Riza Multazam Luthfy *
Riau Pos, 10 Feb 2013
DALAM tarafnya masing-masing, puisi dan korupsi sama-sama menjanjikan kenikmatan tiada tara. Keduanya sanggup membawa penikmatnya melayang ke udara sembari menapaki tangga pelangi di cakrawala. Alangkah hebatnya! Dengan puisi, seseorang sanggup menyelami keping-keping rahasia semesta. Pun betapa ajaibnya! Melalui korupsi, seseorang mampu meresapi bebulir dosa dan kebejatannya.
Sesuai kapasitasnya, puisi menghidangkan asupan nilai guna memperkaya jiwa. Adapun korupsi ringan menghibahkan penyakit radang sukma. Atas dasar itulah, menilik kedahsyatan puisi dan korupsi, para sastrawan mengombinasikan keduanya dalam karya-karya mereka. Seperti halnya Remy Sylado (2004) yang melahirkan puisi bertitel “Seorang Prajurit Memulai Korupsi dengan Sumpritan Seharga Rp200”: Satu prit/ Jigo// Empat prit/ Cepek// Delapan prit/ Kembali pokok.
Korupsi Lebih Najis dari Babi
Melukiskan kegalauannya, Gus Mus pernah menulis puisi berjudul ‘’Ada Apa dengan Kalian’’: Bila karena merusak kesehatan, rokok kalian benci/ Mengapa kalian diamkan korupsi/ Yang kadar memabukkannya jauh lebih tinggi/ Bila karena najis, babi kalian musuhi/ Mengapa kalian abaikan korupsi/ Yang lebih menjijikkan ketimbang kotoran seribu babi.
Dalam puisi yang diaktualisasikan secara terbuka tersebut, betapa korupsi dijelmakan menjadi barang yang harus dijauhi. Dijauhi karena mengandung daya mabuk luar biasa, sehingga bisa mengantar penikmatnya hilang kesadaran lalu mengamuk, membabibuta. Parahnya lagi, jika didera ketagihan, maka tak ayal baginya untuk melakukan apapun demi mengetam berbagai ragam khasiat yang dimuat serta merasakan ‘sensasi’-nya.
Korupsi digambarkan pula selaku barang dengan kadar najis selangit. Saking najisnya, bahkan ia lebih najis dari kotoran babi. Padahal dalam Islam, babi adalah hewan najis, yang apabila dijilat, maka seseorang wajib membasuh bagian tubuh yang terkena jilatan itu sebanyak tujuh kali dan salah satu diantarannya dengan air bercampur tanah. Sedemikian hina-dinanya, sebagian orang-orang fasik, orang-orang yang dimurkai Tuhan, menelan kutukan menjadi kera dan babi (surah al-Maidah: 60).
Babi juga dilarang untuk dikonsumsi. Nash Alquran mengharamkan atas hewan yang serat dagingnya memuat cacing pita itu dalam surah al-Baqarah: 173, al-Maidah: 3, dan an-Nahl: 115.
Menurut hikmatu at-tasyri’ (hikmah ditetapkannya suatu syariat), suatu larangan menyimpan mafsadah (kerusakan). Ini berarti, ‘berdasar pada puisi Gus Mus di atas’ bahaya serta kandungan kerusakan pada korupsi jauh lebih besar daripada tubuh babi.
Peti Mati bagi Koruptor
Dalam buku puisi Anak Mencari Tuhan yang dikemas satu paket dengan Pertempuran Rahasia Anggitan Triyanto Triwikromo (Gramedia Pustaka Utama, 2010), Nugroho Suksmanto sempat menuturkan kegelisahan akan korupsi. Berbekal racikan kata sederhana, Nugroho Suksmanto menapak ikhtiar dalam rangka menyuguhkan ‘sesuatu yang paradoks’ dalam korupsi -dengan ketus dan genit, pada puisi bertajuk ‘’di China dan di Kita’’: Di China/ Pemimpinnya keji/ Saat memberantas korupsi/ Tak segan menembak mati// Di Kita/ Para pemimpin baik hati/ Berderma dari hasil korupsi/ Pergi haji berkali-kali.
Dari puisi di atas, tampaklah bahwa Cina membentangkan ketegasan membabibuta. Ketegasan yang mengungkap bahwa guna memberantas korupsi, membenamkan nyawa penikmatnya merupakan pilihan paling tepat. Tidak seperti di negeri kita (Indonesia), yang justru pemimpinnya menjadikan rupiah hasil korupsi untuk bersedekah, bahkan berangkat ke Makkah.
Bukan sebiji kebetulan jika Nugroho Suksmanto mendayagunakan Cina dalam puisinya. Sudah barang tentu, kata tersebut telah melewati penyortiran yang matang. Mengapa? Sebab, Cina adalah salah satu teladan dunia dalam mengatasi korupsi. Sesiapa yang terbukti tersentuh korupsi, maka ia harus bersigap memeluk ajal esok hari. Akibat kegigihan dan keberaniannya, Cina pernah menadah peringkat terpuji dalam ‘’Indeks Persepsi Korupsi’’ (CPI) maupun ‘’Indeks Transparansi’’ (TI): berindeks 3,1; sejajar dengan Mesir.
Puncak dari tekad memberangus korupsi itu ialah ketika Presiden Hu Jintao (mulai berkuasa tahun 2003) berikrar menyediakan 100 peti mati untuk para koruptor dan 1 peti untuk dirinya sendiri, kalau ia juga terendus korupsi. Suatu pernyataan yang mengindikasikan simbol dari perwujudan hasrat seorang pemimpin bertanggung jawab.
Wacana pemberlakuan hukuman mati kepada para koruptor perlu mendapat angin baru. Kaum pengganyang uang negara sudah saatnya dijejali hukuman mati, karena selama ini hukuman bui enggan memberikan efek jera (deterrent effect) bagi mereka. Sebenarnya, dalam hukum positif Indonesia, hukuman mati genap terakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sayang, dalam realitasnya pemerintah belum beraniatau lebih tepatnya belum punya nyali, secara tegas menerapkannya, sehingga para koruptor masih bisa menghisap rokok sambil ongkang-ongkang kaki.
Penerapan hukuman mati bagi koruptor merupakan hal yang patut dilaksanakan. Sanksi tersebut bukanlah bersifat bengis atau kejam, karena korupsi tergolong crimes against humanity (kejahatan terhadap umat manusia), bukan lagi sekadar extraordinary crime (kejahatan luar biasa), dimana penikmatnya layak mengunyah balasan seberat-beratnya. Mengingat, bahwa korupsi rentan menetaskan dampak negatif yang tidak hanya membahayakan orang seorang, namun masyarakat secara keseluruhan.
Sudah semestinya hukuman perampasan ajal bagi koruptor mengantongi status primum remedium, di mana sanksi pidana dimanfaatkan selaku sarana utama dan pertama kali diancamkan dalam suatu ketentuan Undang-Undang, bukan lagi ultimum remedium, yang mempergunakan sanksi pidana manakala sanksi perdata maupun sanksi administratif sudah tidak berdaya.
Penerapan sanksi merupakan di antara jalan mengayuh tujuan masyarakat: the greates happiness of the greates number, dalam ungkapan Jeremy Bentham (1748-1832). Meminjam apa yang dilontarkan oleh pendiri utilitarisme individual tersebut, kejahatan menghilangkan kebahagiaan manusia dan penghukuman memastikan keamanan yang merupakan fondasi kebahagiaan. Walau tampak jahat, hanya dengan menerapkan sebuah sistem paksaan rasional, pemerintah dapat menyokong kebahagiaan para warga. Raibnya kebahagiaan (atau kebalikannya, terjadinya kebahagiaan) merupakan basis utama untuk menghukum para pelaku kejahatan. Semakin seorang pelaku kejahatan ‘mengganggu kebahagiaan’, semakin ‘besar tuntutan kebahagiaan untuk menjatuhkan hukuman’. (Richard Schoch, 2009)
Jogjakarta, 2012
*) Riza Multazam Luthfy, Menulis puisi, cerpen dan esai. Karya-karyanya bertebaran di beberapa media, seperti Kompas, Jawa Pos, Seputar Indonesia, Suara Pembaruan, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Riau Pos, Analisa, Waspada dan lain-lain. Ia adalah ahlul mahad Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang. Sedang melanjutkan studi di program Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta.
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2013/02/korupsi-dalam-lirik-puisi.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar