Minggu, 25 Januari 2009

Perjalanan Sastrawan Dwinegara

Theresia Purbandini
http://jurnalnasional.com/

Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China, kiranya benar pepatah itu adanya. Karena dari negeri panda tersebut, banyak ilmu pengetahuan yang bisa diserap. Misalnya saja pepatah yang sarat akan arti dan makna. Belum lagi nilai sastra yang dibuat oleh para pujangga terdahulu.

Karya-karya sastra Indonesia-Tionghoa dianggap oleh salah satu kritikus sastra, Maman S Mahayana sebagai perintis dalam perkembangan sastra modern di Indonesia. Dosen Fakultas Sastra Universitas Pakuan, Bogor ini mengungkapkan pula percetakan dan penerbitan yang awalnya dikuasai sepihak oleh pemerintah Belanda menjadi salah satu bentuk penyebaran sastra-sastra keturunan ini.

“Mereka menerbitkan novel-novel secara berkala dan membuat para pembacanya berlangganan. Dengan cara inilah mereka mampu melebur ke dalam dunia sastra di Indonesia,” tambah pria kelahiran Cirebon, 18 Agustus 1957 itu.

Sejarah pertumbuhan sastra peranakan Tionghoa tidak dapat dipisahkan dari bisnis penerbitan dan percetakan di Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari catatan sejarah yang diungkapkan oleh Maman, sejak tahun 1800-an, mereka memiliki kesadaran pentingnya berbahasa Belanda dan Melayu untuk membaca berita berkala demi kebutuhan bisnis bagi mereka yang mayoritas sebagai pedagang.

Karena pada waktu itu, berita berkala memuat pula jadwal pemberangkatan dan kedatangan kapal, daftar harga komoditas pertanian sampai ke pengumuman lelang berikut daftar harga barang dan iklan. Percetakan swasta kemudian mengembangkannya dengan menerbitkan suratkabar (courant).

Hegemoni Belanda

Pada masa kolonial, pemerintah Belanda dengan hegemoninya seolah-olah menjadi barometer kesusastraan Indonesia. Bahkan secara sepihak sastra peranakan Tionghoa tidak diperhitungkan sebagai salah satu bentuk warna di khasanah sastra Indonesia. Perbedaan tingkatan bahasa Melayu dijadikan patokan dalam citra sastra, dan sastra peranakan menjadi termaginalkan karena menggunakan bahasa Melayu rendahan. Bahkan Maman pun mengatakan, Balai Pustaka dilahirkan untuk membendung pengaruh nasionalisme yang ditiupkan para penerbit-penerbit swasta yang didominasi peranakan Tionghoa.

Tan Lioe Ie, penyair asal Bali juga menilai dengan bahasa Melayu kasar yang digunakan membuat karya sastra peranakan dianggap sebagai ‘bacaan liar’ . Padahal itu bisa saja merupakan pilihan bahasa untuk kemudahan sosialisasi. Sementara bila diukur estetikanya, menjadi relatif, mengingat karya-karya yang diunggulkan tidak menggunakan bahasa pasar.

Maman memetakan tiga jenis tema yang diangkat para sastrawan peranakan Tionghoa dalam berkarya. Pertama, tema yang berorientasi pada tanah leluhurnya, seperti terjemahan karya sastra asli dari Tiongkok (Sam Kok). Yang kedua adalah tema yang melingkupi seputar daerah tempat tinggalnya, maka karyanya menggambarkan semangat pembauran yang terjadi di kota-kota di Indonesia, seperti karya novel Boenga Roos dari Tjikembang (1927) oleh Kwee Tek Hoay yang piawai menggambarkan hubungan cinta mendalam seorang pria Tionghoa dengan perempuan Sunda yang tidak lazim di masa itu.

Dan tema ketiga adalah semangat perjuangan yang ditularkan oleh sastrawan melalui tulisannya yang mengkritisi arogansi pemerintah kolonial yang hanya berani dikumandangkan penerbit swasta. Digambarkan Maman melalui novel Lo Fen Koei (1903) karya Gouw Peng Liang, yang menceritakan tentang seorang pemegang hak monopoli candu (patcher opium) kaya-raya bernama Lo Fen Koei. Lo Fen Koei yang jahat dan penuh ambisi merencanakan sebuah pembunuhan karena ingin mempersunting gadis cantik dari sebuah keluarga pribumi miskin. “Novel karya peranakan berbeda dengan terbitan Balai Pustaka yang hanya mengangkat tema heroik dan tidak pernah mengkritik feodalisme,” ujar editor lepas beberapa buku sastra ini.

Pengaruh yang cukup jelas dari tanah leluhur tertoreh dengan merebaknya cerita silat hasil terjemahan. Menurut Maman, bahkan cerita rakyat Panji asal Jawa pun tercium embusan orientalnya.

Aktivitas pengarang sastrawan peranakan tidak pernah mati, bahkan mereka tetap hidup hingga kini. Banyak di antaranya tidak tercium oleh publik bahwa mereka adalah keturunan Tionghoa karena telah berganti nama, seperti Abdul Hadi W.M., Marga T(joa), Mira W(ong), Eka Budianta, N. Riantiarno, Basoeki Soedjatmiko, Wilson Tjandinegara, The Eng Gie, Veven Sp. Wardhana, F.X. Rudy Gunawan, Soeria Dinata, Stefani Hid, dan Agnes Jessica. Di samping mereka, ada juga penulis lain yang lebih memfokuskan perhatian pada dunia kritik sastra, yaitu Arief Budiman (Soe Hok Djin) dan Ariel Heryanto.

Asimilasi Sastra

Lebih lanjut Maman mengungkapkan bahwa sesudah peristiwa G30S 1965, tekanan terhadap kaum peranakan Tionghoa untuk berasimilasi dengan masyarakat pribumi semakin besar. Akibatnya, para sastrawan peranakan pun berusaha mengidentifikasikan diri dengan sastra Indonesia. Acapkali karya mereka, baik dilihat dari segi bahasa, bentuk, maupun tema, tidak bisa dibedakan lagi dengan karya para pengarang pribumi.

Hal ini amat disayangkan oleh Tan Lioe Ie yang menyatakan saat rezim Soeharto berkuasa, xenophobia terhadap kultur Tionghoa membuat kegiatan bersastra makin tabu, sehingga masyarakat keturunan diarahkan sebagai pedagang. “Terjadi semacam garis putus dalam perkembangan sastra modern waktu itu, yang mengakibatkan kita kehilangan satu lintasan generasi,” ujar penyair yang menetap di Bali ini.

Lahirnya sastrawan-sastrawan peranakan generasi terkini seperti Sapardi Djoko Damono, Oey Sien Tjwan, Wendoko, Adri Darmaji di antaranya dianggap Tan Lioe Ie patut diperhitungkan sebagai bagian dari warna kekayaan multikultural sastra Indonesia. Meski tak banyak namun hal ini dinilai wajar oleh Tan Lioe Ie karena kultur ini sempat tak mendapat tempatnya.

“Seperti mencari aktivis yang berasal dari keturunan saja, mungkin ada tapi tidaklah banyak,” ujar penyair yang banyak mengeksplorasi ritual dan mitologi Tionghoa untuk puisi berbahasa Indonesia yang ditulisnya. Bahkan Maman juga berpendapat, Indonesia ikut berpengaruh terhadap diaspora kebudayaan Tionghoa di negara-negara Asia lainnya, seperti Singapura, Malaysia, China, Hongkong, dan lain sebagainya.

Secara kualitatif, kedua sastrawan ini memandang karya sastra peranakan sebanding bila disejajarkan dengan nama-nama sastrawan besar Indonesia. Bahkan Maman secara gamblang mengatakan novel Lo Fen Koei tak kalah dengan roman Siti Nurbaya karangan Marah Rusli.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati