Rabu, 22 Desember 2010

Cinta Paripurna Pablo Neruda

Abdul Aziz Rasjid
http://www.suarakarya-online.com/

"Matilde: nama sebentuk tumbuhan, atau batuan, atau anggur,/ dari segala hal yang bermula di bumi, dan akhirnya: / kata yang di sana tumbuh fajar pertama yang membuka,/ yang di sana musim panas menyinari jeruk-jeruk yang rekah".

Begitulah cara Pablo Neruda memanggil, menghikmati serta memuja nama istrinya dalam sebuah soneta. Sebuah nama yang dicinta memang bisa menghasilkan kejutan yang menyentak, menggaungkan sejumlah makna yang sangup menggedor pikiran dan selanjutnya menantang hasrat penyair untuk menuangkannya dalam kejelian untuk melakukan perambahan pengucapan, pemanfaatan kebebasan untuk menghasilkan daya pikat dalam bentuk puisi.

Matilde Urrutia adalah misal yang baik tentang kisah pesona sebuah nama. Dia adalah mantan seorang penyanyi Chili yang pernah dipekerjakan untuk merawat Pablo Neruda ketika terserang flebilitis pada lawatannya ke Meksiko pada akhir 1945 dan akhirnya menjadi istri dari penyair terpenting yang pernah dilahirkan sastra Amerika Latin abad ke-20 itu. Selanjutnya, nama Matilde mengawali madah cinta seratus soneta yang terkumpul dalam buku bertajuk Ciuman Hujan, Seratus Soneta Cinta (2009) yang disulih oleh Tia Setiadi dari buku 100 Love Sonnets karya Pablo Neruda yang dalam versi asli berbahasa Spanyol berjudul Cien sonetos de Amor (1960).

Kiprah Matilde sebagai istri lantas menginspirasi sang maestro pemenang Nobel sastra 1971 itu untuk menghayati aktivitas serta memperhatikan detail-detail sehari-hari yang merujuk pada hubungan rumah tangganya, semisal ketika Matilde Urrutia memasak di dapur, mondar-mandir menyiram bunga-bunga mawar dan anyelir, atau ketika istrinya tengah menyiapkan spraei dan ranjang tidur dengan lagak-lagu tubuhnya yang anggun. Jadi tampak wajar, jika seratus soneta yang dideklarasikan sebagai fondamen cinta itu, dikatakan oleh Pablo Neruda sebagai soneta-soneta kayu yang lahir karena Matilde yang memberi kehidupan.

Apa yang tersirat dalam seratus soneta cinta ini, seakan-akan menggambarkan bahwa keagungan sudah terjelma begitu sempurna dalam diri Matilde, sehingga tak berlebihan memang jika Tia Setiadi sebagai penyulih sekaligus penulis esai pendamping yang bertajuk "Neruda dan Keabadian sebuah Ciuman" mengatakan bahwa bagi Pablo Neruda, jagad raya adalah mikrokosmos sementara Matilde Urrutia adalah makrokosmos.

Dalam soneta XVI, Pablo Neruda menulis: "Aku mencintai segenggam bumi yang tak lain adalah Engkau./ Sebab padang-padang rumputnya, meluas laksana planet,/ Aku tak punya bintang lain. Engkaulah tiruanku/ Atas semesta yang berlipat ganda

Esai pendamping yang ditulis oleh Tia Setiadi itu, memang patut dijadikan perhatian, sebab memuat pula ikhwal hayat dan karya Neruda yang dapat membuat pembaca menjadi akrab dengan sosok dan perjalanan kepenyairan Neruda. Sekaligus juga dapat difungsikan oleh pembaca untuk membantu upaya-upaya penafsiran. Semisal alenia berikut: "Puisi Neruda, lebih dekat ke nafiri kejujuran yang tanpa pretensi, kerendahan hati dan senandung rasa syukur yang tulus pada kemahaluasan hidup. Puisi semacam ini, bisa dipadankan dengan kejernihan dan kepadatan kristal-kristal batuan yang dinafasi oleh tenaga hidup atau denyar-denyar asmara yang berbinar-binar, bagiakan vibrasi gelombang cahaya. Tiap-tiap langkah dalam sajak adalah langkah-langkah kecil menuju keindahan. Tiap-tiap langkah dalam sajak adalah kepergian sekaligus kepulangan".

Melihat kembali pada pembacaan capaian perkembangan kepenyairan Pablo Neruda, Saut Situmorang dalam sebuah esai yang berjudul "Pablo Neruda dan Imperialisme Amerika Serikat" (2004) memaparkan bahwa secara umum keseluruhan corpus Pablo Neruda yang begitu ekstensif dan bervariasi selalu diklasifikasikan dalam empat perkembangan tematik besar: pertama, puisi cinta seperti yang terdapat pada Duapuluh Sajak Cinta dan Satu Nyanyian Putus Asa dan Sajak- sajak Kapten; kedua, puisi "Material" seperti kumpulan Berdiam di Bumi yang bercirikan kesunyian dan depresi yang membawa kepada pengalaman bawah sadar yang demonik: ketiga puisi epik seperti pada Canto General dan Epic Song yang merupakan semacam usaha reinterpretasi Marxian atas sejarah Amerika Latin dan perjuangan bangsa Amerika Latin melawan penindasan dan ketidakdilan: yang keempat adalah puisi yang berbicara tentang hal remeh temeh, binatang dan tanaman, seperti pada kumpulan Ode Elementer. Sedang Ciuman Hujan, Seratus Soneta Cinta dapat digolongkan sebagai bagaian dari fase terakhir perkembangan gaya pengucapan Pablo Neruda yang beralih dari gaya surealis menjadi realisme sintaksis bahasa sehari-hari yang sederhana dan mudah untuk dimengerti.

Seratus soneta cinta dalam buku ini, terbagi dalam empat perbedaan waktu, yaitu: Pagi terdiri dari 32 soneta (I-XXXII), Senja terdiri dari 21 Soneta (XXXIII-LIII), Petang terdiri dari 25 soneta (LIV-LXXVII) dan Malam terdiri dari 22 Soneta (LXXIX-C).

Pembagian waktu ini, mengungkapkan bahwa hasrat dan rasa cinta Pablo Neruda pada Matilde adalah keabadian tak putus-putus yang sekaligus menjelaskan keberbagaian upaya untuk memperlihatkan pada pembaca tentang keteguhan cinta Neruda pada istrinya.

Hal yang dapat dicermati pada soneta-soneta lainnya, adalah tipikal Neruda yang selalu mengkaitkan soal dalam puisinya dengan keadaan sosial, dimana karena hal itu Pablo Neruda sering disebut sebagai "Penyair dari kemanusiaan yang diperbudak" (poet of enslaved humanity), dalam soneta "XXIX" hal ini paling kental terasaTTK "Engkau datang dari kemiskinan, dari rumah-rumah di selatan,/ dari lanskap-lanskap liar yang dingin dan berlindu/ yang menawarkan pada kita setelah dewa-dewa itu terjungkal/ ke dalam kematian hikmah hidup, yang terbentuk di lempung.// Kau adalah kuda kecil dari lempung hitam, sebuah ciuman/ dari lumpur gelap, Kekasihku, sekuntum popy lempung,/ merpati senja yang terbang sepanjang jejalan,/ tabungan airmata dari masa kecil kita yang melarat.// Gadis kecilku, jantung kemiskinan ada dalam dirimu,/ kakimu terbiasa mengasah batu-batu,/ mulutmu tak selalu punya roti, gula-gula.// Kau datang dari Selatan yang miskin, di mana jiwaku bermula: / di ketinggian langit itu ibumu masih mencuci pakaian/ dengan ibuku. Karena itulah aku memilihmu, mempelaiku."

Merujuk pada konsepsi Erich Fromm, cinta Pablo Neruda yang dipersembahkan dalam aneka rupa seratus soneta pada istrinya itu, telah mewujud sebagai integritas, ketetapan untuk menjadi diri yang lebih matang, yang memaparkan sebuah usaha untuk menjadi pribadi yang aktif, sadar, dan berproses untuk terus "menjadi".

Maka, Ciuman Hujan, Seratus Soneta Cinta tampil untuk merayakan cinta yang lebih menawarkan supaya kekurangan dan kelebihan mesti disyukuri lantas dimaknai sebagai modal utama eksistensi cinta, yang pada akhirnya eksistensi itu dengan bersetia mendekati eksistensi lain untuk saling meleburkan diri. Di situlah cinta yang sempurna menetap, dan kita mendapatkan contoh yang luar biasa dalam seratus soneta cinta Pablo Neruda. ***

* Abdul Aziz Rasjid Peneliti Beranda Budaya, tinggal di Purwokerto

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati