Rabu, 11 Juni 2014

Pengajaran Bahasa dan Sastra di Pesantren

M. Mustafied *
nu.or.id 17/06/2012

Di pesantren, bahasa Arab merupakan salah satu materi pokok pembelajaran. Hal ini dilatarbelakangi paling tidak oleh tiga hal. Pertama, teks-teks kunci yang dipelajari di pesantren, dalam semua fan ilmunya, rerata masih menggunakan literatur berbahasa Arab.


Kedua, sumber paling dasar dan otentik ajaran pesantren, yakni Al-Qur’an, Hadist, dan Atsar (opini) Sahabat, juga menggunakan bahasa Arab. Ketiga, dalam Surah Yusuf Ayat ke-2 ditegaskan oleh Allah Swt, bahwa kitab suci umat Islam memang diturunkan dalam bahasa Arab. Penegasan ini secara sosiologis melahirkan dimensi teologis di mana mempelajari bahasa Arab bukan seperti mempelajari bahasa asing lainnya, namun ada dimensi “transendental”, dengan kata lain bagian dari ibadah.

Yang menarik, dan banyak disadari berbagai kalangan, materi pembelajaran bahasa Arab menggunakan teks yang disusun dalam bentuk –sekaligus juga metode– sastrawi, yakni puisi atau nazdoman (syi’ir).

Hal ini adalah sesuatu yang tidak ditemukan di komunitas maupun institusi pendidikan keislaman lain di Indonesia. Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah, Maqshud, Jauharul Maknun, hanyalah sebagian kecil contoh teks standar yang dipakai pesantren dalam mempelajari gramatika bahasa Arab.

Keberhasilan menghafal bait-bait syair dalam kitab-kitab tersebut merupakan prestasi tersendiri di mata santri. Bagi komunitas lain, menghafalkan hal tersebut barangkali akan menguras energi tersendiri.

Hal tersebut menunjukkan bahwa tradisi sastra di pesantren sangat kuat, paling tidak dalam salah satu genre sastra, yakni puisi. Setahu saya, tidak ada satupun bahasa di dunia ini dirumuskan dan diajarkan dalam bentuk puisi secara utuh. Banyak pemikir dunia menggunakan puisi atau genre sastra lainnya seperti novel sebagai arena mengekspresikan gagasan mereka, namun tidak dalam konteks pembelajaran bahasa.

Jika dilihat lebih jauh, bukan hanya gramatika bahasa Arab, namun disiplin ilmu lainnya seperti akidah, syariah, tarikh, sampai tasawwuf, tidak jarang menggunakan genre puisi. Pada sisi lain, harus diakui, karya sastra seperti cerpen (qishoh qoshiroh), novel (riwayat), sangat jarang ditemukan di pesantren. Yang paling mendekati adalah semacam hikayat (cerita pendek yang mengandung hikmah).

Sementara karya-karya tassawuf besar yang ditulis dengan keindahan sastrawi tingkat tinggi seperti karya-karya Imam Qusyairi, Rumi, Imam Bushiri, lebih dikategorikan sastra sufi, sesuatu yang disebut Danarto sebagai genre tersendiri.

Barangkali dari khazanah di atas kemudian muncul istilah “sastra pesantren”. Sebuah istilah yang masih dalam perdebatan baik dalam kalangan pesantren maupun luar. Bagi yang setuju dengan istilah sastra pesantren, dapat dipetakan dalam beberapa hujah.

Pertama, pesantren memang kaya dengan tradisi sastra seperti diuraikan di atas. Hal ini lebih menunjuk pada konsumsi sastra oleh kalangan pesantren. Konsumsi sastrawi ini, yang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, ketika dieksternalisasikan (diterjemahkan, dipentaskan, dinikmati publik) tersisa impresi sastrawi yang sublim dan mendalam. Kedua, banyak sastrawan lahir dari latar belakang sosio-religio-kultural pesantren. Karya sastra mereka sedikit banyak dipengaruhi oleh dunia pesantren sebagaimana terekspresikan dalam struktur psikologi dalam karya maupun settingnya.

Ketiga, sastra pesantren membedakan dengan dirinya dari sumber dan kandungan nilai yang hendak disampaikan kepada publik. Keempat, banyak karya sastra lahir dari dunia pesantren.

Sementara bagi yang tidak setuju membangun alasan sebagai berikut ini. Pertama, apa yang dimaksud dengan tradisi sastra di pesantren tidaklah berbeda dengan genre sastra konvensional. Artinya, sastra pesantren belumlah sampai pada pembentukan satu genre tersendiri, sehingga dapat mengidentifikasi diri sebagai sastra pesantren. Bahkan, produk sastra yang disebut sebagai sastra pesantren seperti Alfiyyah merupakan karya ulama luar, bukan dari pesantren sendiri.

Kedua, para sastrawan yang berlatar belakang pesantren adalah mereka yang mengalami proses dan pematangan sastrawi di luar habitus pesantren. Pesantren sebatas latar sosial, sementara proses kreatif itu lebih banyak dibentuk dalam interaksinya dengan elemen-elemen luar pesantren, atau institusi lain.

Ketiga, setiap karya sastra selalu memuat pesan, baik nilai, gagasan, ideologi, maupun kepentingan tertentu. Pendek kata, nilai yang tersirat bukanlah semata-mata khas pesantren. Keempat, banyaknya karya sastra dari pesantren hanyalah atributif, sebagaimana bisa juga dilekatkan pada sastra universitas, dan lainnya.

Tulisan sederhana ini tidak ingin masuk dalam debat tersebut. Bagi penulis, dalam derajat tertentu, tidak dibutuhkan identifikasi khusus sastra pesantren. Justru yang terpenting adalah menyadari bahwa susastra pesantren telah mempengaruhi sejarah panjang sastra Nusantara. Pengaruh tersbeut bukan hanya di ranah istilah (kasidah, burdah, hikayat) namun juga kandungannya.

Tulisan pendek ini hanya akan memberikan beberapa catatan. Pertama, pada periode tertentu, terutama, abad 18-19, telah muncul berbagai ajaran pesantren yang ditulis dalam bentuk puisi, baik itu berbahasa Arab maupun lokal.

Para penulis tersebut boleh dikatakan sepenuhnya murni produk proses pendidikan pesantren. Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari mengarang kitab al-Nurul Mubin, KH Abdul Hadi Zahid Langitan menerjemahkan kitab Qashidah al-Munfarijah dengan model kitab makna gandul, Mbah Kiai Dimyathi Tremas mengarang syair al-Asmaul Husna, seorang ulama asal Banjarmasin bernama Ahmad Jamhuri juga menulis syair Kanz al-Asna. Di Cirebon, Kiai Nur Khalish Hannan dari Ponpes Al-Hikmah, menulis nadzam 99 al-Asmaul husna. Itu sekedar contoh, yang tidak disebut lebih beragam dan lebih banyak.

Kedua, saat ini telah muncul karya sastra, baik puisi maupun novel, juga humor, yang lahir dari generasi muda pesantren. Karya-karya yang diterbitkan beberapa penerbit seperti Matapena, Diva, dan lainnya, secara jelas menggambarkan arus tersebut.

Meskipun, sekali lagi, proses mereka tidak hanya diperoleh di pesantren. Namun karya mereka telah menunjukkan sebentuk transformasi dari produk pada abad 18-19 tersebut. Dua hal yang mencirikan karya ini adalah latar sosial pesantren yang khas, dan nilai dasar yang hendak disampaikan. Silakan tengok karya-karya, misalnya Acep Zamzam Noor, D. Zawawi Imron, Hamdi Salad, Mathori A Elwa untuk puisi. Ahmad Tohari, Gus Mus, untuk novel, dan cerita pendek.

Ketiga, jika melihat struktur kurikulum, fokus utama pengajaran pesantren saat ini bukanlah pada aspek sastrawinya, namun pada aspek kebahasaannya. Hal ini barangkali juga menjadi penjelas kenapa modal sosial dan kultural pesantren belum juga mengarah ke pembentukan genra sastra khas pesantren. Hanya saja timbul pertanyaan, mengapa pesantren di era abad 18-19 berhasil melahirkan ulama-ulama produk murni pesantren dengan karya sastra yang bernilai tinggi, sedangkan saat ini cukup jarang? Sebagai pengecualian langka dapat disebut, seperti KH Sahal Mahfudz, yang menulis beberapa karya puisi seperti al-Tsamarat al-Hajiniyyah yang berisi 166 bait yang menjelaskan dasar-dasar fiqih.

Keempat, terlepas dari realitas di atas, pesantren merupakan ruang sosial-budaya, di mana modal sosial bersastra begitu kaya dan merasuk hingga sumsum kesadaran terdalam para santri. Di pesantren, tiada hari tanpa berpuisi. Dari pelajaran sampai berdoa pun kaya akan nuansa sastranya. Bermunajat di keheningan malam selalu sambil melafalkan bait-bait indah. Artinya, pesantren pada dasarnya sangat berpeluang menjadikan dirinya sebagai institusi yang produktif dalam menghasilkan kaya sastra.

Dalam konteks ini, politik identitas sastra pesantren tidak lagi relevan. Proses sejarah yang akan menjawab akan ke mana pada akhirnya tradisi sastra di pesantren. Jika pada akhirnya membentuk sebuah genre tersendiri, maka publik dengan sendirinya akan mengakui adanya sastra pesantren.

Jika tidak, tanpa menggunakan istilah tersebut, publik juga paham dan mengakui kontribusi pesantren dalam sastra dan perannya menjaga identitas sastra nusantara.

Untuk mewujudkan hal ini memang dibutuhkan sekian prasyarat. Prasyarat paling pokok adalah dua hal. Pertama, atmosfer akademik pesantren harus mampu menumbuhkan sekian kegelisahan ketika bersentuhan dengan realitas sosial. Kegelisahan adalah pertanda bekerjanya respons kreatif manusia terhadap berbagai anomali dan krisis sosial di lingkungannya. Tanpa kegelisahan mustahil lahir pemikiran besar.

Kedua, pengajaran bahasa Arab harus lebih disetimbangkan dengan pengajaran sastranya, sehingga santri memiliki kemampuan teknis berkarya sastra secara kreatif.

Titik temu akan kegelisahan santri dan kemampuan bersastra berpotensi melahirkan sastrawan-sastrawan besar dari pesantren dengan ide-ide transformatif dari pesantren. Kondisi objektif realitas sosial sangat membutuhkan arus sastra baru di tengah arus budaya pop yang hedonistik dan sekularistik (menjauhkan publik dari nilai-nilai profetik), dan materialisme kebudayaan yang menggerus tugas liberasi dan pencerahan sastra. Sastra pesantren merupakan salah satu kemungkinan yang paling mungkin diharapkan.

*) M. Mustafied, Pengasuh Pesantren Global Pelajar-Mahasiswa, PP Aswaja Nusantara, Mlangi Yogyakarta.
Dijumput dari: http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,50-id,38393-lang,id-c,esai-t,Pengajaran+Bahasa+dan+Sastra+di+Pesantren-.phpx

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati