Sabtu, 11 September 2010

Abdul Hadi W. M., Belajar dari Kisah Burung Botak

Dewi Sri Utami
http://www.gatra.com/

SEBUAH ruang dosen Universitas Paramadina Mulya, di Gedung Bidakara, kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa sore pekan lalu tampak sesak. Paket-paket dalam kardus besar memenuhi ruangan seluas 6 x 5 meter. Di tepi tumpukan kardus, tampak pria setengah baya sedang duduk sambil membaca buku Hikmah dari Timur, karya Idries Shah.

Pembawaannya sederhana, dan tenang. Jari-jemarinya tak pernah berhenti memainkan batang rokok yang sesekali diisapnya. Setiap kali habis, ia sambung dengan menyulut batang rokok berikutnya.

Abdul Hadi Wiji Muthari, penyair yang pernah menobatkan dirinya sebagai wakil presiden penyair Indonesia itu, hanya tersenyum sejenak ketika diminta bercerita tentang kiprahnya sebagai penyair. ”Ah, itu masa lalu saya yang tak perlu digembar-gemborkan lagi,” katanya merendah.

Lebih dari 10 tahun memang, Abdul Hadi WM –demikian nama populernya– sudah tak aktif membaca dan menulis puisi. Saat ini, ia lebih banyak berkutat dengan buku-buku yang berhubungan dengan sastra, agama, dan juga penelitian. Abdul Hadi telah mengabdikan dirinya sebagai dosen di beberapa universitas, termasuk Paramadina Mulya. Di sini ia mengajar mata kuliah falsafah dan agama serta ilmu agama Islam.

”Sepulang dari Malaysia, 1997, saya terjun di dunia akademisi dan jadi ilmuwan,” katanya. Pilihan tersebut merupakan putusan yang cukup berat bagi pria kelahiran Sumenep, Madura, 24 Juni, 55 lima tahun lalu ini. ”Saya salut pada teman-teman yang punya naluri seni kuat, hidup dalam tradisi dan kreativitas,” katanya.

Menurut pengakuannya, menulis puisi makin hari justru kian sulit. ”Kalau nggak penting-penting amat, saya males nulis puisi,” kata peraih Hadiah Sastra untuk Puisi Terbaik majalah Horison pada 1969 ini. Setiap ada ide dan pemikiran di benaknya untuk membuat puisi, selalu saja didahului penyair lain. Abdul Hadi enggan menulis puisi dengan tema sama. ”Sekarang makin sulit mencari tema yang spesifik,” ia menambahkan. Sebab, setiap sudut kehidupan sudah tersoroti oleh karya penyair lain.

Abdul Hadi tak pernah menyesali putusannya, karena pilihan jalur yang diambilnya punya manfaat lebih. ”Dampaknya, lebih banyak waktu untuk membaca dan tak tenggelam dalam dunia penulisan,” katanya. Tak mengherankan jika hampir setiap tahun ia menulis buku sastra bernapaskan Islam.

Di dunia sastra, Abdul Hadi cukup dikenal sebagai salah satu pendukung kebangkitan sastra yang memperhatikan dunia Islam pada awal 1970-an, bersama sastrawan lain, seperti Kuntowijoyo, Sutardji Calzoum Bachri, dan Danarto. Dan pada 1980-an, secara terbuka ia sudah menganjurkan tentang sastra bercorak sufi atau transendental.

Sufi dinilainya sebagai kekayaan khazanah sastra yang merupakan warisan sangat berharga dalam sastra Melayu di zaman Islam. ”Kalau tak dipelihara dan dikembangkan, akan lenyap dari sejarah,” ujarnya. Dalam pandangannya, sastra sufi punya peran ganda: sebagai pembangkit kesusastraan serta sebagai jembatan antara tradisi dan kehidupan masyarakat kosmopolitan.

Abdul Hadi mengaku telah menemukan pencerahan lewat ajaran sastra sufi. ”Hidup beragama saya tidak kering, dan saya menemukan diri saya yang hilang,” katanya. Hidupnya terasa menjadi lebih berwarna, ketika kehidupan beragamanya didukung dengan membaca sastra, dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. ”Karya sastra sufi tidak hanya mengungkap masalah kerohanian atau cinta transendental,” tuturnya.

Banyak hal yang bisa diambil, karena beberapa karya sastra sufi mengandung kritik sosial, serta memberikan contoh kehidupan individu dan masyarakat. Kisah burung beo yang dicukur gundul dalam Matsnawi, karya Rumi, merupakan salah satu cerita yang disukainya. Ceritanya sebagai berikut:

Diceritakan seorang pedagang memiliki burung beo yang pandai bicara. Suatu hari tuannya pergi untuk salat lohor. Burung itu disuruh menjagai kedai. Karena merasa bebas, si burung bermain sesuka hati dan menumpahkan botol minyak goreng hingga pecah. Sebagai ganjaran, kepala burung beo dicukur sampai gundul. Keesokan harinya, si beo melihat profesor botak melintas di depan kedai majikannya. Merasa menemukan teman senasib, burung beo berteriak, ”Hai Kawan Gundul, mengapa kepala tuan botak? Apakah tuan menumpahkan minyak goreng seperti saya?”

Penggalan cerita itu, menurut Abdul Hadi, menggambarkan sikap orang yang suka meniru orang lain, tanpa tahu inti persoalannya. ”Seperti orang sekarang yang selalu melihat ilmu dari segi lahirnya semata-mata,” katanya.

Pandangan, tafsiran, dan penyikapan terhadap sastra sufi telah mengantarkan Abdul Hadi sebagai sastrawan sufi yang intens di jalurnya. Ia pun mulai mengulas sastra sufi asli Indonesia, seperti pemikiran Hamzah Fansuri dan Sunan Bonang. Saking bangganya pada karya sastra Indonesia asli, Abdul Hadi mengangkat pemikiran Hamzah Fansuri sebagai tesis S-3-nya di Universiti Sains Malaysia.

Keseriusan Abdul Hadi mendalami dunia sastra sudah dilakoni sejak usia belia. Sulung dari empat bersaudara pasangan K. Abu Muthar dan R.A. Martiya ini sering mendengarkan saat kakeknya membaca macapat, suluk, atau hikayat Nabi Muhammad. ”Saya mulai mengikuti dengan membaca buku-buku Al-Ghazali,” ujarnya.

Di samping menggeluti sastra, darah seni sang ayah juga menurun padanya. Ayahnya –saudagar yang sering berdagang emas– biasa menghabiskan waktu dengan melukis, bermain musik, dan nanggap wayang di rumah, usai berniaga di beberapa kota di Pulau Jawa. ”Pendalaman seni dan budaya saya makin bertambah sejak mengikuti kegiatan Ayah,” katanya.

Sayangnya, bakat dagang pria keturunan Cina ini kurang begitu menonjol dibandingkan dengan saudara-saudaranya. ”Seni dan sastra sudah menjadi jalan saya,” kata peraih Anugerah Seni Pemerintah RI pada 1979 itu.

Sebagai konsekuensi, sepanjang hidupnya diwarnai segala hal yang berhubungan dengan sastra. Menulis puisi dan buku sastra, mengikuti berbagai seminar sastra sebagai pembicara, dan sesekali menjadi partisipan festival puisi internasional.

Selama mendalami sastra, lulusan Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ini merasakan ketertinggalan dunia sastra di Indonesia. Terlebih ketika ia menimba ilmu di Pusat Pengkajian Ilmu Kemanusiaan, Universiti Sains Malaysia, selama empat tahun (1992-1996). ”Saya begitu kagum melihat anak SD terbiasa baca-tulis karya sastra,” tuturnya.

Dari sanalah ia merasa perlu melakukan pembenahan pengajaran sastra di sekolah. Pendidikan sastra di Indonesia dinilai sangat minim. ”Selama ini, siswa hanya hafal nama pengarang dan judul bukunya, tanpa memahami isinya,” katanya. Pengajaran sastra tentang kajian teks lama dan baru, menurut dia, harus diperbarui.

Demikian halnya pemupukan jurusan bahasa harus dimulai sejak anak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sebagai pendorong, ia berharap, beasiswa untuk bidang sastra diperbanyak.

Dalam pandangannya, sastra di Indonesia masih dalam tahap teori, bukan pada tahap penafsiran. Akibatnya, sastra Indonesia tidak berkembang. Sebaliknya, jika banyak penafsir, katanya, perkembangan sastra akan mendukung kemajuan perekonomian bangsa. ”Ibaratnya, kita bisa jual karya sastra dan seni khas sendiri, tanpa harus mencontek negara lain,” ia menjelaskan.

Dalam kehidupan keluarga, ayah dari Gayatri Wedotami, 22 tahun, Dian Kuswandini, 18 tahun, dan Ayusha Ayutthaya, 16 tahun, ini tak pernah memaksa ketiga putrinya mengikuti jejaknya di dunia sastra. ”Biar mereka memilih jalur sendiri,” kata pria yang masih aktif di Lembaga Sensor Film ini.

Tapi, urusan kebiasaan membaca sudah diterapkan sejak putrinya masih duduk di taman kanak-kanak. ”Saya beri mereka bahan bacaan segala macam,” katanya. Di rumahnya, Vila Mahkota Pesona, Jatiasih, Bogor, tersimpan ratusan koleksi buku karya sastra yang ia jadikan bahan acuan.

Istrinya, Tedjawati, 50 tahun, juga mempunyai minat di dunia seni. ”Bedanya, istri saya lebih suka melukis,” kata Ketua Dewan Kurator Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal ini. Satu hal yang masih menjadi obsesi Abdul Hadi adalah menjadikan karya sastra sebagai komoditas. Seperti Prancis yang bisa menjual situs seni dan sastra sebagai komoditas wisatanya.

[Gatra Nomor 41 Beredar 27 Agustus 2001]

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati