Muhammad Qodari
http://majalah.tempointeraktif.com/
Kuasa-Kata: Jelajah Budaya-Budaya Politik di Indonesia
Penulis : Benedict R. O’G. Anderson
Penerjemah : Revianto Budi Santosa
Penerbit : Mata Bangsa, 2000, viii + 634 halaman
BENEDICT R. O’Gorman Anderson adalah murid yang lebih besar dari gurunya. Memang tidak jelas betul apakah Soemarsaid Moertono, penulis buku Negara dan Bina-Negara di Jawa Masa Lampau, memang pernah mengajar Ben—nama panggilan Anderson—di tahun 1964, ketika Moertono menyelesaikan bukunya yang semula adalah tesis di Universitas Cornell. Yang pasti, Moertono memberi kredit kepada Ben muda, yang dalam ucapan terima kasih ia sebut “telah membaca, membaca ulang, memberi komentar, dan mengetik, dan mengetik ulang naskah tesis-nya” tersebut.
Dapat diperkirakan, selain kunjungan pertamanya ke Indonesia pada 1961-1964 yang ia rasakan “Indonesia saat itu pada dasarnya Jawa”, Ben Anderson mendapat wawasan dan ilham soal pengaruh budaya Jawa dalam politik Indonesia dari Moertono. Dan dia kemudian menulis The Idea of Power in Javanese Culture, sebuah tulisan yang disebut R. William Liddle sebagai karya paling orisinal dalam literatur politik Indonesia.
Di sini, bersama karya-karya lainnya, khususnya yang menyelami budaya Jawa dalam hubungannya dengan politik Indonesia, Ben menjadi lebih besar dari Moertono, Claire Holt, Prof. Poerbatjaraka, dan Pak Kodrat—orang-orang yang memperkenalkan kebudayaan Jawa, yang semula asing kepadanya.
Kini, bila membicarakan relasi kebudayaan Jawa dan politik Indonesia, nyaris setiap penulis dan pengamat politik Indonesia selalu menyitir namanya. Buku Ben berjudul Kuasa-Kata: Jelajah Budaya-Budaya Politik di Indonesia, yang diterjemahkan dari Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia, yang pertama kali terbit pada tahun 1990, dapat dikatakan berisi kumpulan karya-karya tulis Ben Anderson yang paling mencerminkan, sekaligus menyebabkan ia dikenal sebagai salah satu Indonesianis terbesar sampai saat ini.
Di luar karya-karya monumental seperti The Pemuda Revolution: Indonesian Politics 1945-1946 dan Imagined Communities: Reflections on the Origins and Spread of Nationalism, buku Kuasa-Kata mencirikan pendekatan khas budaya, yang membuat analisis sosial-politik Ben menjadi lain daripada yang lain.
Pendekatan budaya tersebut terlihat dari isi buku Kuasa-Kata ini. Dengan pengecualian Bab III, Negara Lama, Masyarakat Baru: Orde Baru Indonesia dalam Perbandingan Perspektif Kesejarahan, yang menurut Vedi R. Hadiz (1992) ditulis dengan pendekatan “struktural” non-Marxis ala Barrington Moore atau Theda Skocpol, hampir semua analisis Ben tentang dinamika politik di Indonesia, dari zaman kerajaan Jawa sampai Orde Baru, ditelusuri lewat bahasa dan penjelajahan artifak-artifak budaya lainnya, seperti babat, kartun, dan monumen nasional.
Secara keseluruhan, buku tebal ini terdiri dari delapan bab, ditambah satu bab pengantar panjang yang menceritakan “autobiografi intelektual” Ben semenjak ia masih menjadi mahasiswa sastra klasik di Universitas Cambridge, Inggris, sampai akhirnya menjadi seorang ahli politik tentang Indonesia.
Bagian pertama buku ini terdiri dari tiga esai tentang kekuasaan. Esei pertama, Gagasan tentang Kuasa dalam Budaya Jawa, menunjukkan “rasionalisme” atau lebih tepatnya “sistematika” kekuasaan dalam pemikiran tradisional Jawa, yang kontras dengan “rasionalisme” konsep kekuasaan masyarakat Barat.
Konsep kekuasaan Jawa, dengan demikian, harus dipahami dengan cara yang berbeda dengan kita memahami kekuasaan melalui “lensa” Barat. Argumen lain tulisan ini, yang bertentangan dengan harapan orang saat itu bahwasanya kekuasaan Soeharto akan pragmatis dan rasional, adalah bahwa Soeharto sebetulnya mempraktekkan banyak konsepsi kekuasaan Jawa yang dipraktekkan oleh orang yang digulingkannya (Tak mengherankan, dalam terjemahan pertama naskah ini pada buku yang diedit Miriam Budiardjo pada tahun 1984, semua acuan yang menunjukkan kesinambungan ini disensor agar bisa terbit.)
Bagian kedua buku ini dipublikasikan pada tahun 1966, 1978, dan 1984, difokuskan pada relasi antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dan politik. Esai pertama, Bahasa-Bahasa Politik Indonesia, juga merupakan tulisan yang tak kalah terkenalnya dengan Gagasan Kuasa. Sebab, ia menjadi tulisan pertama yang menyelidiki perkembangan bahasa Indonesia modern dari sudut klasik.
Sementara dalam Gagasan Kuasa Ben membahas persistensi kekuasaan Jawa tradisional dan pengaruhnya terhadap kehidupan politik kontemporer, dalam Bahasa Politik Ben membahas signifikansi politik dari pengaruh semacam proses “Jawanisasi” bahasa Indonesia, dalam arti yang psikologis.
Bahasa Indonesia yang revolusioner dan egaliter makin tergusur oleh proses Jawanisasi, yang membuatnya “lamban” dan hirarkis. Esai Kartun dan Monumen: Evolusi Komunikasi Politik di Bawah Orde Baru merupakan hasil pengamatan Ben terhadap direct speech dan symbolic speech. Kedua jenis speech itu memperlihatkan kelunturan semangat revolusi Indonesia, sekaligus tanda-tanda refeodalisasi dalam mentalitas masyarakat Indonesia.
Ilham tulisan ini sebetulnya dihasilkan Ben secara “tidak sengaja”. Akibat tulisannya bersama Ruth McVey, A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia, pemerintah Orde Baru melarang Ben mewawancarai aktor politik Indonesia. Untuk mengisi waktu, Ben berjalan berkeliling Kota Jakarta, melihat-lihat monumen, membaca koran dan komik, dan menonton film, yang malah menjadi materi analisisnya.
Penggunaan serat, suluk, novel, biografi, dan teks lainnya ini pulalah yang dilakukan Ben pada esainya yang ketiga, Sembah-Sumpah: Politik Bahasa dan Kebudayaan Jawa. Lewat penelusuran teks kuno dan kontemporer, Ben menunjukkan krisis kebudayaan Jawa dan kontradiksi yang membuncah di dalamnya.
Bagian ketiga dari Kuasa-Kata terdiri dari dua esai, yang oleh Ben disebut “eksperimental”. Keduanya mencoba menerangkan dan memahami perubahan besar dari alam kesadaran kaum intelektual Jawa, dari akhir abad ke-18 sampai dasawarsa pertama abad ke-20.
Esai pertama, yang Ben anggap sebagai karyanya yang paling berhasil dalam antologi ini, merupakan semacam “pembedahan” Ben terhadap biografi yang ditulis secara tidak biasa oleh tokoh pergerakan berkebangsaan Jawa terkemuka Indonesia, Dr. Soetomo. Ben menunjukkan “keterputusan”—dan karenanya tarik-menarik—antara diri Dr. Soetomo dan para leluhurnya dan antara semangat nasionalisme Indonesia dan akar ke-Jawa-annya.
Ben sangat kagum pada Dr. Soetomo, sosok yang menurut dia tidak hanya “lovely man”, tapi juga begitu altruistis kepada rakyat, orang-orang yang menjadi pengikutnya. Dalam esai kedua, sebuah artikel yang belum penah dipublikasikan sebelumnya, Ben melongok ke Serat Centhini dan Suluk Gatholoco, dua karya yang klasik karena keduanya—meminjam definisi Mark Twain—memenuhi kriteria “something that everybody wants to have read and nobody wants to read”.
Ben memperlakukan dua buku tembang tersebut bukan sebagai karya seni ataupun sebagai bukti peristiwa sejarah, melainkan sebagai “phantasmagoria”—imajinasi liar—yakni imaji-imaji politik sebelum istilah “politik” itu sendiri memasuki kosakata bahasa Jawa, dan fantasi tentang kelas sebelum kesadaran tentang kelas dikenal oleh masyarakat Jawa.
Menurut Ben, kedua naskah ini dengan demikian dapat dipahami sebagai cara “subversi” sekelompok intelektual Jawa abad ke-19 untuk merespons keruntuhan kepemimpinan oligarkis Jawa dan penyerahan tuntas Pulau Jawa kepada penguasa kolonial.
Karena analisisnya yang kerap keluar dari—bahkan menantang—konvensi yang umum, Ben Anderson tak jarang menuai kritik ilmuwan lain. Kritik pada level teoretis, misalnya, dilontarkan oleh Koentjaraningrat (1984), yang menolak konsepsi kekuasaan Jawa sebagaimana disimpulkan oleh Ben.
Bila diringkas, Koentjaraningrat, bapak antropologi Indonesia, pertama-tama menolak penggunaan bahan cerita, upacara, dan ujaran orang Jawa untuk menyimpulkan konsepsi kekuasaan Jawa yang sesungguhnya. Dalam kalimat Koentjaraningrat, “Anderson tidak cukup mengenal orang Jawa apabila ia mengira bahwa mereka juga menganggap apa yang ada dalam cerita-cerita itu merupakan realitas.”
Koentjaraningrat secara tidak langsung juga menyanggah kesimpulan partikularitas konsep kekuasaan Jawa dengan menguraikan komponen kekuasaan serta syarat-syarat kepemimpinan dalam tiga kerangka komparatif: masyarakat kecil dan sedang, masyarakat tradisional, dan masyarakat masa kini.
Koentjaraningrat juga mengkritik penekanan Ben, yang terlalu besar pada satu komponen kekuasaan Jawa: “kesaktian”. Kritik yang lebih praktis terletak pada implikasi gagasan “konsep kekuasaan Jawa”, yang seperti diargumentasikan Ben harus dipahami berbeda dengan konsep yang dipahami masyarakat Barat.
Ben, yang sesungguhnya berwatak revolusioner dan anti-status quo, dengan gagasannya itu secara tidak diinginkan terjebak dalam “pembelaan” terhadap rezim Orde Baru, yang dianggap banyak memiliki paralelisme dengan kerajaan-kerajaan Jawa Kuno.
Partikularisme konsep kekuasaan Jawa yang diterapkan Soeharto menjadi tameng untuk menangkis kritik-kritik politik yang dilontarkan, terutama oleh pihak luar, yang dinilai oleh pemerintah Orde Baru sebagai terkontaminasi budaya Barat.
Ben Anderson, yang semenjak 1972 selama 26 tahun dilarang rezim Orde Baru berkunjung ke Indonesia, secara paradoks “membela” musuhnya itu. Kritik berikutnya ditujukan bukan pada Ben Anderson, melainkan pada penerjemahan buku ini.
Menurut saya, hasil terjemahannya termasuk lumayan, tapi masih jauh dari elastis. Bandingkan terjemahan bab The Idea of Power in Javanese Culture di buku ini dengan terjemahan Samekto dan A. Rahman Zainuddin dalam buku Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa, yang diedit Miriam Budiardjo. Terjemahan Samekto dan Rahman Zainuddin lebih enak dibaca.
Pembaca berkemampuan bahasa Inggris memadai akan lebih cepat memahami maksud kalimat Ben lewat teks bahasa aslinya (bandingkan dengan kita menonton film dengan subtitling yang bagus—maksud yang juga ingin dicapai dengan proyek penerjemahan buku).
Terlepas dari kesulitan mengalihbahasakan teks-teks Ben yang prosais, terjemahan buku ini terasa alot di kerongkongan. Memang, inilah problem umum yang menjadi kerikil (besar?) di tengah naiknya gairah penerjemahan dan penerbitan buku akhir-akhir ini.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar