Nyoman Tusthi Eddy
Pewawancara: Asti Musman
http://www.balipost.co.id/
BAGI kalangan sastrawan, Kepala SMU Amplapura Nyoman Tusthi Eddy cukup dikenal. Pria kelahiran Pidpid, Karangasem tahun 1945 yang menyemai sastra dari ujung timur Pulau Dewata ini sering menulis puisi dan artikel di sejumlah koran. Selain koran lokal, juga jurnal budaya yang diterbitkan di Malaysia dan Brunei. Dalam pengamatan penulis yang telah menerbitkan 16 buku sastra ini, dunia mengarang, seringkali dipandang sebelah mata oleh para siswa, dan orang awam pun menilainya hanya sebagai pekerjaan seorang seniman yang hobi melamun. Padahal, menurutnya, mengarang akan membuka lebih luas gagasan dalam pikiran kita yang bisa disampaikan dalam kerja sehari-hari. Apakah Anda, sidang pembaca, salah satu orang yang benci dengan pelajaran mengarang? Jangan menjawabnya terlebih dulu sebelum Anda membaca hasil wawancara Bali Post kali ini. Hasil wawancara ini juga disiarkan di Radio Global FM, Sabtu (26/4) kemarin.
PELAJARAN mengarang kembali diaktifkan dalam ujian nasional, apa komentar Anda?
Sebenarnya pelajaran mengarang dari dulu sudah ada. Cuma dalam tes evaluasi tahap akhir nasional sejak tiga tahun yang lalu tidak muncul dalam Ebtanas. Sejak tahun ajaran 2002/2003, pelajaran mengarang dimunculkan kembali. Kemunculan kembali pengajaran mengarang ini sebagai ujian praktik dalam rangka menyongsong pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi. Dalam kurikulum itu, setiap pelajaran yang dipelajari siswa bukan saja harus dipahami secara teori, tetapi juga harus mempunyai kompetensi atau harus benar-benar memahami bidang terapannya. Nah, untuk itu, kembali pada bahasa Indonesia, bidang terapannya yang paling jelas adalah mengarang.
Apa keuntungan mengarang?
Jika orang mengatakan bahwa mengarang itu adalah pekerjaan merenung, sastra adalah hasil renungan, itulah citra yang terjadi berpuluh-puluh tahun ada dalam masyarakat. Ini karena masyarakat kita hanya ada beberapa persen yang memahami sastra. Karangan sebenarnya merupakan pengungkapan kehidupan nyata. Karena itu tidak benar kalau karangan itu hasil perenungan. Keuntungan karang-mengarang itu banyak. Misalnya, di perguruan tinggi seseorang harus menulis skripsi, lebih tinggi lagi menulis tesis, lalu disertasi. Orang yang saat sekolah kesulitan mengarang, lalu terbawa-bawa hingga keperguruan tinggi. Di sana ia akan setengah mampu kalau menyusun skripsi. Ini saya buktikan pada banyak mahasiswa. Banyak yang mengatakan sulit menulis skripsi.
Nah, ini artinya ia kesulitan karang-mengarang. Sebenarnya menulis skripsi itu paling mudah. Saya berpengalaman menulis skripsi walaupun hanya skripsi sarjana muda. Menulis skripsi itu sangat mudah karena bahannya tersedia dan teknik menulisnya juga ada. Pola-polanya sudah disediakan, tuangkan saja, kan banyak juga pembimbing. Menulis puisi, itu yang paling sulit. Bisakah saudara mendapatkan puisi dalam tiga bulan? Belum tentu. Kalau saya menargetkan skrispi itu dalam enam bulan, jika bahan sudah ada dan outline-nya disetujui, jangankan enam bulan, tiga bulan saja sudah selesai. Dulu skripsi saya diberi target tiga bulan, tapi dalam dua bulan sudah selesai.
Lantas bicara soal kualitas guru yang kurang memadai, apakah peningkatan finansial akan menggairahkan mereka?
Saya kira tidak selalu letaknya di sana. Gaji guru berapa kali naik? Di era otonomi daerah tunjangan guru lebih banyak sumbernya, misalnya dari daerah dapat, dan ada sumber lain. Musyawarah Guru Bidang Studi juga diadakan. Tetapi mutu guru tetap tidak meningkat. Memang ia jalan, namun hanya jalan di tempat. Jadi bukan soal uang. Kebanyakan bukan soal itu. Kecuali jika mau seperti imbauan pemerintah, jika saudara jadi guru terpaksa, itu sudah diketahui oleh pemerintah. Sekarang saudara sudah terjun ke sana. Cobalah saudara berdamai dengan profesi guru. Sama dengan orang dikawin paksa. Kalau mau dua atau tiga tahun tumbuh cinta antara keduanya, baguslah. Tetapi kalau sudah punya anak dan masih ada sekat yang sulit ditembus, pada akhirnya ia akan cerai. Baik itu cerai kamuflase atau cerai beneran.
Di sisi lain, Anda juga suka menulis puisi, apa keuntungannya?
Jawabannya, menulis puisi itu tidak punya arti apa-apa. Tetapi sebagai manusia, bagi saya, menulis puisi itu ada artinya. Sama saja, artinya jika manusia hanya mengurusi perut dan maunya enak tidur, itu artinya manusia itu tidak berevolusi. Manusia berevolusi itu bukan hanya fisiknya, namun juga mentalnya tahap budayanya juga berevolusi. Jika ada yang mengatakan, pak tidak ada gunanya menulis puisi, itu hanya klangenan. Jika ada yang mengatakan demikian, maka banyak hal di kebudayaan manusia ini tidak ada gunanya. Apa gunanya kesenian? Apa gunanya main layang-layang? Apa gunanya agama? Orang yang enggak beragama juga sehat-sehat, misalnya di Rusia zaman dulu, memang benar fisiknya sehat, namun bagaimana dengan jiwanya? Puisi adalah salah satu skrup yang mencirikan manusia adalah manusia. Itu hasil kebudayaan.
Dalam buku CD Louise diinterpretasikan tentang orang yang cacat fisik, maka untuk mengkompensasikannya mereka menulis puisi. Mengapa? Dengan menulis puisi-puisi mantra karena fisiknya tidak berjalan normal, mentalnya normal, maka puisi-puisinya memiliki tuah. Secara magis bisa dinikmati. Misalnya, panah-panah dibacakan puisi sebelum dipakai berburu. Sehingga apa yang diharapkan akan terjadi dalam kenyataan.
Lantas, pendapat Anda melihat perkembangan puisi saat ini?
Perkembangan puisi saat ini sangat kompleks. Ini beda jika dibandingkan awal saya menulis di Bali Post, karya-karya lebih seragam. Tema yang dipakai saat itu lebih banyak tema sosial atau filosofi kehidupan. Sedangkan sekarang, tema sosial memang ada, namun lebih mengarah ke protes. Struktur atau komposisi puisinya juga jauh lebih kaya dibandingkan dulu. Pada tahun 1970 hingga 1980-an puisinya masih konvensional, tidak jauh dari gaya puisi Angkatan 45. Sekarang rasanya hampir tidak dapat terdeteksi lagi.
Hanya Bali Post yang konsisten menerbitkan puisi.
Apakah ini mengkhawatirkan karena media lain tidak melakukan hal itu?
Ya, sebagai penulis puisi, itu memang kurang sehat, cukup mengkhawatirkan. Seharusnya semua media sekarang ini memberikan ruang pada itu.
Bagaimana dengan perkembangan puisi yang ditulis dalam bahasa Bali?
Sebelum ada putra Bali yang menerima hadiah Rancage, puisi-puisi berbahasa Bali yang dimuat di Bali Post memang kurang menggembirakan. Puisi hanya dipakai untuk menutup ruang kosong. Tetapi setelah sekitar delapan orang putra Bali yang menerima Rancage, pemuatan sastra Bali modern di Bali Post semakin bagus. Memang biasanya yang diprioritaskan yang berbahasa Indonesia, namun bagi saya itu tidak masalah, sama saja. Bahkan dulu ketika Saba Sastra Bali membuka ruangan di Bali Post, di sana spesial satu halaman untuk sastra Bali, baik cerita pendek, kajian dan puisi.
***
Anda akan tetap tinggal di Karangasem?
Saya ingat ketika pak Fuad Hasan menjadi Mendikbud, saya pernah meminta rekomendasi buku saya “Mengenal Bali Modern”. Lalu beliau menulis surat pada saya, “Dik Tusthi, saya tahu Karangasem, saya pernah berkunjung ke sana. Sebaiknya Anda tetap saja tinggal di Karangsem! Jangan berlatah-latah setiap penyair harus pindah ke Jakarta. Tinggallah di Karangasem, karena daerah itu kondusif, masih murni”.
Tetapi sebenarnya ada alasan lain, mengapa saya tidak pindah ke mana-mana. Karena saya guru, saya pikirkan masalah finansial. Dengan gaji seperti sekarang, saya bisa makan pasir di Denpasar! Kedua, saya ingat teori kreativitas. Di mana pun dia tinggal, dia akan tetap kreatif. Dalam biografinya Boris Pasternak, saat ia akan mapan sebagai pengarang, ia kembali ke desa. Dari sana ia mengarang. Saya lihat juga pengarang-pengarang yang lain. Misalnya seperti Umbu Landu Paranggi yang sekarang sangat membenci Yogya, katanya Malioboro sudah bukan Malioboro lagi. Bahkan Wianta juga kembali ke desanya. Jadi, di mana pun ia sebenarnya bisa berkreativitas. Ini bukan egonya seniman.
Anda guru dan juga seniman tulen, bagaimana upaya merangkum keduanya?
Saya rasanya bukan seniman tulen. Saya sedikit seniman palsu. Yang namanya ilham, namanya kreativitas, sering saya korbankan di meja kerja saya di sekolah. Ini contoh nyata, sekali waktu ketika saya mengerjakan tugas-tugas dinas, misalnya saya diobsesi oleh ilham untuk menulis cerpen saya segera menulis. Karena mencatatnya tidak suntuk dan saya masih tersita perhatian dengan tugas dinas, maka ketika saya lihat catatan itu kembali ilhamnya bisa hilang.
BIODATA
Nama : Nyoman Tusthi Eddy
Tempat/tgl lahir : Pidpid, Karangasem, 12 Desember 1945
Nama istri : Ni Nengah Wijani
Nama anak-anak : I Gede Agustina Adi Sumantri
Made Lily Hermayanthi
Ketut Budi Sastrawan
Putu Dedy Ariawan
Pekerjaan :
Kepala SMU Saraswati Amplapura
Asisten Dosen Universitas Mahasaraswati Denpasar Kelas Eksekutif di Amplapura/FKIP
Ketua Seksi Sastra Nasional Listibiya Kabupaten Karangasem
Penulis puisi, cerpen, esai, artikel dan resensi buku di Bali Post, Suara Karya, Kompas, Horison, Basis, Warta Hindu Dhrama, Sarad dan sejumlah media lainnya.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar