Minggu, 06 Februari 2011

Kolonialisme Baru dalam Kebudayaan

Budi Hutasuhut*
Radar Lampung, 28 Juli 2010

KONSEP negara menjadi hagemoni baru di Lampung. Di tangan para ’’intelektual penjilat’’, konsep ini makin kuat daya cengkram cakarnya. Maka, masyarakat yang kaya akan nilai budaya –yang diwarisi dari ratusan marga dan masing-masing memiliki penyimbang atau saibatin– tanpa sadar dimiskinkan dengan hanya mengakui satu penyimbang atau satu saibatin.

***

DENGAN suka cita, masyarakat adat Lampung menyaksikan Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) memberi gelar adat Kanjeng Yang Tuan Suntan Mangkunegara Junjungan Pemangku Sai Bumi Ruwa Jurai kepada Gubernur Lampung Sjachroeddin Z.P. dan Pun Yang Tuan Suntan Pengetahuan Pemangku Sai Bumi Ruwa Jurai kepada Ketua DPRD Marwan Cik Asan. Mereka tertawa, tersenyum, dan berbahagia, meski dimiskinkan secara budaya.

Posisi penyimbang atau saibatin dalam masyarakat marga di Lampung tak ada kaitannya dengan konsep negara. Seseorang menjadi penyimbang atau saibatin karena garis darah patriarkhi, yang didapat secara turun-temurun. Bukan pemberian, apalagi dikait-kaitkan status sosial dan kedudukan dalam sistem pemerintahan negara.

Sebab itu, pemberian gelar adat kepada gubernur dan ketua DPRD Lampung adalah kemunduran dalam tradisi budaya Lampung. Tak ada kearifan tradisional pada fenomena ini. Terlebih, dilihat sebagai peristiwa politik yang digadang-gadang segelintir elite karena ingin memperjuangkan kepentingan personalnya.

Pemberian gelar adat karena berorientasi kepada jabatan pernah berlangsung sangat fenomenal di lingkungan masyarakat adat Lampung di zaman kolonialisme Belanda. Ketika pemerintah Hindia Belanda ingin menancapkan kuku-kuku kekuasaan penjajahannya di lingkungan masyarakat adat Lampung pasca jatuhnya Kesultanan Banten, Belanda mesti berhadapan dengan perlawan-perlawanan sengit dari para penyimbang atau saibatin masyarakat adat yang salah satunya digelorakan Radin Intan.

Meski Radin Intan hanya seorang radin, bukanlah saibatin posisi tertinggi dalam kultur kesaibatinan masyarakat adat Lampung pesisir Selatan. Tapi, ia mampu memberikan perlawanan yang merepotkan Belanda. Keradinan yang melekat dalam dirinya adalah nilai seorang saibatin yang selalu memikirkan nasib dan masa depan dari masyarakat marganya, yang melihat betapa Belanda akan membawa mudarat bagi kehidupan seluruh lapisan masyarakat marga.

Karena Radin Intan hanyalah saibatin bagi masyarakat marganya, sedangkan Lampung terdiri atas ratusan masyarakat marga, gelora perlawanan terhadap Belanda yang diembuskannya hanya mampu memengaruhi masyarakat marga di mana Radin Intan menempati posisi sebagai radin. Belanda memahami konsep kesaibatinan ini, lalu memengaruhi masyarakat marga lain dan mengadu-domba.

Untuk memuluskan politik adu-dombanya, Belanda mengangkat tokoh-tokoh adat dari lingkungan masyarakat marga lainnya sebagai pesirah dalam sistem pemerintahan baru bentukan Belanda. Setiap pesirah yang ditunjuk, diberi gaji bulanan dan bekerja untuk Pemerintah Belanda dengan tugas-tugas mulia menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Kita tahu, Radin Intan kemudian menjadi musuh bersama. Saibatin masyarakat marga pesisir itu diposisikan sebagai pemberontak, diberi cap sebagai perompak. Lalu, sebagian besar masyarakat marga yang telah diberi kedudukan, posisi, dan kenyamanan jabatan oleh Belanda, beramai-ramai memusuhi Radin Intan sampai kemudian pejuang nasional itu tertangkap.

***

APA yang dilakukan Belanda di zaman kolonialisme, kini dicontoh MPAL. MPAL adalah organisasi non-pemerintah, tetapi organisasi yang dibentuk setelah gubernur Lampung dijabat Sjachroeddin Z.P. ini belakangan seolah-olah menjadi instansi/badan vertikal yang mengurusi masalah kebudayaan dalam sistem birokrasi Pemda Lampung –melampaui wewenang yang sudah inklud di tubuh dinas pariwisata dan kebudayaan serta dinas pendidikan. Organisasi ini dimodali dana APBD. Tapi, dana-dana itu tak sampai ke daerah, organisasi MPAL yang ada di kabupaten/kota.

Karena dimodali dana APBD meskipun tak pernah transparan bagaimana lembaga ini mengelola dana-dana rakyat itu, MPAL banyak melakukan kegiatan yang mengarahkan dirinya sebagai penjaga kebudayaan Lampung. Cuma, MPAL yang diisi para tokoh budaya dan sebagian besar berlatar belakang pejabat atau pegawai negeri sipil, tidak bekerja sebagai intelektual budaya. Mereka bekerja layaknya PNS, yang sangat ditentukan oleh hirarki kepangkatan sehingga ruang lingkup kerjanya banyak mencaplok hal-hal yang seharusnya menjadi beban kerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lampung atau Dinas Pendidikan Lampung.

Kondisinya semakin parah ketika sebagai tokoh adat, tingkat pemahaman dan pengetahuan setiap anggota MPAL tentang nilai-nilai budaya masing-masing sangat kuat dipengaruhi oleh pengalaman mereka selama menjadi pejabat di pemerintahan. Artinya, konsep kebudayaan Lampung bagi mereka adalah konsep kebudayaan yang mengakar dari Bhinneka Tunggal Ika. Budaya Lampung dipahami hanya sebagai budaya Lampung sembari mengabaikan bahwa budaya Lampung merupakan representasi dari nilai-nilai yang diwariskan ratusan masyarakat marga Lampung.

Tapi, karena persepsi dan pemahaman penggerak MPAL bahwa kebudayaan identik dengan pemegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana di zaman Orde Baru konsep kebudayaan identik dengan Presiden Suharto yang berasal dari lingkungan kebudayan Jawa, maka kebudayaan Lampung identik dengan kebudayaan yang melahirkan Gubernur Lampung Sjachroeddin ZP.

Sebab itu, konsep kebudayaan Lampung yang diperkenalkan oleh MPAL dan didukung oleh intelektual kebudayaan dari Universitas Lampung, adalah kebudayaan yang memosisikan Sjachroeddin Z.P. sebagai penyimbang marga. Sementara posisi penyimbang atau saibatin ratusan marga lainnya berada di bawah bayang-bayang masyarakat marga yang melahirkan sosok Sjachroeddin Z.P.

Pada tataran inilah perlu dipertanyakan di mana posisi saibatin marga Paksi Pak Skala Brak, masyarakat marga yang diyakini sebagai leluhur budaya seluruh masyarakat adat Lampung? Sebab itu, bisa dibilang kebudayaan Lampung adalah kebudayaan politis. Kebudayaan yang perkembangannya, pemahamannya, dan pemikirannya, selalu mundur ke belakang.

* Budi Hutasuhut, Peneliti Budaya Lampung untuk Yayasan Sekolah Kebudayaan Lampung
Dijumput dari: http://ulunlampung.blogspot.com/2010/07/kolonialisme-baru-dalam-kebudayaan.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati