Senin, 08 November 2010

Menyemai Sastra dari Ujung Timur Pulau Dewata

Nyoman Tusthi Eddy
Pewawancara: Asti Musman
http://www.balipost.co.id/

BAGI kalangan sastrawan, Kepala SMU Amplapura Nyoman Tusthi Eddy cukup dikenal. Pria kelahiran Pidpid, Karangasem tahun 1945 yang menyemai sastra dari ujung timur Pulau Dewata ini sering menulis puisi dan artikel di sejumlah koran. Selain koran lokal, juga jurnal budaya yang diterbitkan di Malaysia dan Brunei. Dalam pengamatan penulis yang telah menerbitkan 16 buku sastra ini, dunia mengarang, seringkali dipandang sebelah mata oleh para siswa, dan orang awam pun menilainya hanya sebagai pekerjaan seorang seniman yang hobi melamun. Padahal, menurutnya, mengarang akan membuka lebih luas gagasan dalam pikiran kita yang bisa disampaikan dalam kerja sehari-hari. Apakah Anda, sidang pembaca, salah satu orang yang benci dengan pelajaran mengarang? Jangan menjawabnya terlebih dulu sebelum Anda membaca hasil wawancara Bali Post kali ini. Hasil wawancara ini juga disiarkan di Radio Global FM, Sabtu (26/4) kemarin.

PELAJARAN mengarang kembali diaktifkan dalam ujian nasional, apa komentar Anda?
Sebenarnya pelajaran mengarang dari dulu sudah ada. Cuma dalam tes evaluasi tahap akhir nasional sejak tiga tahun yang lalu tidak muncul dalam Ebtanas. Sejak tahun ajaran 2002/2003, pelajaran mengarang dimunculkan kembali. Kemunculan kembali pengajaran mengarang ini sebagai ujian praktik dalam rangka menyongsong pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi. Dalam kurikulum itu, setiap pelajaran yang dipelajari siswa bukan saja harus dipahami secara teori, tetapi juga harus mempunyai kompetensi atau harus benar-benar memahami bidang terapannya. Nah, untuk itu, kembali pada bahasa Indonesia, bidang terapannya yang paling jelas adalah mengarang.

Apa keuntungan mengarang?
Jika orang mengatakan bahwa mengarang itu adalah pekerjaan merenung, sastra adalah hasil renungan, itulah citra yang terjadi berpuluh-puluh tahun ada dalam masyarakat. Ini karena masyarakat kita hanya ada beberapa persen yang memahami sastra. Karangan sebenarnya merupakan pengungkapan kehidupan nyata. Karena itu tidak benar kalau karangan itu hasil perenungan. Keuntungan karang-mengarang itu banyak. Misalnya, di perguruan tinggi seseorang harus menulis skripsi, lebih tinggi lagi menulis tesis, lalu disertasi. Orang yang saat sekolah kesulitan mengarang, lalu terbawa-bawa hingga keperguruan tinggi. Di sana ia akan setengah mampu kalau menyusun skripsi. Ini saya buktikan pada banyak mahasiswa. Banyak yang mengatakan sulit menulis skripsi.

Nah, ini artinya ia kesulitan karang-mengarang. Sebenarnya menulis skripsi itu paling mudah. Saya berpengalaman menulis skripsi walaupun hanya skripsi sarjana muda. Menulis skripsi itu sangat mudah karena bahannya tersedia dan teknik menulisnya juga ada. Pola-polanya sudah disediakan, tuangkan saja, kan banyak juga pembimbing. Menulis puisi, itu yang paling sulit. Bisakah saudara mendapatkan puisi dalam tiga bulan? Belum tentu. Kalau saya menargetkan skrispi itu dalam enam bulan, jika bahan sudah ada dan outline-nya disetujui, jangankan enam bulan, tiga bulan saja sudah selesai. Dulu skripsi saya diberi target tiga bulan, tapi dalam dua bulan sudah selesai.

Lantas bicara soal kualitas guru yang kurang memadai, apakah peningkatan finansial akan menggairahkan mereka?
Saya kira tidak selalu letaknya di sana. Gaji guru berapa kali naik? Di era otonomi daerah tunjangan guru lebih banyak sumbernya, misalnya dari daerah dapat, dan ada sumber lain. Musyawarah Guru Bidang Studi juga diadakan. Tetapi mutu guru tetap tidak meningkat. Memang ia jalan, namun hanya jalan di tempat. Jadi bukan soal uang. Kebanyakan bukan soal itu. Kecuali jika mau seperti imbauan pemerintah, jika saudara jadi guru terpaksa, itu sudah diketahui oleh pemerintah. Sekarang saudara sudah terjun ke sana. Cobalah saudara berdamai dengan profesi guru. Sama dengan orang dikawin paksa. Kalau mau dua atau tiga tahun tumbuh cinta antara keduanya, baguslah. Tetapi kalau sudah punya anak dan masih ada sekat yang sulit ditembus, pada akhirnya ia akan cerai. Baik itu cerai kamuflase atau cerai beneran.

Di sisi lain, Anda juga suka menulis puisi, apa keuntungannya?
Jawabannya, menulis puisi itu tidak punya arti apa-apa. Tetapi sebagai manusia, bagi saya, menulis puisi itu ada artinya. Sama saja, artinya jika manusia hanya mengurusi perut dan maunya enak tidur, itu artinya manusia itu tidak berevolusi. Manusia berevolusi itu bukan hanya fisiknya, namun juga mentalnya tahap budayanya juga berevolusi. Jika ada yang mengatakan, pak tidak ada gunanya menulis puisi, itu hanya klangenan. Jika ada yang mengatakan demikian, maka banyak hal di kebudayaan manusia ini tidak ada gunanya. Apa gunanya kesenian? Apa gunanya main layang-layang? Apa gunanya agama? Orang yang enggak beragama juga sehat-sehat, misalnya di Rusia zaman dulu, memang benar fisiknya sehat, namun bagaimana dengan jiwanya? Puisi adalah salah satu skrup yang mencirikan manusia adalah manusia. Itu hasil kebudayaan.

Dalam buku CD Louise diinterpretasikan tentang orang yang cacat fisik, maka untuk mengkompensasikannya mereka menulis puisi. Mengapa? Dengan menulis puisi-puisi mantra karena fisiknya tidak berjalan normal, mentalnya normal, maka puisi-puisinya memiliki tuah. Secara magis bisa dinikmati. Misalnya, panah-panah dibacakan puisi sebelum dipakai berburu. Sehingga apa yang diharapkan akan terjadi dalam kenyataan.

Lantas, pendapat Anda melihat perkembangan puisi saat ini?
Perkembangan puisi saat ini sangat kompleks. Ini beda jika dibandingkan awal saya menulis di Bali Post, karya-karya lebih seragam. Tema yang dipakai saat itu lebih banyak tema sosial atau filosofi kehidupan. Sedangkan sekarang, tema sosial memang ada, namun lebih mengarah ke protes. Struktur atau komposisi puisinya juga jauh lebih kaya dibandingkan dulu. Pada tahun 1970 hingga 1980-an puisinya masih konvensional, tidak jauh dari gaya puisi Angkatan 45. Sekarang rasanya hampir tidak dapat terdeteksi lagi.
Hanya Bali Post yang konsisten menerbitkan puisi.

Apakah ini mengkhawatirkan karena media lain tidak melakukan hal itu?
Ya, sebagai penulis puisi, itu memang kurang sehat, cukup mengkhawatirkan. Seharusnya semua media sekarang ini memberikan ruang pada itu.

Bagaimana dengan perkembangan puisi yang ditulis dalam bahasa Bali?
Sebelum ada putra Bali yang menerima hadiah Rancage, puisi-puisi berbahasa Bali yang dimuat di Bali Post memang kurang menggembirakan. Puisi hanya dipakai untuk menutup ruang kosong. Tetapi setelah sekitar delapan orang putra Bali yang menerima Rancage, pemuatan sastra Bali modern di Bali Post semakin bagus. Memang biasanya yang diprioritaskan yang berbahasa Indonesia, namun bagi saya itu tidak masalah, sama saja. Bahkan dulu ketika Saba Sastra Bali membuka ruangan di Bali Post, di sana spesial satu halaman untuk sastra Bali, baik cerita pendek, kajian dan puisi.

***

Anda akan tetap tinggal di Karangasem?
Saya ingat ketika pak Fuad Hasan menjadi Mendikbud, saya pernah meminta rekomendasi buku saya “Mengenal Bali Modern”. Lalu beliau menulis surat pada saya, “Dik Tusthi, saya tahu Karangasem, saya pernah berkunjung ke sana. Sebaiknya Anda tetap saja tinggal di Karangsem! Jangan berlatah-latah setiap penyair harus pindah ke Jakarta. Tinggallah di Karangasem, karena daerah itu kondusif, masih murni”.

Tetapi sebenarnya ada alasan lain, mengapa saya tidak pindah ke mana-mana. Karena saya guru, saya pikirkan masalah finansial. Dengan gaji seperti sekarang, saya bisa makan pasir di Denpasar! Kedua, saya ingat teori kreativitas. Di mana pun dia tinggal, dia akan tetap kreatif. Dalam biografinya Boris Pasternak, saat ia akan mapan sebagai pengarang, ia kembali ke desa. Dari sana ia mengarang. Saya lihat juga pengarang-pengarang yang lain. Misalnya seperti Umbu Landu Paranggi yang sekarang sangat membenci Yogya, katanya Malioboro sudah bukan Malioboro lagi. Bahkan Wianta juga kembali ke desanya. Jadi, di mana pun ia sebenarnya bisa berkreativitas. Ini bukan egonya seniman.

Anda guru dan juga seniman tulen, bagaimana upaya merangkum keduanya?
Saya rasanya bukan seniman tulen. Saya sedikit seniman palsu. Yang namanya ilham, namanya kreativitas, sering saya korbankan di meja kerja saya di sekolah. Ini contoh nyata, sekali waktu ketika saya mengerjakan tugas-tugas dinas, misalnya saya diobsesi oleh ilham untuk menulis cerpen saya segera menulis. Karena mencatatnya tidak suntuk dan saya masih tersita perhatian dengan tugas dinas, maka ketika saya lihat catatan itu kembali ilhamnya bisa hilang.

BIODATA
Nama : Nyoman Tusthi Eddy
Tempat/tgl lahir : Pidpid, Karangasem, 12 Desember 1945
Nama istri : Ni Nengah Wijani
Nama anak-anak : I Gede Agustina Adi Sumantri
Made Lily Hermayanthi
Ketut Budi Sastrawan
Putu Dedy Ariawan

Pekerjaan :
Kepala SMU Saraswati Amplapura
Asisten Dosen Universitas Mahasaraswati Denpasar Kelas Eksekutif di Amplapura/FKIP
Ketua Seksi Sastra Nasional Listibiya Kabupaten Karangasem
Penulis puisi, cerpen, esai, artikel dan resensi buku di Bali Post, Suara Karya, Kompas, Horison, Basis, Warta Hindu Dhrama, Sarad dan sejumlah media lainnya.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati