Rabu, 28 Januari 2009

Pameran Makam

A Rodhi Murtadho
http://rodhi-murtadho.blogspot.com/

Gundukan tanah. Nisan berjajar rapi menghadap arah yang sama. Kematian. Banyak orang tenggelam dalam tanah. Terbujur kaku. Entah hancur atau entah masih utuh tubuhnya. Yang pasti makhluk dalam tanah bersama mereka. Pengurai menguraikan jasad berkeping-keping. Menghancurkan tulang sampai tak ada beda dengan tanah. Sama. Layaknya humus yang terbentuk dari daun dan kotoran. Jasad manusia juga menjadi penyubur tanah. Tak heran kalau tumbuhan di tanah kuburan gemuk-gemuk dan subur.

Pandangan mata Beni semakin memfokus. Pertanda ia memikirkan sesuatu atau mungkin hanya menghayal. Tapi pandangannya tertuju pada tanah kuburan. Entah apa yang dipikirkannya.

“Pameran makam!” terceletuk lembut dari bibir Beni.

Kontan aku merasa kaget. Pikiranku mulai melayang ke mana-mana. Bahkan sempat singgah di rumah sakit jiwa. Berjalan di trotoar dan tertawa sendiri. Terdiam dalam ruang sepi dan terpasung.

“Gila kau Ben, mana ada pameran makam,” sanggahku.

“Coba kau pikirkan Bud, sebuah pameran makam terangker di kota metropolitan.”

“Memangnya mengapa, Ben?” semakin penasarann aku dibuatnya.

“Di tengah gemerlap kota metropolitan, orang mencari harta, ketenaran, kekayaan, kesenangan. Dan begini, Bud, pameran ini akan banyak dihadiri kalangan artis, orang kaya, orang miskin, bahkan kalangan pendatang dari daerah. Dengan harapan, mereka akan mendapatkan keinginan-keinginannya hanya dengan menghadiri pameran ini.”

Semakin heran aku dibuatnya. Bisa-bisanya Beni berpikir macam itu. Entah setan apa yang merasuki pikirannya. Ia kukenal alim. Setiap kali aku pulang kampung dengannya, ia selalu berziarah ke makam keluarga.

Di seberang jalan kompleks makam yang tak lepas dari pandangan mata Beni, di sebuah warung peyot pinggir jalan, aku dan Beni terus nyeruput kopi dan menghisap rokok kretek. Semakin pekat gelap malam. Semakin luas kesunyian. Semakin fokus pandangan mata Beni pada kompleks makam.

“Kok bisa, padahal kau lihat sendiri. Angker, sunyi, gelap, dan serba tak enak suasana di makam,” aku berusaha menyadarkannya.

“Benar sekali, itu modal kita. Dengan keadaan angker, orang akan mentuankan kompleks makam itu. Dengan petunjuk kita, akan banyak orang berdoa di sana. Dengan keadaan sunyi, orang akan bebas mengucapkan doanya. Dengan keadaan gelap, orang tak perlu malu berada di sana. Dengan keadaan serba tak enak akan buat wartawan enggan masuk ke sana. Jadi, orang tak perlu takut wajahnya akan diekspose ke media massa. Dan semua ketenangan itu menjadi fasilitas agar harapan dan keinginan mereka terkabul.”

Gila! Pikiranku semakin melayang jauh menerawang dan terbang mengembara. Semakin jelas tawa Beni di rumah sakit jiwa. Semakin jelas wajah kucel, pakaian compang-camping, bicara sendiri di trotoar. Semakin jelas diri Beni berada dalam ruang sepi. Terpasung dan sendiri.

Aku tertawa dan cekikikan. Hal inilah yangg membuat Beni merasa tak nyaman. Sebagai sahabat kental, ia berusaha meyakinkanku, megutarakan penjelasan dan alasan yang bertele-tele layaknya orang pemerintahan. Tak biasanya ia bisa berkata lancar. Seperti guru saja.

“Sudah malam Ben. Ayo pulang. Besok kerja,” ajakku.

“Kau pulang duluan. Mungkin aku agak lama di sini.”

Beni memang terlahir dari keluarga sederhana. Namun kebutuhannya tercukupi dengan baik. Hanya kemewahan saja yang tak ia rasakan ketika berada di desa. Sama seperti aku. Mungkin hal ini yang membuat kami akrab. Tapi entahlah, Beni banyak berubah di kota ini. Terutama pola pikirnya.

Semenjak kami bekerja di kota. Kami terpaksa melakoni kerja yang berat. Pabrik kayu. Pekerjaan yang banyak mengandalkan otot dan menguras tenaga. Apalagi kami buruh tidak tetap. Semua itu terpaksa kami jalani untuk menghindar dari gunjingan warga desa. Mereka selalu mengatakan pemuda yang tidak bekerja ke kota akan dicap sebagai penganggur, sampah masyarakat. Lebih parah lagi, mereka akan menjauhkan anak gadisnya dari pemuda semacam itu.

“Memangnya kau akan bertekad membuat dan mewujudkan pameran makam itu, Ben?”

“Ya!”

Tekad Beni memang kuat. Kami pergi ke kota metropolis ini dan bekerja di pabrik memang bermula dari tekad dan ajakan Beni. Sungguh luar biasa. Aku merasakan semangatnya yang membara jika keinginan sudah dikatakannya.

“Sudahlah Ben, ayo pulang!” ajakku pelan.

“Tidak. Saya tetap di sini dan esok atau lusa pameran itu akan terselenggara.”

“Memangnya apa yang akan kau lakukan?”

“Seperti mengadakan pameran yang telah aku pelajari di Karang Taruna Desa. Pertama, aku akan mencari kuburan yang sangat angker, terus mempublikasikan, terus semua orang bisa datang. Tanpa aku menghias atau merapikan makam. Otomatis tak butuh modal banyak. Kau mau ikut atau tidak? Keuntungan bisa kita bagi dua.”

Tawaran yang sangat menggiurkan, membuat aku berpikir dua kali. Kegilaan dan memikirkan keuntungan. Namun, yang terpikirkan oleh buruh yang upahnya sangat kecil hanya kenekatan. Menggiring aku menaklukkan pikiran gila dan meninggikan keuntungan.

“Lantas apa yang harus aku lakukan Ben?”

“Kau tak usah berbuat apa-apa, hanya membantu aku ketika pameran nanti. Sekarang, pulanglah dan besok bekerja. Aku tidak masuk kerja besok.”

“Kalau begitu saya pulang, Ben.”

Aku melangkahkan kaki menyusuri trotoar dengan memikirkan keuntungan yang nanti bakal kuraih bersama Beni. Kemewahan dan harta yang melimpah. Spontan aku tertawa. Lampu kerlap-kerlip di simpang jalan membentuk tulisan ‘Rumah Sakit Jiwa’, menarik perhatian pandangan mataku. Kulihat diriku dan Beni berada di sana. Di antara kaca yang terpampang besar di depannya. Sampai aku di kamar kos. Sendiri tanpa Beni. Sunyi di antara gelap malam. Pun aku tertawa sendirian memikirkan kegilan Beni. Sungguh nekad. Kok bisa-bisanya.

Seminggu berlalu. Tak ada kabar dari Beni. Aku terus menantinya pulang ke kos. Rutinitas yang kujalani tetap sama. Berjalan ke Pabrik untuk bekerja, pulang ke Kos untuk istrirahat, dan cangkruk di warung untuk makan, sekadar nyruput kopi, dan menghisap rokok kretek.

Banyak kudengar dari radio dan cerita kawan-kawanku, selain dari surat kabar lokal yang tersedia di warung, banyak pejabat pemerintah yang hilang. Banyak aktivis yang hilang. Banyak orang hilang. Entah minggat atau diculik. Tak ada kejelasan sama sekali. Hanya mengabarkan hilang. Kota semakin gempar dan dicekam ketakutan. Mereka menandai diri. Memasang semacam alat pelacak di tubuh. Mereka ingin mudah ditemukan kalau diri mereka sewaktu-waktu hilang.

Hari ini kulakukan aktivitas seperti biasa. Ke pabrik, pulang ke kos dan nongkrong di warung. Seperti biasa pula, kuserubut kopi dan kuhisap rokok kretek sendiri, tanpa Beni. Kubolak-balik koran yang acak-acakan. Aku heran dengan berita tentang makam baru tetapi nisannya tak bernama. Kubaca pelan-pelan. Ternyata orang itu ditemukan sudah menjadi mayat di kompleks makam para pejabat. Konon kabarnya, para pejabat yang dikubur di kompleks makam itu adalah tukang-tukang korupsi. Orang itu mati dengan telanjang bulat, kepala hancur, tubuh penuh luka, dan sangat sulit dikenali. Tak ada tanda pengenal atau alat pelacak untuk menunjukkan identitasnya. Banyak orang mengira-ngira bahwa orang itu adalah keluarga mereka, teman, atau musuh yang hilang. Mayat itu terpaksa cepat-cepat dikubur karena banyak sekali orang yang mengaku sebagai keluarga atau temannya. Daripada berebut, lebih enak dikubur.

Sungguh aneh berita yang aku baca. Tapi tunggu dulu, kompleks itu berada tepat di tengah kota. Tak jauh dari tempatku duduk kini. Mungkin hanya berjarak dua kilometer. Dan itu terjadi kemarin ketika aku sedang berada di pabrik. Aku teringat kembali pada Beni. Di mana sekarang dia? Sudahkah menemukan makam yang tepat untuk dijadikan pameran. Mungkin kompleks makam tersebut menjadi tempat yang strategis. Tetapi sekarang sudah terlalu ramai dikunjungi dan diberitakan wartawan.

Aku melanjutkan membaca koran yang masih ada di tangan. Diberitakan kalau pemilik warung dekat dengan kompleks makam tempat kejadian perkara sempat ngorol dengan orang itu sebelum meninggal ketika pemilik warung ditanya wartawan. Orang yang mati itu pernah ngopi di warungnya. Pemilik warung juga mengatakan bahwa orang itu akan mengadakan pameran dekat makam karena tema yang diangkat sesuai dengan keadaan makam. Angker, sunyi, misteri dibalik tubuh hancur karena banyak dosa.

“Benar Mas, konon pejabat-pejabat yang dikubur di sana banyak melakukan korupsi. Kalau diberitakan antar mulut saja atau di koran, Mas bisa terkenal,” pemilik warung mengulang perkataannya untuk orang tersebut kepada wartawan, “tetapi orang itu pergi dengan tersenyum setelah ia membayar kopi dan rokok kreteknya,” pemilik warung melanjutkan ceritanya.

Dikabarkan juga, pemakaman orang tanpa identitas dihadiri para pejabat, mahasiswa, dan banyak orang yang mengaku punya hubungan dengan orang tersebut. Nisan tanpa nama itu disepakati karena banyak orang yang berebut ingin nama anggota keluarga atau teman mereka yang hilang terukir di sana. Dikabarkan pula, sampai hari ini pun, masih banyak orang yang berdoa menziarahi kompleks makam pejabat kota di makam yang bernisan tanpa nama.

Aku bertanya-tanya dalam hati. Mungkinkah itu Beni sahabatku? Melakukan pameran makam di kompleks makam tengah kota. Mengapa mesti dirinya sendiri yang dipamerkan?

Surabaya, 18 November 2005 (01:42)

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati