Rabu, 03 Desember 2008

'Sastra Kelamin' dalam Ideologi 'Sastra Pizza'

Amien Wangsitalaja*
http://cabiklunik.blogspot.com/

POLEMIK tentang 'sastra kelamin' (dalam tanda kutip) sebetulnya sudah mengemuka pada awal era 2000-an. Namun, polemik tersebut sekarang mengemuka lagi. Polemik di media cetak setidaknya tersaji di dua media cetak nasional, Republika dan Jawa Pos. Rerata polemik mengaitkannya dengan persoalan moralitas versus kebebasan kreatif dan kemudian ada yang menggiringnya ke persoalan agama.

Mungkinkah ada sisi lain dari fenomena gelontoran karya-karya sastra yang mengusung wacana kebebasan dengan modus operandi berupa eksplorasi tema seks tersebut? Ataukah jangan-jangan yang terjadi sebetulnya bukanlah pertarungan segi moral (ideologi spiritual), tetapi pertarungan segi lain yang kental berkaitan dengan persoalan suprastruktural (ideologi material)?

Saya tiba-tiba teringat kepada sebuah acara jumpa pengarang dan diskusi buku Fira Basuki di kafe Soda Longue, Yogyakarta, awal 2004 lalu. Yang menarik adalah pernyataan Fira Basuki yang kira-kira berbunyi, "Orang boleh pilih pizza atau gado-gado. Saya menyajikan pizza, jika Anda tetap memilih gado-gado itu terserah."

Komentar itu mengandaikan adanya sebuah ideologi kelas atau politik identitas yang sedang diusung oleh Fira. Fira mengklaim bahwa ia adalah penyaji pizza sementara yang lain sematalah penyaji gado-gado, bahwa novel-novelnya (juga novel-novel lain sejenis) berkelas pizza sementara karya sastra lain berkelas gado-gado.

Jika diandaikan Fira dapat mewakili kalangan wanita penulis yang suka bereksperimen dengan 'kelamin' di dalam karyanya, maka kita tidak bisa menganggap fenomena sastra wanita yang mengekspose imaji seks sebagai sekadar sebuah fenomena di dalam keuniversalan sastra atau kebebasan berkarya. Kita harus mampu membaca fenomena sastra yang mengutak-atik 'kelamin' sebagai sebuah gerakan kelas dan politik identitas.

Identitas yang hendak diangkat oleh mereka adalah identitas kelas the have borjuasi kota dengan budaya materialisme seksualnya. Aroganisme kelas tertampakkan dari bahasa Fira yang menamakan sastranya sebagai 'pizza'. Politik identitas itu muncul dari implikasi pernyataan bahwa Fira tetap akan menyajikan 'pizza' meskipun Anda masih tergolong di dalam kelas penyuka 'gado-gado'.

Kehadiran 'sastra pizza' (sebutlah demikian untuk menyebut sastra para wanita kelas borjuasi ini) menunjukkan bahwa telah terjadi sebuah kontestasi kuasa di dalam medan komunikasi sastra kita. Di dalam kontestasi ini, oleh dukungan kapitalisme media, kaum 'sastra pizza' yang mula-mula merumuskan dirinya sebagai the other, kemudian justru menjadi dominan. Dengan didukung kekuatan kapital yang besar dan simbiose mutualisme dengan industri media massa itu, 'sastra pizza' hendak menghegemonikan 'ideologi estetika kelas' mereka. Inilah politik identitas.

Karena itulah, saya menganggap wajar jika kemudian muncul beberapa pendapat yang mengusulkan untuk 'melawan' materialisme seksual dari 'sastra pizza' itu. Sebuah kewajaran bahkan mungkin keharusan jika kesadaran kelas dilawan dengan kesadaran kelas, politik identitas dihadapi dengan politik identitas. Jika kelas 'sastra pizza' telah melakukan gerakan missie demi menjadi hegemonik, kelas 'sastra gado-gado' terpancing untuk berkhotbah menyelamatkan intelektualitas bangsa dari gerogotan ide-ide materialisme seksual.

Saya termasuk yang tidak mudah percaya bahwa yang hendak diperjuangkan oleh 'sastra pizza' itu adalah semangat feminisme dalam arti penyelamatan harkat dan derajat perempuan di depan laki-laki. Saya lebih merasakan bahwa 'sastra pizza' sekadar berdagang feminisme dan kebebasan berekspresi, menggunakan isu-isu feminisme dan kebebasan berekspresi untuk capaian-capaian material.

Jadi, menurut saya politik identitas yang mereka usung bukanlah feminisme melainkan materialisme. Ide-ide yang hendak mereka usung adalah ide-ide kapitalisme-borjuasi dengan filsafat moral yang nihilistik.

Saya seperasaan dengan mereka yang berpendapat bahwa kesemarakan vulgarisme dalam 'sastra pizza' itu justru kian memosisikan kaum wanita sebagai komunitas (atau obyek) yang dilecehkan. Dalam 'sastra pizza' itu wanita 'ditelanjangi' untuk sekedar mendemonstrasikan betapa kaum (penulis) wanita berkuasa atas makna diskursif tubuhnya sendiri. Jangan-jangan nanti kaum laki-laki justru akan menganggap bahwa wanita hanya lihai mengeksplorasi ketubuhan semata. Jangan-jangan pula nanti penulis wanita hanya dianggap mampu mengeksplorasi tubuh teks tanpa pernah bisa menggali kedewasaan dan spiritualitas dari jiwa teks.

Tentu saja, jika kaum proletar 'sastra gado-gado' hendak melawan kaum borjuasi 'sastra pizza', mereka memerlukan kesabaran, ketabahan, dan kekerjakerasan karena 'sastra pizza' ini dimotori oleh kaum wanita dari kelas borjuasi dengan dukungan penuh dari kekuatan modal dan industri media. Selain itu, mereka telah menembak langsung ke jantung selera pasar karena ideologi mereka memang kapitalisme.

Sastra serius selalu saja gelagapan ketika harus terlibat di dalam pertarungan pasar. Namun, bukan berarti bahwa sastra serius sama sekali tidak bisa bertahan menghadapi gelontoran sastra pop-snob. Hal inilah yang memunculkan pemikiran bahwa semangat proletar kaum 'gado-gado' bisa selalu digelorakan untuk menghadapi penjajahan dan hegemoni wacana yang dilakukan oleh kelas borjuasi kaum 'pizza'.

Hanya saja, kritik saya pada mereka yang memerangi sastra snob tersebut adalah mereka terkadang berhenti hanya sebatas menghujat saja. Bagaimana pun, kaum borjuasi pengusung 'sastra pizza' tersebut patut diakui memiliki kelebihan dalam hal produktivitas berkarya. Mereka juga memiliki tingkat eksplorasi estetika yang menggemaskan. Dengan demikian, menandingi mereka adalah bukan dengan menghujatnya.

Perang wacana sudah tidak produktif lagi dilakukan. Berhentilah saling menghujat. Biarlah semua pihak bekerja dan bergerak. Lawan kerja dengan kerja, lawan gerakan dengan gerakan. Gelontorkan karya-karya yang sebisa mungkin lebih menggemaskan dan bermutu dibandingkan dengan karya-karya kelas borjuasi tersebut dan luaskan penyampaian karya-karya kaum proletar sampai ke desa-desa. Barangkali karya-karya penulis borjuasi itu sedang berjaya di kota-kota kita, tapi belum tentu ia sudah merambah ke desa-desa, karena itu desa-desa harus disupport dengan karya-karya nonpenulis borjuasi. Insyaallah, desa akan mengepung kota.

Model gerakan Forum Lingkar Pena (FLP) cukup pas. FLP bisa memiliki organ-organ yang menjangkau sampai ke desa-desa bahkan pedalaman. Hanya saja, diperlukan gerakan serupa dengan perangkat dan modus operandi yang berbeda, komunitas dengan semangat serupa tapi mengusung karya universal yang tidak hanya membidik segolongan spesifik pembaca dan tidak berparadigma hitam putih dalam mendedah persoalan. Hayo, siapa berani bekerja siapa berani bergerak? Siapa berani tak hanya saling menghujat sahaja? Berdoalah!n

* Amien Wangsitalaja, Penyair dan peneliti sastra

Sumber: Republika,18 Nov 2007

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati