplikasikan pada semua tipe isi (content), termasuk pada hiburan dan fiksi. Dalam fiksi, pengeks-presian dan komunikasi dapat dilakukan dengan baik melalui usaha meniru kejadian nyata, mengajukan kasus khusus, atau dengan menyediakan kekontrasan dari yang dianggap normal. Fiksi dapat menggunakan penemuan dan fantasi untuk berkomentar terhadap kenyataan melalui representasi.

Sejak lama tradisi buku fantasi pun sering dikaitkan dengan representasi. Sebenarnya genre ini mulai berkembang sejak abad ke-19 ketika The Water Babies (1863) karya Charles Kingsley dan Alice’s Adventures in Wonderland (1865) karya Lewis Carroll diterbitkan. Keduanya menyajikan dunia alternatif yang ditemukan secara tidak sengaja, kalau Tom dalam The Water Babies karena tercebur ke sungai, sedangkan Alice terperosok ke dalam lubang. Keduanya membuat tonggak kuat dalam genre fantasi dan menuai berbagai analisis/tulisan ilmiah.

Salah satu analisis yang ingin saya kutip adalah dari Leeson: “Fantasi membantu Alice menantang otoritas keluarga dengan menyajikan hewan, kartu-kartu hidup, bidak-bidak catur untuk mengambil posisi orang dewasa (1985).”

Dalam hal hubungan fantasi dan representasi ini ada juga pendapat Humphrey Carpenter: “…Sisi lain dari menulis untuk anak… adalah representasi, dan dideskripsikan secara umum sebagai ‘fantasi’”. Walaupun tidak secara terbuka bersifat realistis dan dianggap tidak punya hubungan apa-apa dengan dunia ‘nyata’, dalam usaha menulis karya-karya fantasi ini ditemukan beberapa observasi mendalam tentang karakter manusia dan masyarakat masa kini dan (sering kali) tentang agama.” (1985)

Saya jadi teringat pada karakter masyarakat Inggris yang sering diasosiasikan dengan kelas sosial. Pertentangan kelas cenderung tampak sebagai bumbu atau bahkan isu utama dalam menyajikan fiksi karya-karya penulisnya. David Cannadine, Class in Britain, Penguin Books 2000, bilang begini: adalah diketahui secara luas, baik di Inggris sendiri maupun di luar negeri, bahwa orang Inggris sangat terobsesi dengan kelas dengan cara yang sama negara-negara lain terobsesi pada makanan, ras, seks, narkoba, atau alkohol. Biasanya kisah fiksi menampilkan kaum kelas bawah sebagai pahlawan yang meraih kemenangan sedangkan kelas atas sebagai penjahat dengan segala kesialannya, bahkan pada buku anak-anak.

Perhatian khusus pun saya berikan ketika membaca kembali buku-buku Harry Potter. Apakah ideologi pertentangan kelas juga ada di dalam karangan J.K. Rowling itu?

Dari sana, saya langsung melihat kontras yang jelas sekali pada tokoh-tokoh dalam buku Harry Potter. Harry digambarkan sebagai anak yatim-piatu, miskin (walau kemudian dia tahu dia punya simpanan yang lumayan di Bank Sihir Gringotts), dan merana hidup bersama keluarga Dursley. Sementara itu ada tokoh Draco Malfoy, musuhnya, yang berasal dari keluarga sihir tua yang terkenal berabad-abad, kaya, punya puri dan segala macam materi yang tidak dimiliki Harry Potter.

Kalau boleh berinterpretasi, Harry Potter seperti perwakilan kelas menengah yang harus berjuang dalam kehidupan sehari-harinya, sementara Draco Malfoy adalah representasi kelas atas/aristokrat yang selama hidupnya penuh dengan privileges, hak-hak istimewa karena keturunan, karena punya “darah murni”.

Teman-teman Harry di Griffindor punya ciri-ciri yang serupa dengan sang tokoh utama. Keluarga Weasley misalnya, dari berbagai ciri yang ditebarkan di mana-mana di dalam buku, tergambar jelas mereka adalah keluarga sederhana, serba pas-pasan, segala perlengkapan Ron selalu bekas kakak-kakaknya, mulai dari jubah, tongkat, dan buku. Hal ini kembali kontras dengan Malfoy yang begitu mudahnya mendapat sapu terbang baru hanya dengan meminta pada sang ayah.

Segala deskripsi sifat baik yang ditempelkan kepada kelas pekerja dan menengah (Harry Potter dan teman-temannya), tidak berhenti pada masalah ekonomi, bahkan hingga deskripsi fisik. Keluarga Weasley digambarkan berambut merah, wajah berbintik-bintik yang mencerminkan kehangatan. Sedangkan keluarga Malfoy digambarkan punya image dingin: wajah runcing pucat, mata berwarna abu-abu dingin, dan rambut pirang pucat.

Semua sifat buruk ada pada keluarga Malfoy, mulai dari sombong, selalu mau menang sendiri, egois, kejam terhadap budak (dilihat dari kasus Dobby si Peri Rumah pada buku HP2), sampai rasis (kebenciannya pada penyihir yang berdarah muggle) diungkapkan dengan jelas dalam setiap buku.

Sebenarnya segala keburukan yang dialami kelas atas ini bisa kita temui juga pada The Great Ghost Rescue dan Not Just A Witch-nya Eva Ibbotson, sang tokoh utama adalah anak miskin dan tokoh antagonis biasanya berasal dari kalangan orang kaya. Dalam buku pun berbagai komentar sarkastis terhadap gaya hidup orang kaya kerap dilontarkan Ibbotson melalui narasi. Tokoh jahat dalam di Great Ghost Rescue misalnya adalah seorang lord kaya berhati dingin yang berniat memusnahkan semua hantu di Inggris. Digambarkan Lord Bullhaven ini seorang konservatif, orang yang tidak menyukai semua yang berbeda, tidak bisa menerima apa pun yang agak aneh atau tidak biasa. Sedikit mengingatkan Anda pada keluarga Dursley, kan?

Sebagai kesimpulan, saya melihat ada ideologi nyata yang dibawa JK Rowling dalam buku-buku fantasi karyanya. Selain menempatkan dirinya sebagai anggota kelas menengah/bawah, dia juga menempatkan pembaca pada posisi yang sama, dan bersama-sama kita diajak “memerangi” dominasi kelas atas dan mewujudkan a classless society.

Dunia yang Bersentuhan

Apakah itu menciptakan dunia sendiri, seperti di The Chronicles of Narnia, Lord of the Rings, atau Eragon, atau menggabungkan dunia fantasi dengan dunia nyata masa kini, seperti Harry Potter dan Artemis Fowl karya Eowin Colfer, keduanya punya daya tarik sendiri.

Menariknya, bila kedua dunia digambarkan berdiri secara pararel, selalu diceritakan ada “gerbang/perisai” yang bisa membawa kita ke sana. Dalam Narnia, Lucy masuk ke lemari yang ternyata menghubungkan dunianya dengan tanah Narnia. Seorang teman bercerita, ini sempat membuatnya rajin membuka lemari karena berharap di belakang lemari dia juga ada dunia lain. Dalam Harry Potter ada dinding batu di belakang Bar Leaky Quadron yang bila diketuk dengan cara rahasia, akan terbuka dan menampilkan dunia sihir. Dalam Artemis Fowl, si tokoh utama mendapati bahwa sebenarnya di bawah tanah dunia kita ada dunia peri, namun ada perisai khusus yang membuat kita tidak bisa melihatnya.

Tapi di negeri mana pun kejadiannya, bagaimanapun bentuk dunianya, seaneh apa pun makhluk-makhluknya, kisah fantasi rasanya tetap tidak akan terpisahkan dari dunia nyata karena masalah-masalah yang diangkat menjadi konflik sebenarnya sama. Perang antara baik-jahat, cinta, kesombongan, keserakahan, dan sebagainya.

Daya Tarik Kisah Fantasi

Kesukaan saya terhadap cerita fantasi sebenarnya berasal dari rasa kagum. Kok bisa ya Pak Tolkien dan Pak CS Lewis begitu detailnya menciptakan dunia baru dengan makhluk-makhluk luar biasanya? Bagaimana Rowling bisa menyatukan sistem pemerintahan dunia kita dengan dunia sihir, lengkap dengan segala peraturan yang sering membuat Harry dan kawan-kawan sebal? Bagaimana Eowin Colfer bisa menggambarkan pasukan peri seperti pasukan SWAT-nya film-film Amerika?

Deskripsi mereka begitu mendetail sehingga kita bisa membayangkan dunia itu, bahkan seolah bisa benar-benar masuk ke dalamnya. Konflik-konflik yang mereka ciptakan pun begitu masuk akal, tidak mengada-ada. Misalnya kita bisa paham kenapa masalah kecil bisa jadi persiteruan besar antara elf dan dwarf dalam Lord of the Rings. Atau kenapa sebagian besar dwarf memihak Penyihir Putih dalam Narnia.

Lalu tentunya karena seru! Masalah klasik persiteruan antara baik dan jahat yang “biasa”, yang mungkin bila dimasukkan ke cerita nyata akan terasa kejam, entah bagaimana lebih indah dan menarik jika direpresentasikan menjadi peperangan antara mahluk-makhluk penghuni dunia fantasi yang ajaib.

CV singkat:
Editor fiksi di Gramedia Pustaka Utama (GPU), biasa mengedit buku anak-anak dan remaja. Saat ini juga menjadi redaktur Gramedia Junior, buletin informasi buku-buku baru anak dan remaja terbitan GPU.
Buku yang pernah diedit antara lain: 101 Dating: Jo dan Kas karangan Asma Nadia, Let’s Go Fatimah! karya Sri Izzati, Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela, berbagai judul TeenLit, serial Darren Shan, dsb. Saat ini sedang mengedit Kumcer Jempolankarya Sri Izzati.
Buku yang pernah diterjemahkan: karya Eva Ibbotson: The Great Ghost Rescue, Not Just a Witch, Haunting Hiram, beberapa TeenLit, dsb. Saat ini sedang menerjemahkan The Chronicles of Narnia bersama rekan.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Artikel yang sangat menarik. Tapi saya penasaran apakah Ibu dapat menuliskan mengenai perkembangan novel-novel fantasi lokal karya anak bangsa seperti Garuda-5, Ledgar, dsb.?

Terima kasih.

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati