Jumat, 23 Februari 2018

Jejak Langkah Damiri Mahmud

badanbahasa.kemdikbud.go.id

Salah seorang sastrawan yang terkenal dari Sumatera Utara adalah Damiri Mahmud. Damiri adalah putra asli Sumatera Utara. Damiri lahir di Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara,  tanggal 17 Januari 1945. Ia merupakan putra bungsu dari pasangan H. Mahmud Khatib dan Hj. Siti Rahmah. Pada usia 27 tahun, ia mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi seorang gadis yang bernama Mariani (lahir tanggal 31 Desember 1949). Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai enam orang anak, tetapi dua di antara anaknya telah meninggal dunia. Anaknya yang ada saat ini adalah Fahmi, Chairunnisa, Kurnia, dan Siti Hidayati. Dari anak-anaknya yang telah menikah, Damiri mendapat empat orang cucu.

Damiri memulai pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat 16, Jalan Japaris, Medan dan menyelesaikan pendidikan dasarnya itu pada tahun 1958. Pada waktu yang bersamaan dengan menempuh pendidikan dasarnya di sekolah rakyat, Damiri juga mengikuti pendidikan keagamaan di Ibtidaiyah, Jalan Amaliun, sampai tamat, tahun 1958. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya ke SMEP Jalan Sindoro, Medan dan tamat pada tahun  1961.  Selanjutnya, ia masuk ke SMA Widyasana, Medan dan tamat pada tahun 1964. Setelah tamat SMA,  ia masih menambah pengetahuannya dengan mengikuti Kursus Bon A dan Bon B.

Dunia sastra adalah dunia yang telah menarik perhatian Damiri sejak kecil. Ketertarikannya dimulai sejak ia membaca buku-buku sastra milik abangnya, Idham.  Idham bukanlah sastrawan, ia tokoh pemuda (bahkan, dapat dikatakan preman) di kampungnya. Akan tetapi, abangnya itu memang suka membaca buku sastra. Dari koleksi buku abangnya itulah, Damiri membaca karya-karya Hamka, seperti Tenggelamnya Kapal van der Wicjk dan Di Bawah Lindungan Ka’bah. Ia merasa sangat beruntung karena ia juga sudah bisa membaca buku-buku H.B. Jassin dan Chairil Anwar pada saat ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Setelah banyak membaca, Damiri mulai tertarik dan mencoba menulis. Selanjutnya, ia mulai memberanikan dirinya mengirimkan karya-karya sastra yang ditulisnya itu ke harian Harapan Kuncung, yang terbit di Medan, saat ia masih sekolah di SMEP. Akan tetapi, tulisan-tulisannya itu tidak pernah dimuat oleh redaktur harian itu. Ia tidak putus asa, ia terus mencoba, dan akhirnya tulisannya dimuat untuk yang pertama kali di Mimbar Teruna, pada tahun 1964, saat dia sudah duduk di bangku akhir SMA. Akan tetapi, bukan tulisan sastranya yang dimuat, melainkan tulisan yang berupa lelucon. Redaktur harian Mimbar Teruna yang memuat tulisannya itu bernama Ali Soekardi.     

Setelah menamatkan SMA-nya, 1964, Damiri merantau ke Jakarta dan menumpang di rumah abangnya yang lebih dahulu berada di Jakarta. Selama di Jakarta hanya ada satu tulisannya, puisi, yang dimuat di media massa, yaitu di harian Warta Pelajar. Tulisan-tulisannya yang lain, yang dikirimkan ke majalah Lentera, ditolak. Ia menerima surat pemberitahuan dari redaksi yang menyatakan bahwa tulisannya telah diterima oleh redaksi, tetapi belum dapat dimuat. Sekitar setahun berada di Jakarta, orangtuanya menyusul ke Jakarta dan meminta mereka pulang. Akhirnya, karena dia yang bungsu, dialah yang disepakati untuk pulang ke kampung memenuhi permintaan orang tuanya.

Tahun 1965, Damiri sudah berada kembali di Hamparanperak, tanah kelahirannya. Ia mengabdikan dirinya sebagai guru di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Al-Washliyah. Madrasah tempatnya mengajar itu kemudian berubah jadi madrasah negeri dengan nama  Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1, Hamparanperak. Oleh karena itu, Damiri, sebagai pengajar di sana, diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Ia menjadi pegawai negeri sipil di bawah naungan Departemen Agama pada tahun 1972 dan ditempatkan di tempatnya mengajar itu. Di samping itu, dia juga menjadi guru di Sanawiyah, Hamparanperak (1974). Tahun 2003, Damiri Mahmud pensiun sebagai pegawai negeri.

Kiprahnya dalam dunia sastra Medan dimulai pada tahun 1969 setelah tujuh buah cerpennya dimuat di majalah Bintang, Sport, dan Film. Cerpennya yang dimuat itu, antara lain, berjudul ”Ronggeng”, ”Luka Lama Berdarah Lagi”, dan ”Kabar dari Laut”. Cerpen ”Mata” kemudian dimuat di majalah Horison Jakarta pada tahun 1970. Di samping menulis karya sastra modern, Damiri Mahmud juga menulis cerita rakyat. Ia menuliskan kembali cerita rakyat yang sudah ada dengan versi baru. Cerita rakyatnya berjudul Wasiat Ayah diterbitkan oleh Firma Hasmar, Medan pada tahun 1976. Ia juga pernah memperoleh penghargaan dari Perpustakaan Sumatera Utara pada tahun 1978 atas cerita rakyat yang ditulisnya yang berjudul Membalas Budi. Di samping itu, ia juga sudah menghasilkan sebuah novel yang berjudul Teka-Teki, yang diterbitkan oleh Marwlis Publishir, Selangor, Malaysia pada tahun 1988.

Dalam perjalanan kariernya sebagai sastrawan, Damiri beberapa kali memenangkan perlombaan menulis esai, baik di tingkat lokal maupun nasional. Ia pernah memenangkan lomba penulisan kritik sastra se-Indonesia untuk pembicaraan novel Olenka karya Budi Darma (1984). Karena kritikannya itu, H.B. Jassin memperhitungkan Damiri Mahmud sebagai kritikus sastra yang ikut menentukan arah kehidupan kesusasteraan Indonesia.

Sebuah suratnya kepada H.B. Jassin tentang penulisan Al Quran yang menghebohkan itu terdapat dalam buku Kontroversi Al-Quran Berwajah Puisi terbitan Pustaka Utama Grafiti, Jakarta (1996). Kemudian, dia menghimpun pembicaraannya tentang kepenyairan Aldian Aripin dalam buku Esensi dan Dinamika: Telaah Sufistik Terhadap Puisi dan Perjalanan Spritual Aldian Aripin yang diterbitkan Sastera Leo, Medan (2001).

Damiri Mahmud pernah menjadi pengurus Dewan Kesenian Medan (DKM) yang dipimpin oleh A.S. Rangkuti. Akan tetapi, baru satu tahun berjalan dia mundur karena tidak cocok dengan ketua baru yang menggantikan A.S. Rangkuti. Waktu itu, A.S. Rangkuti meninggalkan jabatannya sebagai Ketua Umum DKM karena terpilih menjadi Walikota Medan. Meskipun demikian, DKM tetap mengakui kesastrawanan Damiri Mahmud sehingga memberinya penghargaan sebagai sastrawan kreatif pada tahun 1984.

Damiri juga termasuk salah seorang dari antara sastrawan yang menggagas dan melaksanakan program sastrawan masuk sekolah di Medan dan sekitarnya (1976-1980). Ia juga menjadi salah seorang pencetus ”Omong-Omong Sastra” dari rumah ke rumah sejak 1976 sebagai satu wadah yang unik dan mungkin satu-satunya di Indonesia. Forum ini dilaksanakan secara berkala. Para sastrawan dan peminat sastra berkumpul dalam satu rumah membicarakan masalah sastra dan membaca puisi dengan bebas yang diakhiri dengan makan bersama.

Acara ”Omong-Omong Sastra” itu kemudian berlanjut. Mereka menyelenggarakan Temu Sastrawan Sumatera Utara di Bina Budaya Medan (1977). Panitia pelaksana pertemuan tersebut menerbitkan dua puisi Damiri Mahmud bersama puisi karya penyair Sumatera Utara lainnya dalam antologi Puisi Temu Sastrawan Sumatera Utara 1977. Di kemudian hari,  pembicaraan masalah sastra yang dibicarakan Damiri dan sastrawan lainnya dalam ”Omong-Omong Sastra” itu diterbitkan dalam buku 25 Tahun Omong-Omong Sastra: Makalah yang dibentang, bandingan, serta publikasinya yang diterbitkan oleh Sastra Leo Medan (2002).

Secara regional, Damiri Mahmud merupakan salah seorang pemrakarsa dan pelaksana ”Dialog Utara” sebagai wadah pertemuan sastrawan Medan/Sumatera Utara dengan sastrawan Pulau Pinang/Malaysia (1982-1991). Dialog Utara berhasil menjalin kerja sama budaya serumpun dan meyakinkan Walikotamadya Medan dalam menggasasi Medan-Pulau Pinang sebagai ”kota kembar”. Damiri aktif dalam pelaksanaan Dialog Utara yang menghasilkan antologi sastra di mana terdapat puisi, cerpen, dan esai/kritik sastranya. Dialog Utara yang diikutinya di Malaysia menghasilkan tiga buah buku yakni Titian Laut I (1982), Titian Laut II (1986), dan Titian Laut III (1991) yang diterbitkan Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur. Sedangkan Dialog Utara yang diikutinya di Medan menghasilkan antologi Muara Satu yang diterbitkan panitia pelaksananya (1984) dan Muara Dua terbitan Firma Maju Medan (1989).

Puisi-puisi Damiri Mahmud terdapat dalam berbagai bunga rampai, baik terbitan Indonesia maupun Malaysia. Buku pertama yang memuat puisinya adalah antologi puisi Kuala terbitan Dewan Kesenian Medan (1975). Puisi-puisinya juga terdapat dalam Rantau: Antologi Puisi Indonesia-Malaysia-Singapura terbitan Yaswira Medan (1984), Ilham: Antologi Puisi Islami Sumatera Utara (1991), Tonggak 3: Antologi Puisi Indonesia Modern terbitan Gramedia Jakarta (1987), Bosnia Kita terbitan Komite Solidaritas Muslim Bosnia, Jakarta (1987), Antologi Puisi enyair Sesumatera terbitan Taman Budaya Jambi (1996), Kumpulan Puisi Sumatera Utara terbitan Kanwil Depdikbud Sumut (1998), Jejak: Antologi Puisi Sumatera Utara terbitan Dewan Kesenian Sumatera Utara (1998), Parade Baca Puisi Indonesia Berbisik terbitan Korpri Sumut dan DKSU (1999), Dari fansuri ke Handayani terbitan Horison dan The Ford Foundation (2001), Horison Sastra Indonesia terbitan Horison dan The Ford Foundation (2002), dan Lagu Kelu terbitan Aliansi Sastrawan Aceh dan Japan Aceh Net-JAN Tokyo (2004).

Sebagai penyair, Damiri tampil membacakan puisi-puisinya dalam acara diskusi dan baca puisi yang diselenggarakan Taman Budaya Medan. Tahun 1980, dia tampil bersama R. Lubis Zamakhsyari dan Shafwan Hadi Umry membacakan puisi yang terhimpun dalam stensilan berjudul Tiga Muka. Lalu dia tampil membacakan puisi stensilannya yang berjudul Aku Senantiasi Mencari (1982), Sajak-Sajak Kamar bersama B.Y. Tand yang membacakan kumpulan puisinya yang berjudul Episode (1983), dan kumpulan puisi stensilannya yang berjudul Memandang Manusia (1985).

Damiri Mahmud kemudian membukukan 59 puisinya dalam buku kumpulan puisi perseorangannya berjudul Damai di Bumi: Kumpulan Sajak yang diterbitkan oleh Kanwil Deparsenibud Sumatera Utara dan Hotel garuda Plaza Medan (2000). Buku ini diberi kata sambutan oleh Sjamsul Bahri, S.H. selaku Kakanwil Deparsenibud Sumut dan ulasan penutup buku berupa sebuah artikel berjudul ”Unsur Puitika dalam Sajak-Sajak Damiri Mahmud” karya Korrie Layun Rampan yang terbit di Harian Pelita Jakarta, 22 Maret 1992.

Damiri Mahmud termasuk sastrawan yang juga berprofesi sebagai kritikus sastra. Dia selalu diundang untuk membentangkan makalah dan berceramah di berbagai forum dan perguruan tinggi. Tahun 1984, penceramah yang aktif dalam membahas karya-karya sastra ini diundang dDewan Kesenian Jakarta dalam acara Temu Kritikus Sastra di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Damiri juga diberi kepercayaan memilih sejumlah tokoh sastra dan budaya di Indonesia sebagai untuk Eksiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu yang diterbitkan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia.

Dalam dasawarsa terakhir ini, Damiri terus berceramah dan menyampaikan makalah tentang kepenyairan Amir Hamzah. Damiri berpendapat bahwa sajak-sajak Amir Hamzah dalam Nyanyi Sunyi terutama ”Padamu Jua” adalah sajak cinta, pelukisan kepatahhatian Amir terhadap Ilik Sundari. Damiri menolak pendapat H.B. Jassin, A.H. Johns, A. Teeuw, Abdul Hadi W.M., Sutan Takdir Alisjahbana, dan lain-lain yang menepiskan eksistensi Amir Hamzah sebagai penyair lirik dan romantik, lebih menganggapnya sebagai mistikus atau sufi yang bersifat utopia belaka. Di mata mereka Amir Hamzah hanya mempermasalahkan kematian belaka dan tidak punya semangat hidup di dunia.

Ceramah ini menarik perhatian Jajang C. Noer yang pernah mengungkapkan hal senada kepada Arifin C. Noer tetapi tidak ditanggapi sang suami dengan serius. Kemudian H.B. Jassin tertarik dan merekomendasikan supaya dibukukan karena katanya pantas diketahui masyarakat umum sebab pembahasannya lebih memusatkan kepada riwayat hidup penyairnya. Tahun 1994, Dewan Kesenian Sumatera Utara menerbitkan ceramah itu sebagai sebuah buku dengan judul Amir Hamzah Penyair Sepanjang Zaman (Penafsiran Lain tentang Nyanyi Sunyi).

Pada 6 Juni 2007, Damiri kembali tampil mengetengahkan pendapatnya ini dalam Seminar Kesusastraan Bandingan Antarbangsa di Kuala Lumpur, Malaysia. Buku tentang Amir Hamzah yang ditulis oleh Damiri pernah pula diminta oleh Taufiq Ismail untuk dibukukan di Jakarta. Bahkan, seusai menjadi pembicara dalam seminar sastra bandingan tersebut, buku tersebut akan diterbitkan di Malaysia dengan judul Menafsir Kembali Nyanyi Sunyi.

Bahkan, tujuh puisinya terbit dalam edisi tsunami Horison, Maret 2007 dan enam puisi terbarunya muncul dalam Horison, April 2007 yang membuatnya merasa senang seperti kembali sehingga dia kirim SMS kepada teman-teman dekatnya.

Sekarang, Damiri Mahmud tengah gencar berceramah tentang Chairil Anwar. Dia menolak pendapat H.B. Jassin, Teeuw, Subagio Sastrowardoyo dan lain-lain yang mengatakan bahwa Chairil Anwar sangat terpengaruh kepada ”barat” bahkan jiwanya adalah ”barat”. Damiri berpendapat apabila benar klausal ”bahasa menunjukkan bangsa” maka tak pelak Chairil Anwar bertitik tolak kepada kebudayaan Melayu di Medan. Damiri telah meneliti karya Chairil Anwar dan berhasil memecahkan ”kata-kata sulit” dan ”kata-kata baru” dalam karya-karyanya, hal mana belum pernah terusik oleh para peneliti sebelumnya. Damiri mempersiapkan sebuah buku tentang hal itu yang menurut rencana akan diterbitkan di Malaysia dengan judul Pergulatan Budaya Chairil Anwar.

Tulisan-tulisan Damiri Mahmud berupa puisi, cerpen, dan artikel budaya, politik, dan agama tersebar di berbagai harian dan majalah terbitan Medan seperti Bintang Sport dan Film, Mimbar Taruna, Mimbar Umum, Analisa, dan Waspada. Kemudian terbit pula di Majalah Basis (Yogyakarta) serta media massa terbitan Jakarta seperti Horison, Berita Buana, Pelita, Republika, Merdeka, Media Indonesia, dan Panji Masyarakat. Karyanya juga muncul di media massa terbitan Malaysia seperti Dewan Sastera, Berita Harian, serta Perisa: Jurnal Puisi Melayu.

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/node/2308

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati