Siti Sa’adah
http://sastra-indonesia.com/
Jika hatimu pernah dipalu godam oleh seseorang, dengan beringas dan dia sama sekali tidak peduli kondisimu saat itu apakah kamu tidak akan merintih perih? Kemudian dengan susah payah kau lap air mata yang tak berkesudahan dan akhirnya lelah. Lelah merasa merana. Lantas hanya tekad yang mencuat: tidak akan ada lagi tentang lelaki itu dihidupmu.
***
Dia kembali setelah menebas habis segala rasa bahagia dihatiku. Menyeretnya dengan kasar kemudian menimbunnya ke dalam bumi masa lalu seperti mengubur bangkai anjing, menginjak-injak dengan jijik. Setelah puas dia enyah di pelabuhan harapan yang entah.
Kawan-kawanku menjelma ranting yang berusaha menjeratku kembali dengannya. Rupanya mereka menyayangkan kisah yang punah. Dan ingin menemaniku bermesrah lagi, tentu saja dengan lelaki itu. Lelaki yang membongkar percintaan yang lanjur dikremasi. Dia merajuk mengusung bangkai kemesrahan, gunungan sesal dan memintaku untuk menerimanya. Bagaimana jadinya, luangan yang tersisa sekarang hanyalah lorong tanpa namanya. Bagaimana pula aku kuat membawa gunungan yang jadi bara itu?! Tolong bawakan pecahan laut saja kawan-kawanku, biar luruh api ini.
Dia mematung bermaksud mengerami telur-telur penyesalannya, berharap aku akan menetaskan kemudian lebur aku membuka pelukan. Tubuhnya tidak sehangat dulu pasti. Aku yakin benar dia adalah gumpalan bara yang bisa menjadikanku arang. Tidak, aku tidak rela. Aku masih punya mimpi keindahan.
Kuharap mulutnya bungkam, namun terus saja dia meluberkan ratap setelah melumat hatiku. Sekarang dia menirukan tangisanku yang dulu saat dia pergi dan acuh kepadaku. Tangisku yang meraung perih seperti angsa hidup yang dicabuti bulu di sekujur badannya. Ahai, begitu rapuh lelaki ini.
Rupanya aku menikmati posisi dimintai.
Dia telah binasa oleh harapan mencari penggantiku. Dia kalah. Sungguh mati aku tidak peduli. Biarkan kuberanjak dari kubang tangisan.
“Kau seperti mengerat nyawaku, Nila.” Tatapannya mengunciku.
“Apakah kau ingin mati sekalian?” Aku menantang kekalutannya. Aku tidak boleh luluh.
“Katamu dulu jika kita mulai membenci, ingatlah saat berkasih.” Dia berusaha mengumpanku dengan masa lalu. Tatapan matanya menyiratkan keinginan untuk menguasaiku.
“Bukan mulai, tetapi benciku sudah mengerak Barka!” Kubanting kenyataan.
Sungguh jahanam. Dia menyodorkan rekam perkasihan dulu. Dimunculkannya slide-slide hangat dekapan, panas ciuman dan kobar percintaan. Semua itu terakit dan melingkar mengepungku.
“Sejak kapan kau tuli Barka!” Aku lelah dan malu mengenang itu semua.
“Pesonamu yang menulikanku.” Datar dan dingin, matanya seperti lubang yang memintaku merasuk kedalamnya. Hampa.
“Ha ha ha…” Hanya tawa getir yang keluar dari mulutku, selanjutnya menjelma ngungu.
***
Maghrib berteriak dari micropon mushola. Menyeret gelap kemudian menyelimuti kengerian yang serentak menikamku. Senja masih tersisa, saat dia berkabar hendak menjalin tali yang terberai. Hendak menggenggam hatiku yang telah laju.
Bukan untukmu lagi, tetapi mengapa kau menghantui? Wujudmu benar-benar hantu yang aku tak mau berjajar. Muak aku sudah. Enyah kau dari hidupku. Harapan kemarin sudah jadi remah dari bingkai kaca yang indah, kau yang lantakkan! Dan kini tanganmu hendak menggenggam untuk mengutuhkannya kembali? Kau mau bersamaku dengan cara terus mengejar dan menikam dengan luka masa lalu? Aku harus memakai bahasa apa untuk mengungkapkan aku sudah tidak mau. Mengertilah. Berapa kali kita mengecap nikmat bersama. Namun itu tidak menjamin keabadian benar nyata. Bukankah kita adalah dua kayu kering yang terus bergesek dan mampu membakar hutan kemarau yang terus kita tangisi: kapan hujan rahmat sanggup dirasa?
***
Sekarang, aku harus memaklumi ketuliannya atau harus rela buta kenyataan? Tidak, aku tidak buta kenyataan. Kenyataan bahwa aku telah disakit-kulitinya. Sakit yang mencacatkan perasaan. Sakit yang mengoyak kebahagiaanku. Aku tidak buta, tetapi aku tidak sanggup lagi untuk bertahan…
Bentengku retak.
Airmatanya terus menggerus. Menggenang dan membandang. Lantak.
Dipuncak petang yang disambut terang pagi, Barka mendatangiku lagi, tidak banyak cakap,
“Bukankah kelaminku masih tertinggal di rahimmu?!”
Kalimatnya menyambar ketegaranku. Menelikung lantas dengan kuat menghujam. Kemudian dia berlalu. Barka masih sempat melihat tubuhku yang kaku dan keringat dingin yang menyumber dari kulitku.
***
Dia datang untuk mengusik dan membangunkan kisah yang kulelapkan. Mengail perasaan yang telah kularungkan. Dia mengunciku didekapnya saat ini. Dan aku tidak berdaya. Bentengku retak. Airmatanya terus menggerus. Menggenang dan membandang. Lantak.
Sekarang aku belajar untuk mengikis ingatan dengan mengerami kelaminnya yang bersemayam di rahimku. Meski aku bisa menjalaninya, aku jelas tidak bisa menikmati penyiksaan semacam ini. Aku lebih keras dari kayu, membatu. Kuturuti semua kemauan Barka namun sungguh aku tidak terima. Hari-hari bersamanya saat ini adalah pengepulan dendam. Keinginan untuk membuatnya menangis, mengemis lagi kepadaku, bahkan kalau perlu dia harus bunuh diri karena menyerah. Tetapi aku yang kalah. Dia meninggalkan kelaminnya di rahimku. Sebagai wanita aku tak sanggup mengeluarkannya…
“Barka, tolonglah lepaskan aku dari hujam cengkerammu!” di tengah payah aku meradang. “Bukankah kau dulu telah mantap untuk meninggalkanku. Biarkan aku pergi…”
Sebenarnya aku ingin meraung dan berteriak keras, tetapi tenggorokanku seperti digorok. Suaraku tercekat. “Ada penantian untukku diluar sana Barka… tolong lepaskan aku kesana…” Suaraku seperti igauan saja. Pelan dan tertelan.
Tidak kusangka, mendengar kalimatku yang terakhir dia terhenyak. Amarahnya terlibas. Darah mengumpul diwajahnya yang kasar. Dia mencengkeram bahuku, begitu kencang sampai aku tidak bisa bergerak. Aku tidak takut, kemarahannya justru menantangku.
“Ada apa Barka? Kau ingin tahu siapa lelaki yang membawa hatiku saat ini?!” dengan suara parau kupancing dia. Mulutnya tidak bergerak, hanya tatapannya yang menghujamku. Penuh amarah dan api cemburu.
“Madun, Barka.” Kusebut nama lelaki yang kerap menyita waktuku selama Barka pergi.
“Tidak mungkin! Bagaimana bisa?! Gila!” Barka menceracau. Diguncang-guncangkannya bahuku.
“Kau tidak terima?” Barka tidak menyahuti. Pelan cengkeramannya merenggang, kemudian kedua tangannya lemas terjatuh. Ini adalah kesempatan berharga bagiku untuk melumpuhkannya lagi.
“Dia yang mempertemukan kita. Membuat kita lebih dekat. Saat dia abai kau memaksaku melekat dalam dekapmu! Dan kau menghujamkan kelamin bangsatmu itu Barka! Laknat kau Barka!” Tangisku pecah mengingat guncangan kenyataan yang pernah menderaku. Kenyataan yang kukutuki sebagai pintu kemudahan untuk kerap menyesap kenikmatan yang sebenarnya amat suram. Slide-slide hangat dekapan, panas ciuman dan kobar percintaan. Semua itu terakit dan melingkar mengepungku. Berselang-seling antara Barka dan Madun.
“Bagaimanapun juga kita telah sama-sama takluk Nila.” Suaranya datar.
“Kebangsatanmu telah memangkas semua harapanku. Aku jatuh tak berani menapaki waktu dan kau dengan segala bujuk menggamitku yang kosong…” Sebenarnya aku tidak sanggup mengurai kenangan kelam. Tapi ini adalah peradilan bagiku.
“Kita sama-sama menikmati.”
“Jangan lancang kau berucap seperti itu Barka! Kau menyeretku! Kau telah membunuhku!” Aku tidak bisa menerima kelitnya. Meskipun aku berusaha menambal nganga magma dengan keberadaan Madun.
“Semua orang tahu, kau telah menyimpan kelaminku. Mau apalagi?! Marilah kita kembali bersenang-senang.”
Kurang ajar! Keberaniannya bangkit.
***
Kuseret kisahku pergi. Aku ingin mendinginkan segala bara luka. Kenyataan yang tidak ramah dan membuatku lunyah. Dosa yang kugulung terhampar lagi. Terdedah bergelimang resah. Aku tidak sanggup menamati sekedar untuk berguling di atasnya. Sesekali tubuhku hendak tertarik kedalam gulungannya, tetapi jalan lurus yang masih remang menyangkal keabadian dosa. Titik putih dalam hitam masa lalu berpendar, meski kawan-kawanku belum bisa melihatnya. Agh… mengapa harapan kugantungkan kepada mereka? Bukankah aku bisa mencari jalanku sendiri, melepas gelimang lalai.
Kuputuskan tidak untuk Barka, juga Madun. Atau lelaki lain yang hanya bisa menyesap atau bergelayut memanja. Kulenyapkan Barka yang tidak berdaya dengan cara yang belum pernah terpikirkan sebelumnya.
“Bagaimana kau sanggup mengalahkannya Nila?!” di senja yang dibalut rinai hujan, Madun bertanya kepadaku.
“Kau ingin tahu Madun?” Aku mencoba untuk menegaskan.
“Tentu saja.”
Kubiarkan beberapa waktu pertanyaannya tidak kujawab. Dia nampak begitu penasaran. Dia mendekat dan hendak menyesap, namun aku lebih sigap memalingkan muka.
“Kau benar-benar ingin tahu Madun?” Kuulangi pertanyaanku dengan tetap menjaga jarak.
“Tetapi jika tidak kau beritahu pun tidak menjadi bebanku.” Rupanya dia menyerah. Pasti dia heran dengan penolakanku atas hasratnya untuk menyesapku baru saja.
“Kelaminnya mati tanpa daya. Kusumpal jalan rahimku. Aliran kehidupan untuk kelaminnya yang seharusnya membesar di rahimku, putus.”
Madun diam. Menyadari keberadaannya yang terguncang. Tetapi kulihat dia berusaha menenangkan diri.
“Lupakan Barka. Mari merentas jalan bersamaku.”
“Ha ha ha… Mengapa kau tidak menyadari sekaratmu Madun?!” Kutantang matanya.
“Apa maksudmu?” Mimik mukanya tampak bingung.
“Tidak ada jalan lagi ke rahimku. untuk Barka, juga kau Madun. Atau lelaki lain yang hanya bisa menyesap atau bergelayut memanja.” Ku hirup nafas dalam-dalam, kupejamkan mata,
“Bahkan untuk nafsuku sendiri.”
Madun layu, kejantanan yang sering dipamerkannya dihadapanku luluh. Sejak saat itu dia pergi. Ku melesat kepada titik putih yang berpendar, meski sulit ku mencari. Meski payah tak lelah mengikuti bersamaan kelamin yang terus membusuk di dalam rahimku.
***
*) dari buku Sehimpun Cerpen Jombang “Hujan Sunyi Banaspati” Dekajo 2010.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Minggu, 27 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar