Budi Hutasuhut*
Radar Lampung, 28 Juli 2010
KONSEP negara menjadi hagemoni baru di Lampung. Di tangan para ’’intelektual penjilat’’, konsep ini makin kuat daya cengkram cakarnya. Maka, masyarakat yang kaya akan nilai budaya –yang diwarisi dari ratusan marga dan masing-masing memiliki penyimbang atau saibatin– tanpa sadar dimiskinkan dengan hanya mengakui satu penyimbang atau satu saibatin.
***
DENGAN suka cita, masyarakat adat Lampung menyaksikan Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) memberi gelar adat Kanjeng Yang Tuan Suntan Mangkunegara Junjungan Pemangku Sai Bumi Ruwa Jurai kepada Gubernur Lampung Sjachroeddin Z.P. dan Pun Yang Tuan Suntan Pengetahuan Pemangku Sai Bumi Ruwa Jurai kepada Ketua DPRD Marwan Cik Asan. Mereka tertawa, tersenyum, dan berbahagia, meski dimiskinkan secara budaya.
Posisi penyimbang atau saibatin dalam masyarakat marga di Lampung tak ada kaitannya dengan konsep negara. Seseorang menjadi penyimbang atau saibatin karena garis darah patriarkhi, yang didapat secara turun-temurun. Bukan pemberian, apalagi dikait-kaitkan status sosial dan kedudukan dalam sistem pemerintahan negara.
Sebab itu, pemberian gelar adat kepada gubernur dan ketua DPRD Lampung adalah kemunduran dalam tradisi budaya Lampung. Tak ada kearifan tradisional pada fenomena ini. Terlebih, dilihat sebagai peristiwa politik yang digadang-gadang segelintir elite karena ingin memperjuangkan kepentingan personalnya.
Pemberian gelar adat karena berorientasi kepada jabatan pernah berlangsung sangat fenomenal di lingkungan masyarakat adat Lampung di zaman kolonialisme Belanda. Ketika pemerintah Hindia Belanda ingin menancapkan kuku-kuku kekuasaan penjajahannya di lingkungan masyarakat adat Lampung pasca jatuhnya Kesultanan Banten, Belanda mesti berhadapan dengan perlawan-perlawanan sengit dari para penyimbang atau saibatin masyarakat adat yang salah satunya digelorakan Radin Intan.
Meski Radin Intan hanya seorang radin, bukanlah saibatin posisi tertinggi dalam kultur kesaibatinan masyarakat adat Lampung pesisir Selatan. Tapi, ia mampu memberikan perlawanan yang merepotkan Belanda. Keradinan yang melekat dalam dirinya adalah nilai seorang saibatin yang selalu memikirkan nasib dan masa depan dari masyarakat marganya, yang melihat betapa Belanda akan membawa mudarat bagi kehidupan seluruh lapisan masyarakat marga.
Karena Radin Intan hanyalah saibatin bagi masyarakat marganya, sedangkan Lampung terdiri atas ratusan masyarakat marga, gelora perlawanan terhadap Belanda yang diembuskannya hanya mampu memengaruhi masyarakat marga di mana Radin Intan menempati posisi sebagai radin. Belanda memahami konsep kesaibatinan ini, lalu memengaruhi masyarakat marga lain dan mengadu-domba.
Untuk memuluskan politik adu-dombanya, Belanda mengangkat tokoh-tokoh adat dari lingkungan masyarakat marga lainnya sebagai pesirah dalam sistem pemerintahan baru bentukan Belanda. Setiap pesirah yang ditunjuk, diberi gaji bulanan dan bekerja untuk Pemerintah Belanda dengan tugas-tugas mulia menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Kita tahu, Radin Intan kemudian menjadi musuh bersama. Saibatin masyarakat marga pesisir itu diposisikan sebagai pemberontak, diberi cap sebagai perompak. Lalu, sebagian besar masyarakat marga yang telah diberi kedudukan, posisi, dan kenyamanan jabatan oleh Belanda, beramai-ramai memusuhi Radin Intan sampai kemudian pejuang nasional itu tertangkap.
***
APA yang dilakukan Belanda di zaman kolonialisme, kini dicontoh MPAL. MPAL adalah organisasi non-pemerintah, tetapi organisasi yang dibentuk setelah gubernur Lampung dijabat Sjachroeddin Z.P. ini belakangan seolah-olah menjadi instansi/badan vertikal yang mengurusi masalah kebudayaan dalam sistem birokrasi Pemda Lampung –melampaui wewenang yang sudah inklud di tubuh dinas pariwisata dan kebudayaan serta dinas pendidikan. Organisasi ini dimodali dana APBD. Tapi, dana-dana itu tak sampai ke daerah, organisasi MPAL yang ada di kabupaten/kota.
Karena dimodali dana APBD meskipun tak pernah transparan bagaimana lembaga ini mengelola dana-dana rakyat itu, MPAL banyak melakukan kegiatan yang mengarahkan dirinya sebagai penjaga kebudayaan Lampung. Cuma, MPAL yang diisi para tokoh budaya dan sebagian besar berlatar belakang pejabat atau pegawai negeri sipil, tidak bekerja sebagai intelektual budaya. Mereka bekerja layaknya PNS, yang sangat ditentukan oleh hirarki kepangkatan sehingga ruang lingkup kerjanya banyak mencaplok hal-hal yang seharusnya menjadi beban kerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lampung atau Dinas Pendidikan Lampung.
Kondisinya semakin parah ketika sebagai tokoh adat, tingkat pemahaman dan pengetahuan setiap anggota MPAL tentang nilai-nilai budaya masing-masing sangat kuat dipengaruhi oleh pengalaman mereka selama menjadi pejabat di pemerintahan. Artinya, konsep kebudayaan Lampung bagi mereka adalah konsep kebudayaan yang mengakar dari Bhinneka Tunggal Ika. Budaya Lampung dipahami hanya sebagai budaya Lampung sembari mengabaikan bahwa budaya Lampung merupakan representasi dari nilai-nilai yang diwariskan ratusan masyarakat marga Lampung.
Tapi, karena persepsi dan pemahaman penggerak MPAL bahwa kebudayaan identik dengan pemegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana di zaman Orde Baru konsep kebudayaan identik dengan Presiden Suharto yang berasal dari lingkungan kebudayan Jawa, maka kebudayaan Lampung identik dengan kebudayaan yang melahirkan Gubernur Lampung Sjachroeddin ZP.
Sebab itu, konsep kebudayaan Lampung yang diperkenalkan oleh MPAL dan didukung oleh intelektual kebudayaan dari Universitas Lampung, adalah kebudayaan yang memosisikan Sjachroeddin Z.P. sebagai penyimbang marga. Sementara posisi penyimbang atau saibatin ratusan marga lainnya berada di bawah bayang-bayang masyarakat marga yang melahirkan sosok Sjachroeddin Z.P.
Pada tataran inilah perlu dipertanyakan di mana posisi saibatin marga Paksi Pak Skala Brak, masyarakat marga yang diyakini sebagai leluhur budaya seluruh masyarakat adat Lampung? Sebab itu, bisa dibilang kebudayaan Lampung adalah kebudayaan politis. Kebudayaan yang perkembangannya, pemahamannya, dan pemikirannya, selalu mundur ke belakang.
* Budi Hutasuhut, Peneliti Budaya Lampung untuk Yayasan Sekolah Kebudayaan Lampung
Dijumput dari: http://ulunlampung.blogspot.com/2010/07/kolonialisme-baru-dalam-kebudayaan.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar