Minggu, 01 April 2012

Sastra Cyber Eksklusivitas Apa?

TS Pinang
http://www.facebook.com/ca.fes1

Membaca tulisan penyair Binhad Nurrohmat (BN), Sastra Cyber: Menulis Puisi di Udara (Republika Minggu, 22 Juli 2001), mengingatkan saya pada beberapa tulisan interogatif dan asertif, kadang iritatif, yang muncul menanggapi kehadiran sastra cyber di kehidupan sastra Indonesia kontemporer. Meskipun dalam tulisannya BN juga mengakui potensi medium cyber, kelihatannya BN memposisikan dirinya dalam kelompok yang sinis terhadap sastra cyber dan cuma mengulang asersi-asersi yang telah ditulis orang sebelumnya. Tulisan kecil ini akan mencoba menanggapi tulisan BN tersebut dengan melihat sastra cyber secara lebih positif dan, kalau bisa, tanpa paranoia.

Baiklah kita mulai saja dengan “terminologi mewah” (istilah BN) itu: sastra cyber (menurut kaidah pembentukan istilah Bahasa Indonesia mestinya ditulis “cyber”, bukan “saiber”). Penggunaan istilah sastra cyber sendiri sudahlah jelas dan gamblang menyatakan jenis medium yang dipakai: medium cyber, persis sama halnya dengan istilah sastra koran, sastra majalah, sastra buku, sastra fotokopian/stensilan, sastra radio, sastra dinding, dan sebagainya tinggal anda sebut saja. Jadi semua tulisan sastra yang dipublikasikan melalui medium cyber bolehlah disebut sastra cyber, termasuk ketika misalnya puisi BN dimuat di harian Republika kemudian bisa saya baca di koran tersebut dalam versi online (www.republika.co.id). Pertanyaan berikutnya yang sering mengekori penggunaan istilah sastra cyber adalah masalah estetika atau “nuansa estetika” yang menurut BN tidak seperti sastra koran dan sastra majalah yang “memiliki nuansa estetika yang esensial dan bisa diukur”. Tidak jelas juga nuansa estetika yang bagaimana yang dimaksud BN itu. Adakah sebenarnya sastra koran dan majalah memang mengusung gagasan sebuah nuansa estetika yang esensial dan bisa diukur, yang orisinal?

Berikutnya, saya cukup terganggu dengan istilah “eksklusif” yang dipakaikan kepada sastra cyber. Medium cyber dengan segala kelebihan dan kekurangannya dibandingkan media cetak memang inkonvensional, tetapi jelas tidak eksklusif. Mungkin yang dimaksud eksklusif oleh BN ialah “kendala” prasyarat teknis yang harus dipenuhi seseorang untuk bisa memasuki dunia cyber, yang sebenarnya tak sesulit atau semahal yang dibayangkan. Seseorang toh tak harus memiliki seperangkat komputer sendiri untuk mengakses internet. Namun, benarkah dunia cyber itu eksklusif dalam artian menutup pintu rapat-rapat bagi “orang luar” untuk masuk? Masuklah ke dunia cyber, jangan hanya mengintip, maka anda akan tahu betapa inklusifnya dunia cyber itu. Bandingkan saja dengan komunitas-komunitas sastra di “darat” atau “eksklusivitas” prestise sebuah halaman budaya di suatu koran misalnya. Egalitarian, kebebasan individu, demokrasi yang ditawarkan medium cyber serta kelapangannya dalam mengakomodasi segala jenis manusia dan ragam karya di dalamnya tanpa adanya pintu-pintu terkunci jelas tak bisa dikatakan eksklusif, justru sebaliknya.

Sebagai medium alternatif teknologi jejaring (internet) memang menawarkan banyak keunggulan dibandingkan media cetak. Namun juga perlu disadari bahwa ia juga mengandung kelemahannya sendiri. Karena kelemahannya yang inheren maka medium cyber pun suatu ketika pasti membutuhkan media alternatif, sebagaimana koran cetak merasa perlu hadir juga di dunia cyber. Jika di dunia cyber suatu teks puisi misalnya bisa direvisi setiap saat (bandingkan dengan typho(s) atau salah cetak yang permanen di media cetak koran atau buku) dan juga bisa ditanggapi langsung maupun setengah-langsung oleh pembacanya di seluruh dunia, maka untuk membaca puisi atau cerpen sambil duduk di kakus orang akan memerlukan buku, koran atau majalah, atau sebuah komputer mini seukuran telapak tangan.

Alternatif itu berarti pilihan, dan pilihan atas media suatu karya sastra sangat tergantung faktor yang melatarbelakanginya. Selama suatu karya sastra masih berupa teks biasa, maka media alternatif yang bisa dipakai selain internet tentulah media cetak. Ketika suatu karya berupa hiperteks, audio-visual, animasi teks dan semacamnya, maka medium alternatif yang bisa dipakai mungkin berupa disket atau CD-ROM. Bukankah ini juga terjadi di dunia cetak? Pertanyaan yang sama atas publikasi lintasmedia yang dilakukan oleh pegiat sastra cyber pun bisa diajukan kepada sastrawan koran/cetak yang menerbitkan karya-karya mereka di internet (Hamid Jabbar, Taufiq Ismail, Afrizal Malna, Ngarto Februana, untuk menyebut beberapa nama) atau justru kepada koran itu sendiri ketika mereka juga terbit secara online. Karena itu asersi BN atas penerbitan karya-karya puisi di internet ke dalam bentuk buku seolah sebagai ekspresi dari ketidakpercayaan diri para penggagas sastra cyber dengan mediumnya sendiri, atau seperti lebih seram lagi diungkapkan oleh Bersihar Lubis dalam artikelnya Rezim Sastra pun Cemas (GAMMA, 16-22 Mei 2001) sebagai “pengkhianatan”, hanya dapat mengundang senyum maklum saya sambil membayangkan ruang-ruang terisolasi yang dingin, eksklusif.

Semua sastrawan secara individual harusnya terus bergulat menggali potensi dirinya sendiri dengan media apapun yang dikuasainya. Isolasi ruang gerak sastrawan berdasarkan media yang digunakan tak akan membawa manfaat apa pun, justru kontraproduktif. Justru semestinya sastrawan bisa bergerak di segala media, baik cetak maupun elektronik. Apakah seorang penyair yang biasa menulis puisi di atas kertas wangi lantas akan turun mutu puisinya ketika ia menuliskannya di atas dinding toilet? Kalau seorang penyair hanya bisa mengungkapkan kegelisahan remaja mencari jati dirinya atau kecengengan romantis-emosional tentu bukan karena medianya melainkan karena baru sejauh itulah perjalanan puitik penyair tersebut. Sayang sekali BN tidak menunjuk karya-karya mana yang dimaksud sebagai “ekspresi dangkal tentang pemberontakan remaja dalam mencari jati diri” atau “hasrat cinta yang tak sampai” itu. Kalau BN lebih cermat melihat seluruh karya di Cybersastra.net, saya rasa ia tak akan gegabah menyamaratakan penilaian atas “kualitas” karya-karya tersebut. Berikutnya, penilaian-penilaian seperti ini hanya akan membawa kita ke perdebatan tentang apa sebenarnya puisi itu, atau siapa yang boleh atau tidak boleh disebut sebagai penyair, dan seterusnya.

Menggeneralisasikan kualitas karya di sastra cyber hanya dari satu-dua karya ditambah dengan presumsi apriori terhadap nama-nama penulisnya yang belum dikenal di dunia sastra sungguh tidak objektif dan semena-mena. Puisi tetaplah puisi, baik ia ditulis oleh seorang penyair “sufi” maupun seorang ateis pemabuk, seorang sarjana sastra maupun seorang juru masak. Di dunia cyber yang bukan penyair pun boleh ambil bagian. Sejauh ini belum ada satupun studi kritis atas karya-karya sastra di internet yang tak terhitung jumlahnya itu. Di situs Cybersastra sendiri sampai saat tulisan ini dibuat sudah ada 2.230 judul puisi (selalu bertambah setiap hari) yang telah dimuat. Apakah semua karya tersebut rendah kualitasnya? Pertanyaan tersebut bisa juga berbunyi: apakah semua karya yang dimuat di koran dengan seleksi ketat redaktur itu (dijamin) tinggi kualitasnya?

Tuduhan terhadap sastrawan cyber sebagai sastrawan “pelarian” yang gagal mempertaruhkan nasibnya di media cetak rasanya terlalu menghakimi dan sangat discouraging. Paling tidak, sastrawan cyber menulis secara mandiri dengan konsep “estetika” masing-masing tanpa harus takut pada gunting tajam sosok redaktur. Apakah seorang Hamid Jabbar atau Afrizal Malna juga “melarikan diri” ketika mereka membangun situs pribadi mereka di internet jauh sebelum adanya situs Cybersastra.net? Dunia cyber memiliki psikologinya sendiri, demikian juga dengan sastrawan cyber.

Sungguh kasihan sastrawan yang menyerahkan nasibnya kepada (redaktur) media cetak, seolah-olah hidup-matinya tergantung kepadanya dan karenanya harus “melayani” selera redaktur agar karyanya bisa dimuat. Mungkin sosok almarhum Romo Mangun perlu dilihat kembali. Sastrawan besar ini menolak disebut pengarang “profesional” dan lebih suka disebut pengarang “amatir” karena beliau menulis karena memang mencintai pekerjaan itu, bukan demi uang sebagaimana seorang profesional bekerja. Sastrawan cyber adalah sastrawan “amatir” dalam pengertian “pecinta” itu. Seseorang yang memuat karyanya di internet jelas melakukan hal itu bukan untuk mengharapkan honorarium sebagaimana ketika seorang sastrawan “profesional” mengirimkan karyanya untuk dimuat di koran atau majalah.

Dunia cyber memang bebas. Sebagai konsekuensinya, terhadapnya tak bisa dipakaikan satu acuan nilai saja. Sebagai dunia dengan ragam nilai, ragam kriteria, ragam standar, ia tak bisa semata dilihat dengan satu kacamata saja. Pembaca cyber yang sudah merasakan dan memahami psikologi dunia maya umumnya terbiasa dengan cara pandang multifaset seperti itu dan karenanya mereka cukup kritis memilih apa yang ingin mereka baca atau mereka lewati. Mungkin kini saatnya sastrawan dan, terutama, kritikus sastra kita membiasakan diri untuk menyediakan lebih dari satu kacamata, agar tidak mudah silap dalam membaca hal-hal.

Dijumput dari: http://www.facebook.com/notes/catatan-fesbuk/ts-pinang-sastra-cyber-eksklusivitas-apa/396169523745252

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati