Senin, 26 Januari 2009

Ihwal Regenerasi Sastra Riau (II)

Marhalim Zaini
http://www.riaupos.com/

(Bagian Kedua/Habis)
Lalu di manakah Saidul Tombang menghilang? Sebenarnya ia tak benar-benar menghilang. Meski cuma sesekali muncul dengan cerpennya di Riau Pos, rupanya ia diam-diam menulis novel. Sebuah manuskrip 200-an halaman yang datang pada saya beberapa waktu silam (akhir 2007) adalah sebuah novel berjudul Lawa karya Saidul Tombang. Saya kira, ini semangat baru. Sebab novel butuh energi besar. Soal isinya, tunggu saja bukunya terbit. Cukup romantis. Dan Saidul agaknya hendak membuktikan bahwa kerja jurnalistik tak membuat dia berhenti menulis karya kreatif. Dan barangkali semangat yang sama juga masih dimiliki oleh Fitrimayani. Sebuah novelnya Kugapai Rembulan dengan Cinta, yang masuk nominasi Ganti Award 2004, dapat menegaskannya. Karya cerpennya pun dapat dibaca di ruang budaya koran Riau Mandiri, tempat dia bekerja. Lalu di mana penyair perempuan Kunni Masrohanti kini? Apakah dunia jurnalistik atau dunia domestik mengganggu produktivitasnya? Hemat saya, puisi-puisinya yang potensial itu, yang memperlihatkan bakat besarnya sebagai penggubah sajak, adalah harapan bagi dunia kepenyairan “perempuan” di Riau. Mari apresiasi sebait terkahir sajaknya berjudul Gigil Bunga Mungil ini: “bunga yang masih menggigil dalam genggamanmu/adalah puisi yang berderit/di atas alis mata dunia.”

Selain nama-nama itu, Musa Ismail adalah penulis yang cukup terjaga produktivitasnya. Selain cerpen, ia juga menulis esai sastra dan budaya. Buku cerpennya adalah Sebuah Kesaksian (2002), dan buku esainya terbit tahun 2007, Membela Marwah Melayu, yang lebih menunjukkan pemikiran-pemikiran kritisnya tentang kebudayaan, dan upaya mengisi kekosongan dunia “kritik sastra” kita dengan mengulas sejumlah buku sastra pengarang Riau. Sebagai seorang guru bahasa dan sastra pada salah satu SMA di Bengkalis, agaknya Musa merasa memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk bagaimana “menularkan” energi kreatif menulisnya pada anak didiknya di bangku sekolah. Terbukti, cukup banyak siswanya yang mulai menulis, dan beberapa di antaranya kerap dimuat di Majalah Budaya Sagang. Saya kira, perlu lebih banyak lagi guru-guru bahasa dan sastra kita macam Musa ini. Sehingga regenerasi sastra Riau terus dapat terjaga dengan baik.

Penulis prosa (novel dan cerpen) Riau terkini yang tak kalah penting untuk dicatat adalah Hary B Kori’un dan Olyrinson. Keduanya cukup rajin bertarung dalam berbagai sayembara penulisan novel. Novel Jejak Hujan karya Hary B Kori’un adalah salah satu pemenang dalam sebuah Sayembara Menulis Novel Remaja tahun 2005 yang diselenggarakan Radio Belanda dan Penerbit Grasindo. Selain novel Malam, Hujan yang juga masuk nominasi Ganti Award 2005, di tahun sebelumnya novel Nyanyi Sunyi dari Indragiri bahkan meraih Penghargaan Utama Ganti Award. Saya kira, Hary memang telah memilih jalan kepenulisannya lewat novel dan menempuh publikasinya di media-media sebagai cerita bersambung (cerbung) sebelum diterbitkan menjadi buku. Misalnya Di Antara Rumput dan Angin (Mingguan Penalti, 2001), Nyanyian Sunyi (Mingguan Mentari, 2002), Nyanyian Kemarau (Riau Pos, 2004), dan Nyanyian Batanghari (Republika, 2000 yang diterbitkan menjadi buku pada 2005) .

Sementara Olyrinson, hemat saya, adalah penulis Riau yang paling rajin ikut lomba, dan paling sering pula memenangkannya, terutama yang digelar oleh Dewan Kesenian Riau, Dewan Kesenian Bengkalis, Majalah Sagang, Majalah Femina, CWI, Forum Lingkar Pena, Ganti Award, Krakatau Award, dll. Karya-karyanya yang realis dengan bahasa yang jernih, dan kebanyakan berisi tentang tema-tema pergulatan sosial yang dialami oleh tokoh anak-anak (pun remaja), membuat dapat dengan cukup mudah diterima di sejumlah media macam Majalah Hai, Anita Cemerlang, Kawanku, Aneka, dll. Sejumlah novelnya yang telah terbit adalah Sinembela Dua Digit (2003), Gadis Kunang-kunang (2005), dan Jembatan (2006).

Generasi Baru Sastra Riau

Kini sampailah kita menengok konstelasi pergerakan sastra generasi berikutnya, generasi terbaru, generasi yang kini tengah terus berjuang untuk menemukan eksistensinya dalam sejarah panjang dunia sastra (di) Riau. Saya kira, mereka datang bukan karena hendak menanggungkan “beban” sejarah sastra Riau itu, tapi datang dari berbagai kegelisahan individual. Meski masih butuh demikian banyak waktu untuk memasuki proses menemukan dirinya dalam kematangan karya-karyanya, akan tetapi paling tidak, ada harapan untuk menuju ke sana. Kita cukup bahagia ketika nama M Badri lewat cerpennya “Loktong” memenangkan sayembara CWI Jakarta dan tahun 2007 menerbitkan buku cerpennya yang pertama berjudul Malam Api. Ia juga rajin menulis esai-esai kritis untuk sastra Riau. Meski nampaknya karya-karya Badri masih belum dapat menjangkau publikasi yang lebih luas, dan produktivitasnya yang masih harus terus ditingkatkan. Lalu ada nama Sobirin Zaini dan Saiful Bahri yang kerap memenangkan Laman Cipta Sastra Dewan Kesenian Riau dan cukup sering muncul karyanya di sejumlah media massa, terutama di Riau. Problemnya memang masih sama, keterjangkauan publikasi karya, dan eksplorasi atau penggalian yang serius terhadap capaian estetika karyanya, dan mestinya terus berupaya menemukan karakter “bahasa ucap” mereka sendiri. Produktivitasnya yang kini masih terjaga, tentu menjadi satu poin penting yang mesti mereka pertahankan untuk dapat masuk ke wilayah capaian estetika. Dan bahwa nama Sobirin Zaini kini cukup menonjol, terlebih karena dia cukup terlihat bersungguh-sungguh “berjuang” di dunia sastra, terutama dengan penyerangan media tak hanya di Riau, tapi di Sumatera (Padang dan Medan).

Selain itu ada nama Joni Lis Effendi, dari Forum Lingkar Pena. Joni penulis yang cukup produktif. Usaha-usaha menyerang media yang dilakukan Joni dengan berbagai genre penulisan (dalam sejumlah bidang) agaknya merupakan proses yang baik ditempuh untuk dapat terus menaiki jenjang yang lebih tinggi. Gaya penulisan “ala FLP” yang agak “meremaja” mungkin adalah “beban” jika tak pandai-pandai mengelolanya dalam eksplorasi tematik, pun stilistika. Dan akan jadi kekuatan jika ia mampu keluar dari mainstream tersebut, dan menciptakan jalur sendiri, dengan pilihan-pilihan yang lebih luas. Lalu ada Jefry Al Malay, penulis yang kehadirannya cukup baru dalam konstelasi sastra “muda” Riau. Karya-karyanya (terutama puisi, dan belakangan sesekali menulis cerpen), memang masih “gelap” dalam konteks permainan bahasa. Sehingga kemudian pun dapat pula tersesat dalam berbagai tumpukan gaya bahasa, diksi, dan tafsir makna yang berlapis, meski tak selalu itu buruk. Warna lokal, dengan kekuatan “lidah Melayunya” adalah kekuatan Jefry jika ia mampu untuk tidak terlalu bernafsu mendesakkan diksi-diksi arkaik, pun kolokial, serta mampu untuk lebih mengurainya dalam narasi-narasi yang jernih dan sublime.

Agaknya kita boleh berharap terhadap tiga nama perempuan penulis “muda” ini (untuk menyebut beberapa nama): Dien Zhurindah, Aliela, dan Budy Utamy, terutama untuk mengisi kekosongan penulis perempuan di Riau. Produktivitas mereka memang belum memadai untuk dapat kita katakan sebagai yang paling menonjol dalam masa-masa belakangan ini, meski cukup dapat mewakili di generasi mereka. Nama lain, ada juga DM Ningsih, Dessy Wahyuni, Novi Yanti, yang masih kita tunggu karya-karyanya yang lain, yang terbaru, untuk dapat melihat keseriusannya dalam menempuh proses di dunia menulis. Sajak-sajak Dien Zhurindah hemat saya cukup kuat bermain suasana dalam narasi-narasi yang bersahaja dan lembut, serta cenderung prosaik. Meski masih ditemukan berbagai kelemahan diksi, namun kerap tertutupi oleh keberhasilannya memainkan imaji. Semoga Dien tak berhenti menulis, dan terus menggapai “puncak sajak”.

Nama Aliela muncul agak belakangan dengan sejumlah cerpen di Riau Pos. Penulis perempuan ini memang bukan asli Riau, tapi nampaknya ia mulai berproses menulis ketika ia bermastautin di Pekanbaru. Cerpen-cerpennya memang menunjukkan upaya eksplorasi bahasa dan tematik, meski masih belum tampak kokoh sebagai sebuah bangunan peristiwa. Terkadang upayanya untuk menggali khazanah kebudayaan Melayu, sebagai yang bukan ia kenali benar karakternya, membuat di sejumlah tempat dalam cerpennya terkesan rumpang. Sementara Budy Utamy, terutama dalam sajak, menempuh ruang-ruang imaji yang cukup liar. Ia lebih banyak bermain di wilayah kesunyian yang hilang dan datang padanya bagai musim yang pasti. Meski kadang ia romantis, tapi kadang juga ia garang. Budy Utamy, harus pula terus menggali kesunyiannya itu lebih dalam, agar dapat ia serap ketajaman imajinya. Hingga “keliarannya” dapat menghadirkan energi positif. Coba kita simak sebait sajaknya berjudul “The Journey” ini: “ada yang hilang di hari-hari depan/ sesuatu yang kucuri dan sembunyikan/ pada bulan kesiangan.” Buku kumpulan puisinya, Rumah Hujan (Maret 2008) seperti bercerita seperti apa perjalanan kreatifnya.

Satu nama di generasi terbaru ini yang mungkin paling muda adalah Fariz Ihsan Putra. Sejak masih di bangku SMA dia sudah menulis cerpen. Sebagaimana yang pernah saya sebut dalam pembahasan sejumlah cerpennya beberapa waktu lalu di Riau Pos, bahwa tokoh-tokoh dalam cerpen-cerpen Fariz cenderung mengidap skizofrenia. Ada upaya untuk membebaskan tokoh-tokohnya dalam berbagai peristiwa yang bergerak dengan liar dan tumpang-tindih. Meski tentu saja Fariz masih punya jalan panjang untuk menemukan berbagai kemungkinan style pengucapan maupun tematik, meningkatkan produktivitas, dan lebih ligat alias gigih lagi menembus media massa. Selain itu ada nama Pandapotan MT Siallagan, Binoto H Balian dan Ellyzan Katan yang dulu menempuh proses bersastra ketika di Riau, dan kini telah kembali ke kampungnya. Ketiganya cukup produktif. Pandapotan dan Ellyzan Katan sampai kini karya-karya masih muncul di media Riau, sementara Binoto jarang dapat ditemui lagi. Ada yang menurun dari Pandapotan ketika ia mulai masuk ke dunia jurnalistik. Gairah eksplorasi masih banyak saya temukan dalam cerpen-cerpennya maupun sajak-sajaknya terdahulu, dibanding sekarang. Sementara Ellyzan masih nampak punya ambisi untuk mencari bentuk-bentuk baru dalam karyanya. Ini positif, jika dia kemudian lebih memilih untuk sedikit kontemplatif. Kekuatan lokalitas Melayunya, boleh jadi akan kian terkuak ketika mulai ia temukan kenikmatan bertuturnya yang sesungguhnya.

Lalu bagaimana kelak perjalanan sastra Riau masa depan? Sastra Riau yang berjalan dalam sejumlah problem “kemiskinan” yang belum dapat dientaskan: miskin komunitas sastra, miskin kritikus sastra, miskin media sastra, miskin forum diskusi sastra yang menyebabkan miskinnya polemik sastra, miskin iven-iven sastra, miskin peminat, penikmat, dan pembaca sastra, miskin semangat untuk menembus media sastra di luar Riau, dan juga miskin penulis sastra yang produktif-inovatif, berdedikasi alias tunak, dan sejumlah kemiskinan yang lain? Mari kita jawab bersama.***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati