Rabu, 26 Februari 2020

Menjelajah Alam Semesta Nezar Patria

[Pengarah gaya: Freddy Martin, Fotografer: Iyok Manggabarani]
Linda Christanty
Rubrik "Dunia Pria", Majalah Dewi, Mei 2015

Ia tak kenal lelah memperjuangkan demokrasi hingga kebebasan pers dan kini ikut memimpin CNN Indonesia.

UCAPAN CARL SAGAN DALAM PALE BLUE DOT, buku yang ditulis kosmolog Amerika itu, membuatnya terkesan. “Bumi kita kalau ditatap dari luar angkasa hanya titik biru pucat di tengah alam semesta, tapi di sana segala dendam, cemburu, dengki, sakit hati, perang, dusta berlangsung dengan gilanya." Nezar Patria, wakil pemimpin redaksi CNN Indonesia, mengulangi kembali ucapan tersebut dalam perbincangan kami akhir tahun lalu di kantornya di kawasan Mampang, Jakarta Selatan. Penampilannya rapi, meski santai. Kemeja hitam, celana jins, sepatu kulit. Selain gemar membaca buku-buku sejarah, politik, dan sastra, ia peduli terhadap hal-ikhwal alam semesta dan masa depan ras manusia. Kehidupannya di bumi telah membuktikan kata-kata Sagan. Beberapa kali ia berada di tengah pusaran konflik atau kegilaan perang.

Sebelas tahun lalu, ia dan empat rekan wartawan terperangkap perseteruan dua institusi bersenjata,Tentara Nasional Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, di kala Aceh berstatus darurat militer. Demi kelancaran proses pembebasan seorang juru kamera televisi nasional yang disandera GAM, mereka rela menjadi jaminan untuk dibawa ke markas para gerilyawan. Di puncak bukit Peudawa, Aceh Timur, ia baru menyadari betapa besar risiko dari keputusan mereka saat menyaksikan ribuan prajurit TNI bergerak melingkari lereng bukit, berlapis-lapis, membentuk formasi pengepungan. Sementara kekuatan GAM hampir setara. Namun, para wartawan 75 media tidak putus asa mendesak militer memperpanjang gencatan senjata. Solidaritas ini berpengaruh. Pertempuran tidak terjadi. Kesepakatan pun tercapai. Trauma? “Tidak. Tapi khawatir terjadi apa- apa, karena istri waktu itu sedang mengandung anak kedua kami,” katanya. Putri sulungnya baru berusia tiga tahun.

Peristiwa Peudawa bukan pengalaman pertama Nezar dengan bahaya. Pada 13 Maret 1998 ia ditangkap melalui sebuah operasi Komando Pasukan Khusus dan disekap dalam penjara rahasia sebagai musuh Orde Baru. Suatu hari ia mendengar suara pistol dikokang. Waktunya sudah dekat. Tapi keadaan tiba-tiba berubah. Para penculik memperoleh instruksi lain. Soeharto ternyata mengundurkan diri sebagai presiden di bulan Mei 1998. Sebulan kemudian ia dibebaskan.

Pasca Soeharto, ia menekuni jurnalisme, mewujudkan cita-citanya waktu kecil. Ayahnya juga wartawan, sehingga dunia itu terasa akrab. Salah satu elemen jurnalisme bahkan sejalan dengan praktik para aktivis, yaitu memantau kekuasaan dan menjadi penyambung lidah mereka yang tertindas.

Kehadirannya di bumi 44 tahun silam sebuah karunia. Ia menikmati masa kecil di antara keriuhan pasar dan ketenangan kampung dalam kota Banda Aceh. Ia hanya menyendiri untuk membaca buku. Perpustakaan adalah tempat yang paling diingatnya. Rasa ingin tahu telah menggiring Nezar pada sejarah untuk pertama kali saat ia membuka sebuah lemari besar di sekolah. Kertas-kertas kuning bertuliskan aksara kanji ada di lemari itu. “Guruku akhirnya bercerita dulu SMP kami milik perkumpulan Tionghoa. Mereka terlibat partai komunis, sehingga pemerintah mengambil alih sekolah,” kisahnya.

Pada pertengahan 1980-an, ladang gas ditemukan di Lhokseumawe, Aceh Utara. Perusahaan multinasional gencar mengeksplorasi, tapi hasil dari gas tidak memperbaiki taraf hidup mayoritas orang Aceh. Konflik GAM, kelompok perlawanan bersenjata, dan pemerintah Indonesia mulai memanas. Ia mengenang, “Waktu SD aku melihat poster orang-orang yang dicari, dipasang di balai desa, kantor-kantor, dan dinding sekolah. Tapi membicarakannya tabu."

Kegemarannya membaca seiring dengan kesenangan menulis. Ketika SMA, ia meraih juara pertama lomba menulis tingkat nasional yang diselenggarakan suratkabar Suara Karya. Tulisannya Tapak Tuan Padamu Negeri menyisihkan 3.200-an tulisan lain. Ia bangga, "Hadiahnya dari tiga menteri. Menteri pendidikan, menteri pemuda dan olah raga, dan menteri pariwisata. Fuad Hassan, Akbar Tanjung dan Joop Ave. Aku bertemu mereka." Kemenangan itu menerbangkannya ke Jakarta untuk pertama kali. SMA seluruh Aceh gempar.

Novel-novel Iwan Simatupang telah mempertemukan Nezar dengan filsafat, “Ceritanya membuat kita berpikir. Ada yang bilang dia tertarik pada eksistensialisme. Ternyata itu filsafat. Aku jadi ingin tahu apa itu filsafat." Dari ujung barat Sumatra, ia hijrah ke Pulau Jawa untuk kuliah di Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia lantas aktif dalam pers mahasiswa dan kelompok diskusi, yang memberi akses untuk mengetahui fakta di balik bermacam peristiwa sejarah yang tabu dibicarakan.

Pemerintah di masa itu menghalangi kebebasan berpendapat. Media disensor. Demonstrasi massa dihadapi dengan senjata. Orang-orang kritis ditahan. Awalnya ia ikut aksi-aksi kampus, seperti memprotes kenaikan uang kuliah. Lama-kelamaan, ia berjuang untuk rakyat. Pada 1993, mahasiswa sejumlah perguruan tinggi di Indonesia melakukan aksi bersama petani di Blangguan, Jawa Timur. Marinir menembak ladang-ladang jagung dengan mortir, karena menganggap itu lahan mereka. Banyak temannya tertangkap pasca aksi tersebut, tapi ia lolos dan mengirim kronologi peristiwa itu ke media massa. Suratkabar Kompas berani memuat. “Dampaknya besar. IGGI langsung menangguhkan dana untuk militer Indonesia,” kenangnya. IGGI (Intergovernmental Group on Indonesia) digagas Amerika Serikat dan berdiri pada 1967 untuk mengatur dana multilateral kepada Indonesia.

Menyadari fungsi organisasi sebagai wadah pendidikan serta penggalangan solidaritas, ia turut mendirikan Persatuan Rakyat Demokratik pada 2 Mei 1994. Dua tahun kemudian, pada 15 April 1996, organisasi ini berubah menjadi Partai Rakyat Demokratik, oposisi terpenting dan radikal di masa puncak Orde Baru. Baginya, masa itu tak kunjung pergi, tapi menghantui. Empat temannya masih hilang. Padahal Tim Mawar yang dulu menculiknya sudah dihukum. Lima tahun setelah reformasi, ia bahkan mewawancarai Prabowo Subianto, bekas komandan jenderal Kopassus, tentang peristiwa Mei 1998, "Tapi tentang penculikan, dia tidak mau bicara dan katanya, dia tidak boleh lagi bicara."

Setelah bekerja setahun di majalah DR, Nezar direkrut majalah Tempo. Pada 2003 ia menerima Journalism for Tolerance Prize dari International Federation of Journalist di Manila, Filipina, untuk liputan investigasi kerusuhan Mei 1998 yang dimuat Tempo. Tujuh tahun ia bekerja di situ, lalu cuti untuk menyelesaikan master di bidang sejarah internasional di London School of Economics and Political Science. Selama kuliah di London, ia takjub menyaksikan kemajuan media digital, "Indonesia jauh tertinggal." Bersama beberapa teman, Nezar meninggalkan Tempo pada 2008. Mereka mendirikan Vivanews, sebuah portal berita. Ia menjabat redaktur pelaksana. Dalam empat tahun, Vivanews menjadi tiga portal berita terbesar di Indonesia. Ia malah hengkang dari media tersebut, "Pemiliknya ingin mengarahkan berita untuk kepentingan salah satu kandidat presiden tahun lalu." Tak berapa lama ia bergabung dengan CNN Indonesia, juga portal berita. “Internet merupakan basis dari revolusi teknologi dan komunikasi, membuat peradaban bergerak lebih cepat. Interaksi antar individu, warga, dan bangsa, kian luas, tanpa batas,” kata lelaki, yang pernah menjabat ketua umum Aliansi Jurnalis Independen dan sekarang anggota Dewan Pers. Bagaimana nasib media cetak? Jawabannya realistis, “Berita koran akan makin indepth, majalah akan menukik lebih dalam untuk memberikan latar belakang satu peristiwa. Sirkulasinya akan terus turun, tapi tetap beredar di lingkaran pembaca yang menginginkan informasi khas.”

Media sangat memengaruhi pendapat umum dan kebijakan, sehingga tanggung jawab jurnalisme tidak ringan. Kebebasan berekspresi harus dibedakan dari provokasi. Ia mengkritik tabloid Charlie Hebdo yang memuat kartun Nabi Muhammad, meski mengutuk penembakan brutal di kantor tabloid itu di Paris awal Januari lalu, “Charlie Hebdo mencampur fakta dengan opini. Ini kebebasan yang keji, yang merendahkan kaum minoritas dengan mengolok-olok kepercayaan dan simbol agama mereka, bahkan bisa tergelincir ke arah rasisme, karena memproyeksikan Islam sebagai stereotip agama teroris.“ Dua belas orang meninggal dunia dalam insiden itu, termasuk dua penembaknya, yaitu orang- orang Perancis keturunan Aljazair.

Meski ancaman asteroid terhadap bumi meresahkannya bila teringat masa dinosaurus punah, ia menyaksikan kebanyakan nasib manusia justru ditentukan ulah mereka sendiri. Ia telah membuktikan bahwa tiap upaya mengatasi masalah dan bahaya adalah karena hidup ini berharga.

(LINDA CHRISTANTY)
https://www.facebook.com/notes/linda-christanty/menjelajah-alam-semesta-nezar-patria-oleh-linda-christanty/10152727380096496/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati