Marhalim Zaini
http://www.riaupos.com/
(Bagian Kedua/Habis)
Lalu di manakah Saidul Tombang menghilang? Sebenarnya ia tak benar-benar menghilang. Meski cuma sesekali muncul dengan cerpennya di Riau Pos, rupanya ia diam-diam menulis novel. Sebuah manuskrip 200-an halaman yang datang pada saya beberapa waktu silam (akhir 2007) adalah sebuah novel berjudul Lawa karya Saidul Tombang. Saya kira, ini semangat baru. Sebab novel butuh energi besar. Soal isinya, tunggu saja bukunya terbit. Cukup romantis. Dan Saidul agaknya hendak membuktikan bahwa kerja jurnalistik tak membuat dia berhenti menulis karya kreatif. Dan barangkali semangat yang sama juga masih dimiliki oleh Fitrimayani. Sebuah novelnya Kugapai Rembulan dengan Cinta, yang masuk nominasi Ganti Award 2004, dapat menegaskannya. Karya cerpennya pun dapat dibaca di ruang budaya koran Riau Mandiri, tempat dia bekerja. Lalu di mana penyair perempuan Kunni Masrohanti kini? Apakah dunia jurnalistik atau dunia domestik mengganggu produktivitasnya? Hemat saya, puisi-puisinya yang potensial itu, yang memperlihatkan bakat besarnya sebagai penggubah sajak, adalah harapan bagi dunia kepenyairan “perempuan” di Riau. Mari apresiasi sebait terkahir sajaknya berjudul Gigil Bunga Mungil ini: “bunga yang masih menggigil dalam genggamanmu/adalah puisi yang berderit/di atas alis mata dunia.”
Selain nama-nama itu, Musa Ismail adalah penulis yang cukup terjaga produktivitasnya. Selain cerpen, ia juga menulis esai sastra dan budaya. Buku cerpennya adalah Sebuah Kesaksian (2002), dan buku esainya terbit tahun 2007, Membela Marwah Melayu, yang lebih menunjukkan pemikiran-pemikiran kritisnya tentang kebudayaan, dan upaya mengisi kekosongan dunia “kritik sastra” kita dengan mengulas sejumlah buku sastra pengarang Riau. Sebagai seorang guru bahasa dan sastra pada salah satu SMA di Bengkalis, agaknya Musa merasa memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk bagaimana “menularkan” energi kreatif menulisnya pada anak didiknya di bangku sekolah. Terbukti, cukup banyak siswanya yang mulai menulis, dan beberapa di antaranya kerap dimuat di Majalah Budaya Sagang. Saya kira, perlu lebih banyak lagi guru-guru bahasa dan sastra kita macam Musa ini. Sehingga regenerasi sastra Riau terus dapat terjaga dengan baik.
Penulis prosa (novel dan cerpen) Riau terkini yang tak kalah penting untuk dicatat adalah Hary B Kori’un dan Olyrinson. Keduanya cukup rajin bertarung dalam berbagai sayembara penulisan novel. Novel Jejak Hujan karya Hary B Kori’un adalah salah satu pemenang dalam sebuah Sayembara Menulis Novel Remaja tahun 2005 yang diselenggarakan Radio Belanda dan Penerbit Grasindo. Selain novel Malam, Hujan yang juga masuk nominasi Ganti Award 2005, di tahun sebelumnya novel Nyanyi Sunyi dari Indragiri bahkan meraih Penghargaan Utama Ganti Award. Saya kira, Hary memang telah memilih jalan kepenulisannya lewat novel dan menempuh publikasinya di media-media sebagai cerita bersambung (cerbung) sebelum diterbitkan menjadi buku. Misalnya Di Antara Rumput dan Angin (Mingguan Penalti, 2001), Nyanyian Sunyi (Mingguan Mentari, 2002), Nyanyian Kemarau (Riau Pos, 2004), dan Nyanyian Batanghari (Republika, 2000 yang diterbitkan menjadi buku pada 2005) .
Sementara Olyrinson, hemat saya, adalah penulis Riau yang paling rajin ikut lomba, dan paling sering pula memenangkannya, terutama yang digelar oleh Dewan Kesenian Riau, Dewan Kesenian Bengkalis, Majalah Sagang, Majalah Femina, CWI, Forum Lingkar Pena, Ganti Award, Krakatau Award, dll. Karya-karyanya yang realis dengan bahasa yang jernih, dan kebanyakan berisi tentang tema-tema pergulatan sosial yang dialami oleh tokoh anak-anak (pun remaja), membuat dapat dengan cukup mudah diterima di sejumlah media macam Majalah Hai, Anita Cemerlang, Kawanku, Aneka, dll. Sejumlah novelnya yang telah terbit adalah Sinembela Dua Digit (2003), Gadis Kunang-kunang (2005), dan Jembatan (2006).
Generasi Baru Sastra Riau
Kini sampailah kita menengok konstelasi pergerakan sastra generasi berikutnya, generasi terbaru, generasi yang kini tengah terus berjuang untuk menemukan eksistensinya dalam sejarah panjang dunia sastra (di) Riau. Saya kira, mereka datang bukan karena hendak menanggungkan “beban” sejarah sastra Riau itu, tapi datang dari berbagai kegelisahan individual. Meski masih butuh demikian banyak waktu untuk memasuki proses menemukan dirinya dalam kematangan karya-karyanya, akan tetapi paling tidak, ada harapan untuk menuju ke sana. Kita cukup bahagia ketika nama M Badri lewat cerpennya “Loktong” memenangkan sayembara CWI Jakarta dan tahun 2007 menerbitkan buku cerpennya yang pertama berjudul Malam Api. Ia juga rajin menulis esai-esai kritis untuk sastra Riau. Meski nampaknya karya-karya Badri masih belum dapat menjangkau publikasi yang lebih luas, dan produktivitasnya yang masih harus terus ditingkatkan. Lalu ada nama Sobirin Zaini dan Saiful Bahri yang kerap memenangkan Laman Cipta Sastra Dewan Kesenian Riau dan cukup sering muncul karyanya di sejumlah media massa, terutama di Riau. Problemnya memang masih sama, keterjangkauan publikasi karya, dan eksplorasi atau penggalian yang serius terhadap capaian estetika karyanya, dan mestinya terus berupaya menemukan karakter “bahasa ucap” mereka sendiri. Produktivitasnya yang kini masih terjaga, tentu menjadi satu poin penting yang mesti mereka pertahankan untuk dapat masuk ke wilayah capaian estetika. Dan bahwa nama Sobirin Zaini kini cukup menonjol, terlebih karena dia cukup terlihat bersungguh-sungguh “berjuang” di dunia sastra, terutama dengan penyerangan media tak hanya di Riau, tapi di Sumatera (Padang dan Medan).
Selain itu ada nama Joni Lis Effendi, dari Forum Lingkar Pena. Joni penulis yang cukup produktif. Usaha-usaha menyerang media yang dilakukan Joni dengan berbagai genre penulisan (dalam sejumlah bidang) agaknya merupakan proses yang baik ditempuh untuk dapat terus menaiki jenjang yang lebih tinggi. Gaya penulisan “ala FLP” yang agak “meremaja” mungkin adalah “beban” jika tak pandai-pandai mengelolanya dalam eksplorasi tematik, pun stilistika. Dan akan jadi kekuatan jika ia mampu keluar dari mainstream tersebut, dan menciptakan jalur sendiri, dengan pilihan-pilihan yang lebih luas. Lalu ada Jefry Al Malay, penulis yang kehadirannya cukup baru dalam konstelasi sastra “muda” Riau. Karya-karyanya (terutama puisi, dan belakangan sesekali menulis cerpen), memang masih “gelap” dalam konteks permainan bahasa. Sehingga kemudian pun dapat pula tersesat dalam berbagai tumpukan gaya bahasa, diksi, dan tafsir makna yang berlapis, meski tak selalu itu buruk. Warna lokal, dengan kekuatan “lidah Melayunya” adalah kekuatan Jefry jika ia mampu untuk tidak terlalu bernafsu mendesakkan diksi-diksi arkaik, pun kolokial, serta mampu untuk lebih mengurainya dalam narasi-narasi yang jernih dan sublime.
Agaknya kita boleh berharap terhadap tiga nama perempuan penulis “muda” ini (untuk menyebut beberapa nama): Dien Zhurindah, Aliela, dan Budy Utamy, terutama untuk mengisi kekosongan penulis perempuan di Riau. Produktivitas mereka memang belum memadai untuk dapat kita katakan sebagai yang paling menonjol dalam masa-masa belakangan ini, meski cukup dapat mewakili di generasi mereka. Nama lain, ada juga DM Ningsih, Dessy Wahyuni, Novi Yanti, yang masih kita tunggu karya-karyanya yang lain, yang terbaru, untuk dapat melihat keseriusannya dalam menempuh proses di dunia menulis. Sajak-sajak Dien Zhurindah hemat saya cukup kuat bermain suasana dalam narasi-narasi yang bersahaja dan lembut, serta cenderung prosaik. Meski masih ditemukan berbagai kelemahan diksi, namun kerap tertutupi oleh keberhasilannya memainkan imaji. Semoga Dien tak berhenti menulis, dan terus menggapai “puncak sajak”.
Nama Aliela muncul agak belakangan dengan sejumlah cerpen di Riau Pos. Penulis perempuan ini memang bukan asli Riau, tapi nampaknya ia mulai berproses menulis ketika ia bermastautin di Pekanbaru. Cerpen-cerpennya memang menunjukkan upaya eksplorasi bahasa dan tematik, meski masih belum tampak kokoh sebagai sebuah bangunan peristiwa. Terkadang upayanya untuk menggali khazanah kebudayaan Melayu, sebagai yang bukan ia kenali benar karakternya, membuat di sejumlah tempat dalam cerpennya terkesan rumpang. Sementara Budy Utamy, terutama dalam sajak, menempuh ruang-ruang imaji yang cukup liar. Ia lebih banyak bermain di wilayah kesunyian yang hilang dan datang padanya bagai musim yang pasti. Meski kadang ia romantis, tapi kadang juga ia garang. Budy Utamy, harus pula terus menggali kesunyiannya itu lebih dalam, agar dapat ia serap ketajaman imajinya. Hingga “keliarannya” dapat menghadirkan energi positif. Coba kita simak sebait sajaknya berjudul “The Journey” ini: “ada yang hilang di hari-hari depan/ sesuatu yang kucuri dan sembunyikan/ pada bulan kesiangan.” Buku kumpulan puisinya, Rumah Hujan (Maret 2008) seperti bercerita seperti apa perjalanan kreatifnya.
Satu nama di generasi terbaru ini yang mungkin paling muda adalah Fariz Ihsan Putra. Sejak masih di bangku SMA dia sudah menulis cerpen. Sebagaimana yang pernah saya sebut dalam pembahasan sejumlah cerpennya beberapa waktu lalu di Riau Pos, bahwa tokoh-tokoh dalam cerpen-cerpen Fariz cenderung mengidap skizofrenia. Ada upaya untuk membebaskan tokoh-tokohnya dalam berbagai peristiwa yang bergerak dengan liar dan tumpang-tindih. Meski tentu saja Fariz masih punya jalan panjang untuk menemukan berbagai kemungkinan style pengucapan maupun tematik, meningkatkan produktivitas, dan lebih ligat alias gigih lagi menembus media massa. Selain itu ada nama Pandapotan MT Siallagan, Binoto H Balian dan Ellyzan Katan yang dulu menempuh proses bersastra ketika di Riau, dan kini telah kembali ke kampungnya. Ketiganya cukup produktif. Pandapotan dan Ellyzan Katan sampai kini karya-karya masih muncul di media Riau, sementara Binoto jarang dapat ditemui lagi. Ada yang menurun dari Pandapotan ketika ia mulai masuk ke dunia jurnalistik. Gairah eksplorasi masih banyak saya temukan dalam cerpen-cerpennya maupun sajak-sajaknya terdahulu, dibanding sekarang. Sementara Ellyzan masih nampak punya ambisi untuk mencari bentuk-bentuk baru dalam karyanya. Ini positif, jika dia kemudian lebih memilih untuk sedikit kontemplatif. Kekuatan lokalitas Melayunya, boleh jadi akan kian terkuak ketika mulai ia temukan kenikmatan bertuturnya yang sesungguhnya.
Lalu bagaimana kelak perjalanan sastra Riau masa depan? Sastra Riau yang berjalan dalam sejumlah problem “kemiskinan” yang belum dapat dientaskan: miskin komunitas sastra, miskin kritikus sastra, miskin media sastra, miskin forum diskusi sastra yang menyebabkan miskinnya polemik sastra, miskin iven-iven sastra, miskin peminat, penikmat, dan pembaca sastra, miskin semangat untuk menembus media sastra di luar Riau, dan juga miskin penulis sastra yang produktif-inovatif, berdedikasi alias tunak, dan sejumlah kemiskinan yang lain? Mari kita jawab bersama.***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar