F. Dewi Ria Utari
http://majalah.tempointeraktif.com/
Sebuah menara bernama Eiffel. Seorang gadis manja. Seorang pria remaja yang jatuh cinta. Siapa yang tak ingin menjelma menjadi mereka? Rahma Arunita membuat para remaja (perempuan) bersedekap dengan novel Eiffel, I’m in Love dengan rumusan yang sebetulnya sudah lama kita kenal: remaja perempuan yang dirundung cinta, lantas datang seorang lelaki yang semula tampak menyebalkan. Konflik kecil-kecilan yang akan berakhir dengan ciuman (atau paling tidak pelukan atau tiga kata penting itu). Pada tahun 2004 dan 2005, ada satu label baru yang ditempel pada novel semacam ini: chicklit atau teenlit.
Inilah sebuah istilah baru yang diciptakan oleh perindustrian buku. Ini bukan sebuah genre dan bukan sebuah aliran yang diciptakan para kritikus serius yang rewel dengan peraturan dan dogma.
Tentu saja mereka mempunyai ciri khas. Di “tingkat yang lebih senior—usia 20 tahunan—tokoh-tokoh chicklit lazimnya lajang, cantik (dengan kemahiran memoles make-up tingkat tinggi), mandiri, karier mulus, memiliki meeting point di coffee shop, sambil menenteng tas Hermes atau Prada. Di sana mereka ber-chit-chat tentang discount terbaru dari Mango, parfum baru dari FCUK, gosip teranyar artis anu, dan diakhiri dengan kisah sahabat yang telah menemukan lelaki idaman. Lelaki? Ya, lelaki. Salah satu obyek klasik representasi sebuah konsep bernama cinta.
Dunia semacam itu tengah menjadi isu seksi bagi para penulis (perempuan) untuk dibuat menjadi chicklit—produk baru bacaan masa kini. Baru? Tidak juga. Chicklit muncul pada pertengahan 1990-an lewat kehadiran Bridget Jones’s Diary karya Helen Fielding, The Girl’s Guide to Hunting and Fishing karya Melissa Banks, serta The Nanny Diaries karya Emma McLaughlin dan Nicola Krause. Menurut situs kamus Wikipedia, chicklit merupakan sebuah istilah yang sebenarnya belum ditetapkan, yang digunakan untuk mengidentifikasi fiksi populer yang ditulis dan dipasarkan untuk perempuan muda, khususnya perempuan lajang usia 20-an dan bekerja di dunia perkantoran.
Novel chicklit biasa berkisah tentang kehidupan perempuan kesepian dengan setting urban, dengan gaya hidup yang terkini, terbaru, keren, dan sedikit nakal. Mereka biasanya digambarkan tengah mencari identitas dan tengah mencari pendamping yang sempurna. Seksualitas kerap dimunculkan bahkan bisa menjadi tema primer yang ditampilkan secara advonturir. Hal ini bisa kita lihat di buku In Her Shoes karya Jennifer Weiner.
Istilah chicklit muncul dari sebutan slang untuk perempuan muda, chick—ayam betina. Namun juga dikaitkan dengan referensi derivatif untuk Chicklet, sebuah merek permen karet, dengan implikasi bahwa buku ini ringan seperti mengunyah permen karet.
Karakter ringan inilah yang dinilai menjadi salah satu faktor mengapa chicklit begitu laris. “Buku ini masuk kategori easy reading. Orang tidak harus berkerut membacanya, tidak perlu mengalokasikan waktu khusus, karena bisa dibaca kapan saja. Sedangkan bacaan lain seperti sastra memerlukan waktu khusus,” ujar Aquarini Priyatna Prabasmoro, pengajar studi kajian wanita di Universitas Indonesia.
Daya tarik lainnya tentunya dari sisi tema. Banyak pandangan menilai, chicklit berhasil secara terbuka merepresentasikan masalah perempuan saat ini, terutama seputar dunia lajang. Para tokoh perempuan di dalamnya digambarkan memiliki masalah manusiawi, dari berat badan, penampilan, gaya hidup, obsesi terhadap mode, hingga patokan ideal lelaki idaman. Dalam chicklit, perempuan menemukan keberanian menyatakan kegelisahan hidupnya tanpa harus takut pada stempel—entah korban mode, hedonis, alih-alih takluk pada patriarki. Yang penting bahagia dengan hidupnya.
Tak mengherankan bila beberapa penerbit memasang “keberanian” perempuan ini sebagai susuk pemikat. Gramedia Pustaka Utama mencetak logo Chicklit, Being Single and Happy di atas gambar sepasang kaki perempuan yang tampak duduk menyilangkan kaki, mengenakan rok mini, bersepatu tumit tinggi warna pink dan memegang buku. Alberthiene Endah, penulis Cewek Matre, khusus memasang logo seorang perempuan duduk di sofa sambil membaca buku dengan tulisan Lajang Kota. Alberthiene memang khusus berniat menerbitkan tulisan-tulisan chicklit-nya di bawah label Seri Lajang Kota.
Tak semua penulis chicklit sepaham dengan bendera lajang. Icha Rahmanti, penulis buku laris Cintapuccino, lebih nyaman dengan definisi bahwa chicklit merupakan teman bagi pembaca untuk membagi pengalaman dan pemikiran. “Mau single atau tidak, yang penting jujur sama diri sendiri dan bahagia dengan pilihan hidupnya,” ujar Icha, yang tengah mempersiapkan pembuatan film Cintapuccino di bawah bendera SinemArt.
Apakah chicklit fenomena baru feminisme? Aquarini cenderung melihatnya sebagai sebuah tren menulis yang menggerakkan perempuan menulis sesuai dengan keinginan mereka. “Sebenarnya sudah dimulai sejak Ayu Utami, namun chicklit berbeda karena hasilnya lebih romance. Buku-buku ini lebih memberi perempuan ruang untuk menulis dunia yang spesifik tentang mereka,” ujar penulis buku Becoming White, Representasi Ras Kelas, Femininitas dan Globalitas dalam Iklan Sabun ini. Justru dari Bridget Jones’ Diary, Aquarini melihatnya sebagai kembalinya ideologi patriarki ketika Bridget merasa tak nyaman dengan bentuk tubuhnya dan mendapatkan tekanan dalam memilih pasangan.
Apa pun bentuk ideologinya, chicklit memang tengah dominan di berbagai toko buku. Produk luar negeri dan dalam negeri mulai bersaing. Penerbit Gramedia yang menguasai pasar chicklit terjemahan Barat harus berbagi ruang dengan chicklit karya penulis Indonesia. Hasilnya cukup menggembirakan (lihat Dari Toko Buku hingga Layar Kaca—Red). Meski kuantitasnya tak sebanyak karya asing, chicklit karya penulis Indonesia mulai laris. Jomblo (Aditya Mulya) sebelas kali cetak ulang, Jendela-Jendela (Fira Basuki) sembilan kali cetak ulang, disusul Cintapuccino delapan kali cetak ulang, dan Nothing But Love lima kali dicetak.
Tema chicklit karya penulis Indonesia dan Barat juga memiliki perbedaan. Umumnya karakter perempuan chicklit Barat memiliki masalah yang lebih kompleks dan melibatkan pendekatan psikologis dengan penuturan yang satir. Contohnya karakter Cannie Shapiro dalam Good in Bed (Jennifer Weiner). Cannie, seorang wartawan, mesti menghadapi tulisan kolom mantan pacarnya yang menyerang dirinya, sementara ia dalam kondisi hamil. Tokoh perempuan chicklit Indonesia tak terlalu mengalami kekejaman dunia semacam itu. Penulis Indonesia umumnya memilih tema tentang tuntutan gaya hidup (Cewek Matre, Alberthiene Endah) dan kebimbangan menentukan lelaki pilihan (Cintapuccino, Icha Rahmanti). Soal seks merupakan tema yang tidak digambarkan dengan gamblang seperti halnya penulis chicklit Barat.
Inilah bukti nyata telah terciptanya pasar baru—pembaca cerita chicklit dan teenlit. Tunggu dulu, teenlit? Ya, ini produk turunan yang hanya terjadi di negeri kita. Kisah roman remaja kita memunculkan karakter berbeda yang tak bisa dikategorikan dalam chicklit. Isinya, cinta-cintaan pelajar SMP dan SMA dengan bahasa gaul abis. Ucapan, tuturan, hingga celetukan yang biasanya muncul secara verbal dan melalui sms atau chatting, dimunculkan ke dalam tulisan.
Kemunculan para penulis muda seperti Laire Siwi Mentari, Gisantia Bestari, dan Dyan Nuranindya ini sebenarnya juga pernah dialami penulis semasa Hilman, Gola Gong, Bubin Lantang, dan Zara Zettira pada 1980-an. Mereka juga memulai menulis di usia belasan dan temanya cinta masa remaja. Hal ini membuktikan bagaimana tren memiliki siklus, setiap masa memiliki tokohnya.
Mengikuti kelaziman dunia kapitalis, sukses ini memunculkan produk turun-an. Di Barat, kita mengingat munculnya film Princess Diary yang diangkat Walt Disney dari karya Meg Cabot dan Bridget Jones’ Diary yang laris berkat permainan akting Renee Zelwegger. Di Indonesia, tampil film Eiffel I’m in Love dari teenlit karya Rachmania Arunita. Sebentar lagi akan menyusul film Tentang Dia karya Rudi Soedjarwo, yang diangkat dari cerita yang ditulis Melly Goeslaw, pembuatan film Cintapuccino dan Sepatu Hak Tinggi dari karya Maria Adelia. Uniknya, penulis Indonesia juga menulis chicklit yang diangkat dari film dan sinetron yang diterbitkan GagasMedia.
Karena chicklit dan teenlit tengah menjadi tren dan para tokoh perbukuan menganggap inilah yang tengah diinginkan pembaca, penerbit berlomba-lomba memenuhi permintaan. Penerbit Gra-media mengadakan lomba penulisan teenlit, sementara GagasMedia menyelipkan pembatas buku bertuliskan Wanted: Young Funky Writers. Jika ini sebuah “jembatan” bagi para remaja Indonesia untuk menuju pada dunia tekstual yang jauh lebih kaya dan imajinatif bernama “sastra”, kenapa tidak?
31 Januari 2005
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar