Maman S Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/
Achdiat Karta Mihardja (AKM), lahir di Cibatu, Garut, 6 Maret 1911 dan meninggal di Canberra, Australia, 8 Juli 2010. Ia pergi meninggalkan kita, tetapi karyanya tetap hidup sebagai monumen bagi perjalanan kesusastraan Indonesia. Pada tahun 2005, ia menerbitkan novel Manifesto Khalifatullah (MK). Dengan begitu, AKM satu-satunya sastrawan di dunia yang masih berkarya dalam usia lebih 94 tahun. Dalam sastra dunia, Sophocles (496—406 sebelum Masehi, dramawan Yunani klasik) menerbitkan karyanya lima tahun setelah kematiannya, dan George Bernard Shaw (1856—1950, dramawan Inggris) menerbitkan karya terakhirnya dalam usia 93 tahun.
Secara tematik, MK mengingatkan kita pada gagasan Mohammad Iqbal dalam magnum opus-nya: Javid Namah. Namun, kita kehilangan tokoh Hasan yang peragu (Atheis) atau tokoh Rivai dalam Debu Cinta Bertebaran (DCB) yang diterjang godaan cinta. Dalam MK, sikapnya lebih tegas dan lugas. Itulah estetika yang diusung AKM. Itulah representasi perkembangan pemikirannya. Melihat tarikh penerbitan ketiga novel itu (1949, 1973, 2005), kita dapat menempatkannya dalam tiga fase perkembangan pemikiran AKM, yaitu Atheis (fase pertama), DCB (fase kedua), dan MK (fase ketiga). Dari sana, dapat pula terungkap pandangannya dalam menyikapi problem bangsa ini.
***
Sebagai orang yang lahir dan dibesarkan dalam keluarga Islam tradisional yang taat, AKM berhadapan dengan kebudayaan Barat melalui pendidikan Belanda. Ia menyerap suasana religius kehidupan pesantren dan menerima kebudayaan Barat lewat bahasa sumbernya. Jadi, ke belakang, ia tak dapat lepas dari dogma agama, ke depan terbentang harapan tentang manusia Indonesia yang tak dapat menghindar pengaruh Barat.
Tarik-menarik antara masa lalu yang religius—dogmatis dan masa depan yang profan—liberal lalu dianggap sebagai pergulatan Timur—Barat. Puncaknya terjadi zaman Pujangga Baru. Itulah Polemik Kebudayaan, meski AKM tak terlibat langsung. Sambil menyitir gagasan Sutan Sjahrir (Pengantar Polemik Kebudayaan, 1948) sikap AKM tegas: “… kini tak usah pilih-pilih antara Timur (yang feodalistik) dan Barat (yang kapitalistik), sebab kedua-duanya akan silam dan sekarang ini sedang tenggelam ke masa silam.” AKM diterjang kegelisahan. Ia harus bersikap. Atheis (1949) itulah saluran kegelisahannya.
Atheis laksana potret zaman ketika bangsa ini berada dalam masa transisi. Tokoh-tokohnya representasi berbagai golongan masyarakat dalam menyikapi problem Timur—Barat yang belum selesai diperdebatan Polemik Kebudayaan. AKM menolak feodalisme (kebudayaan Timur yang lapuk) dan menerima modernisme dengan catatan kritis. Sikap ini berbeda dengan Sutan Takdir Alisjahbana yang tegas menerima dan berorientasi ke Barat. Ada tiga hal yang menurut AKM perlu diselidiki: (1) pengaruh Barat, (2) kultur sendiri, (3) dogma agama. Bagaimanakah gagasan itu diselusupkan ke dalam Atheis.
Dengan kesadaran ideologinya, tokoh Rusli berhasil memanfaatkan pengaruh Barat untuk kepentingan perjuangan politik. Ia ateistik, tetapi menolak kapitalisme. Jadi, Rusli mewakili kelompok masyarakat yang menentukan pilihan atas dasar kesadaran. Rusli terpelajar, propagandis, dan konsekuen. Gambaran itu berbeda dengan tokoh Anwar yang anarkis, individualis, dan tak konsekuen. Anwar dicitrakan sebagai sok kebarat-baratan.
Mengapa kedua tokoh itu dibiarkan tetap hidup, tidak seperti diri Hasan –yang TBC, ditangkap Kempetai, dan mati—dan ayahnya, Raden Wiradikarta –yang kecewa atas perubahan sikap Hasan? Itulah bentuk “penghukuman” pada Hasan yang pembeo, peragu, dan taklid. Raden Wiradikarta juga mati sebagai korban keragu-raguan Hasan.
AKM menyoroti persoalan tahayul, dogma agama, dan kisah neraka yang menempatkan agama jadi menakutkan. Itulah yang terjadi di sebagian besar masyarakat Indonesia. Beribadat bukan lantaran kesadaran keimanan, melainkan karena ketakutan masuk neraka atau agar kelak bisa masuk surga. Tampak di sana, AKM menyikapi problem kemasyarakatan masa itu. Bukankah tahayul dan pengajaran agama yang kerap dihiasai kisah surga dan neraka sampai kini masih banyak kita jumpai.
***
Dalam DCB, AKM mengangkat konsep cinta yang sering dimaknai keliru. Jika perkara teisme—ateisme menyangkut keyakinan manusia tentang Tuhan, maka persoalan cinta menyangkut hubungan dua –atau lebih—manusia yang berbeda jenis atau sejenis. Dengan latar waktu tahun 1960-an sampai awal Orde Baru dan latar tempat Australia, AKM leluasa memasukkan pandangannya. Melalui tokoh Rivai, wartawan, pemikiran dan gagasannya lebih bebas dibandingkan penggunaan pencerita “Aku” seperti dalam Atheis.
Persoalan cinta tidaklah sederhana. Cinta Rivai pada istrinya, Fatimah, yang gila, berubah menjadi belas kasihan. Cinta Frieda pada suaminya, Ulf yang didera penyakit, memaksanya agar dilakukan euthanasia atau mercy killing –melepaskan derita pasien dengan menyegerakan kematiannya. Pasangan kumpul kebo Janet dan Peter Thomas lain lagi. Keduanya menghargai kebebasan individu, tak perlu ikatan perkawinan, dan bebas berhubungan seks dengan siapa pun. Sedangkan bagi Judy dan Hermanus, cinta berkaitan dengan kehadiran dan hubungan badani. Cinta dimaknai dari berbagai sudut kepentingan. Tidak ada sekat suku bangsa, agama, usia. Rivai akhirnya jatuh cinta kepada Deanne Jorgensen, dan pada saat tertentu, kalah oleh hasrat seksnya pada Janet atau Frieda.
AKM hendak menekankan ekses seks bebas. Banyak tokoh dalam novel ini cenderung memilih seks bebas. Tokoh Dr. Ingrid Fry, misalnya, tidak mementingkan makna kegadisan dan perlu memahami seks pranikah (sex premarital), seks di luar nikah (sex extramarital). Janet dan Peter Thomas, bisa seenaknya gonta-ganti pasangan, atau Christine yang akhirnya bunuh diri. Dalam konteks ini, AKM memotret fenomena sosial yang terjadi di Australia –yang juga banyak dilakukan orang-orang Indonesia di sana. Ia hendak mengingatkan bahaya kebebasan seks.
***
Dalam novel MK, AKM menegaskan sikap keseluruhan perjalanan hidupnya. Di bagian akhir Prolog, dikatakan, “… setelah banyak merenung … khayal kreatif saya berhasillah menciptakan sebuah kispan …” Pola yang mengingatkan pada tokoh “saya” yang menerima naskah otobiografi tokoh Hasan (Atheis) dan tokoh Rivai yang berniat menulis novel (DCB). Batas tipis antara fakta dan fiksi seperti sengaja dihadirkan di sana.
Berawal pada penentangan tokoh saya atas ideologi kapitalisme dan sekularisme. Ia bertemu pengusaha Amerika yang menganggap Tuhan tidaklah penting. Tokoh saya lalu jumpa Rosy Brisley yang menganggap: “Manusia ciptaan alam, … tidak ada yang Maha Pencipta, kecuali alam sendiri….” Dari sana cerita mulai menyinggung kapitalisme dan sekularisme. Tokoh-tokoh dunia pun bermunculan, mulai dari pemikir Indonesia, seperti STA, Chairil Anwar, Sjahrir, Bung Karno sampai ke Nietzshe, Goethe, Siddharta, Pastor Calvinus, ekonom Adam Smith, Karl Marx, Friedrich Engels, dan Lenin. Muaranya: tokoh Abah Arifin, Manusia Biasa Saja. Tokoh inilah yang memproklamasikan manifestonya.
Kunjungan ekonom Adam Smith, Karl Marx, Engels, dan Lenin ke tempat Abah menciptakan dialog. Mereka kemudian dibekali amplop berisi cerita yang secara simbolik menunjukkan pentingnya kapitalisme dan komunisme diisi spiritualitas agama. “… agama dan ilmu pengetahuan harus bersatu berbimbingan tangan. Jika tidak, agama maupun ilmu pengetahuan bisa acak-acakan. … Agama kehilangan akal sehatnya, ketinggalan zaman, bahkan antikemajuan. Sebaliknya, ilmu pengetahuan tanpa iman kepada Yang Maha Esa lebih acak-acakan lagi…” (hlm. 144). Ujar Einstein: “science without religion is blind; religion without science is lame.” (Ilmu tanpa agama, buta; agama tanpa ilmu, pincang).
Kehadiran Pastor Calvinus dan Manifesto Khalifatullah tokoh Manusia Biasa Saja, Abah Arifin, menegaskan kembali pentingnya makna kerja. Slogan Ora et Labora (berdoalah dan bekerjalah) menunjukkan pentingnya kesadaran akan tugas dan kewajiban manusia di muka bumi, yaitu menjaga keseimbangan urusan dunia dan akhirat. Keduanya penting, saling melengkapi. Yang satu baru bermakna jika yang lainnya tidak diabaikan.
Demikianlah, sebagai novel gagasan, MK menegaskan keseluruhan sikap hidup AKM dalam memandang Indonesia dan hubungannya dengan berbagai ideologi dunia. Ia memberi begitu banyak “PR” kepada generasi bangsa ini, bahwa tantangan global tidak dapat dianggap enteng. Itu berkaitan dengan usaha berbagai pihak menyelusupkan ideloginya agar bangsa ini masuk ke dalam barisannya.
(Maman S Mahayana, Pengajar FIB-UI, kini menjadi dosen tamu di Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea)
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar