Sabtu, 24 Maret 2012

Tamsil Puitik Gamelan

Bandung Mawardi *
http://www.solopos.com/

Politik Indonesia sedang kisruh, sirna etika politik dan pudar sensibilitas kultural. Para politisi mirip tukang omong, saling sindir, mengecam dan mengejek. Elite membuat alibi atas dosa politik, sesama pengurus partai politik saling menebar fitnah dan hujatan, para manusia parlemen juga membuat proteksi politis agar selamat dalam sangkaan pelanggaran etika. Kondisi ini merisaukan, membuat kita alpa sejarah politik dalam bingkai selebrasi seni tradisional.

Kita bisa mengingat seruan Soetomo, tokoh nasionalis penggerak Boedi Oetomo, melalui esai mungil Kewajiban dan Gamelan. Soetomo menjadikan permainan gamelan oleh para penabuh sebagai tamsil kesanggupan bekerja saja mengolah harmoni musik, melantunkan spirit kultural dan mengikat etos kolektivitas. Kemahiran dan kepekaan kolektif membuat permainan gamelan merasuk ke nurani. Kekacauan, salah mengerti dan egoisme masing-masing penabuh gamelan bakal membuat lantunan menjadi sumbang (blero).

Semua memerlukan kesesuaian, srawung, kepekaan, ikhlas dan harmoni. Gamelan adalah tamsil puitik pada awal abad XX saat kita merayakan nasionalisme, mengikhtiari bakti demi Tanah Air. Sejak itulah arus politik lekat dengan jagat seni dan naluri kultural (Jawa).

Jejak-jejak itu punah, tergantikan oleh manajemen politik modern. Para elite, pejabat atau politisi menganggap misi politik mereka sejenis pekerjaan. Nalar ini menuntut ada gaji, penghasilan, popularitas. Pengabdian terabaikan oleh logika pragmatis, integritas surut oleh ambisi modal dan kekuasaan. Seruan Soetomo mungkin klise untuk politik mutakhir, politik dengan gelimang adu kepentingan, perebutan uang rakyat (korupsi) dan pamer kekuasaan. Tamsil gamelan digantikan oleh pundi-pundi uang, agenda pelesir, rumah atau mobil. Harmoni dalam politik sirna, komposisi hidup dengan irama kolektivitas hancur oleh egoisme politik dan ekonomi.

Ki Hadjar Dewantara dalam kitab Sari Swara (1930) malah pernah mengimplementasikan signifikansi gamelan dalam kurikulum pendidikan di Taman Siswa. Gamelan bisa membentuk karakter, jiwa Jawa dan kesadaran atas gerak zaman. Pilihan mengajarkan gamelan di sekolah saat itu sejenis ejekan untuk dominasi nalar pendidikan kolonial (Barat). Kemunculan kaum terpelajar dan elite modern hasil dari sekolah modern kerap alpa dengan akar kultural. Ki Hadjar Dewantara ingin melawan corak pendidikan koruptif atas karakter lokal, biografi kultural dan kearifan lokal.

Ajaran itu pelan-pelan hilang di sekolah-sekolah kita. Sekolah adalah ajang bisnis, menepikan agenda karakter, menghilangkan seni-seni lokal (tradisional). Kondisi ini mengandaikan tentang relasi gamelan, pendidikan (sekolah) dan politik. Kejujuran, harmoni, eling, kesantunan, kearifan memudar seiring pelupaan tamsil puitik gamelan dalam jagat pendidikan dan politik di Indonesia. Kita bisa memetik renungan Ki Hadjar Dewantara (1936): gendhing (komposisi gamelan) memiliki peran untuk membangkitkan kehidupan batin karena menuntun rasa kita terhadap rasa kewiramaan, rasa keindahan, rasa kesusilaan.

Semuan hikmah itu tergerus oleh modernisasi dan globalisasi. Gerak zaman juga turut mengubah nasib gamelan dalam kosmologi Jawa di keraton. Peran gamelan dalam ritus tradisional pada masa kerajaan lekas berubah, memanggul peran kompleks dalam turisme, lomba, hiburan, iklan komersial atau kampanye politik. Estetika, simbolisme dan makna gamelan berubah bersama perubahan situasi politik Indonesia. Orde Lama dan Orde Baru pun enteng mengabaikan signifikansi spiritual dan kultural dalam gamelan. Politisasi gamelan justru jadi pola pembentukan masyarakat pasif dan patuh.

Perubahan Ironis

Pola-pola perubahan itu memungkinkan perubahan ironis terkait dengan nasib para penabuh, resepsi gamelan di masyarakat dan selebrasi kosmologi Jawa. Politik menentukan nasib gamelan kisaran 1950-an sampai 1970-an (Waridi, Gagasan dan Kekaryaan: Tiga Empu Karawitan, 2008: 435-436). Politik adalah perang modal, adu kata dan produksi ilusi-ilusi mengenaskan. Sensibilitas seni dan kultural terkalahkan oleh doktrin-doktrin dan prosedur politik modern. Nalar dan imajinasi para elite jadi hampa oleh semaian nilai-nilai keluhuran. Masyarakat juga kehilangan ritme dan harmoni melakoni hidup dalam imperatif-imperatif politik eksploitatif.

Kita jadi ingat dengan satire politik John Pamberton dalam Subject on Jawa (1987) bahwa fungsi gamelan di masyarakat bukan untuk ”didengarkan” dan diresapi tapi untuk ”menciptakan” masyarakat pasif dan terkendali. Tafsiran ini kentara meletakkan gamelan dalam konteks kekuasaan Orde Baru. Gamelan adalah simbol politik untuk menghapuskan atau menundukkan potensi oposisi dan resistensi terhadap rezim.

Sejarah ironi itu patut jadi refleksi bagi kita untuk menggerakkan politik dalam spirit kultural dan pergumulan estetika. Ikhtiar ini menghendaki ada kesadaran adab dan keluhuran dalam lakon politik. Gamelan dalam politik adalah ”gamelan jiwa” untuk pemartabatan Indonesia. Gamelan mengandung kompleksitas nilai dan menempuhi arus sejarah panjang dalam peradaban di Indonesia.

Refleksi gamelan adalah refleksi diri kita dalam pergumulan spiritualitas, estetika, politik, sosial, ekonomi dan kultural selama sekian abad. Kuntowijoyo (1985) menilai gamelan tak sekadar urusan melodi, harmoni dan dinamik. Keharmonisan dan keteraturan dalam gamelan merupakan representasi dari perjalanan suci menuju Tuhan. Kita mengingat gamelan, kita menjalani hidup dalam taburan nilai-nilai keluhuran dan kemuliaan. Dambaan ini memang surut saat politik kita abai hikmah sejarah, abai tamsil puitik gamelan.

*) Bandung Mawardi, Pengelola Jagat Abjad Solo /28/1/2012

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati