Jumat, 25 Juni 2010

STA, Perangkum Semua Kebudayaan

Aulia A Muhammad
http://suaramerdeka.com/

INDONESIA hari ini, juga Indonesia akan datang, tidak dibangun dalam satu hari, juga tidak oleh satu orang. Meski, untuk peletak dasar kebudayaan, ada satu orang yang namanya tak mungkin dihapuskan. Dialah Sutan Takdir Alisjahbana, yang namanya biasa disingkat STA.

Takdirlah yang dengan serius memikirkan kebudayaan Indonesia. Tak hanya melalui Polemik Kebudayaan –yang sampai kini masih acap dibicarakan- dan Majalah Pujangga Baru yang semua dia garap dengan sangat serius, tapi juga upayanya menjadikan bahasa Indonesia menjadi sebuah bahasa modern.

Bagi Takdir, bahasa bukanlah semata alat untuk berpikir. Bahasa adalah pikiran itu sendiri.

Dan modernisasi adalah kunci dari pemikiran Takdir, yang sering diidentikkan orang dengan pembaratan. Padahal, Takdir memaksudkan itu sebagai adopsi rasionalitas. Dan itulah yang terus ia pertahankan mulai Polemik Kebudayaan, sampai di akhir masa hidupnya.

“Perdebatan ketika itu adalah mengenai perbedaan antara yang saya namakan kebudayaan progresif –penguasaan ilmu dan ekonomi yang melahirkan teknologi-dan kebudayaan ekspresif –kebudayaan tradisional yang dikuasai nilai agama dan seni. Yang pertama berdasarkan kerasionalan berpikir, yang kedua berdasarkan intuisi, dan imajinasi,” terangnya di tahun 1986.

“Perbedaan kedua hal itu amat besar. Seperti perbedaan antara kebudayaan Indonesia dan pra-Indonesia. Zaman Islam dan zaman Jahiliyah,” tambahnya di tulisan yang lain.

Sebelumnya di tahun 1985, saat dia berumur 77 tahun, dengan marah Takdir menyerang pihak yang masih merindukan kebudayaan lama atau daerah, sewaktu seminar di Bali. “Kebudayaan lama adalah kebudayaan pramodern yang sama sekali ta pernah menghasilkan teknologi.” Bagi Takdir, kebudayaan adalah totalitas agama, ilmu dan teknologi. “Kebudayaan pramodern, irrelevant dengan totalitas itu,” kecamnya.

Guru yang Ganas

“Sewaktu lahir, Takdir tak menangis, tapi langsung berdebat.” Begitulah kelakar teman-teman masa mudanya, menggambarkan betapa acapnya tokoh satu ini mendebatkan banyak soal.

Lahir di Natal Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, 11 Februari 1908, Takdir mengaku berdarah campuran.

“Ayah saya berdarah Jawa, namanya Raden Alisjahbana, gelar Sutan Arbi. Gelar Raden itu diakui Kesultanan Yogyakarta, dan ayahlah yang pernah diminta memata-matai kegiatan Sentot Alibasjah di Bengkulu. Dari jurusan darah ini, saya memang orang campuran,” akunya sambil bergelak pada Tempo.

Ayah Takdir seorang guru, dan Takdir mewarisi bakat itu. Setelah menamatkan sekolah di HIS Bengkulu (1921) dan melanjutkan ke Kweekschool, Bukittinggi, Lahat, Muaraenim (1925) dia mulai mengajar. Tapi bakat yang diturunkan ayahnya ternyata tak cuma menjadi guru, juga suka bermain bola, berdebat, dan ini yang paling parah, pemberang. Tak heran, dia acap mengamuk mengamati kebodohan murid-muridnya.

“Sering betul saya menampar murid-murid. Suatu hari, saya malah menampar seluruh kelas,” kenangnya.

Peristiwa itu berlanjut. Seorang murid melaporkan peristiwa itu, dan nama Takdir tercantum dalam sebuah liputan di koran Pertja Selatan, dengan berita panas, “Guru yang Ganas”.

Mungkin karena itu Takdir terbang ke Jakarta, melamar menjadi redaktur di majalah Panji Poestaka, tapi ia malah diterima di bagian penerbitan buku. Di Jakarta ini dia masih melanjutkan sekolahnya di Hogere Hoofdacte Curcus (1933), dan melahirkan roman pertamanya, Dian yang tak Kunjung Padam, dan dilanjutkan dengan Layar Terkembang.

Kariernya melesat karena redaktur Panji Poestaka Adinegoro pindah ke Medan. Takdir menggantikannya, dan melesatkan projek “Gerakan Sastra Baru” pada tahun 1933. Gerakan ini membuat dia akrab dengan sastrawan kondang masa itu, Armijn Pane dan Amir Hamzah.

Takdir kemudian berkenalan dengan A Dahleer, seorang Belanda pemilik percetakan Kolf. Lewat percetakan itulah Poejangga Baru pertama kali terbit, yang kemudian Takdir terbitkan sendiri.

“Meskipun pembaca Majalah itu tidak banyak, tapi pengaruhnya besar sekali. Banyak ahli yang menyumbangkan tulisan, di antaranya Prof Husein Djajadiningrat, Maria Ulfah Santoso, Amir Sjarifuddin, Mr Sumanang, dan Poerwadarminta. Ada sekitar 20 orang intelektual Indonesia yang menjadi inti gerakan itu,” kenangnya.

Tenggelam dalam Bahasa

Ketika Jepang masuk Indonesia, Takdir masih sempat menamatkan sekolahnya di Rechtshogeschool dan Leeterkundige Fakulteit Jakarta (1942). Dan ketika Jepang mendirikan Komisi Bahasa Indonesia, Takdir pegang peranan penting.

“Saya diangkat jadi Sekretaris Ahli. Sekretaris sesungguhnya adalah Mr Soewandi,” jelasnya. Namun, sejarah mencatat, Takdirlah yang kemudian menjadi napas Lembaga itu, terutama saat Lembaga itu berubah menjadi Kantor Bahasa, dia mengetuainya. Dan Takdir memulai kerja, menyeragamkan istilah-istilah yang dipakai di sekolah-sekolah.

“Kami berhasil menghimpun lebih dari 400 ribu istilah dalam bahasa Indonesia,” ucapnya bangga.

Di masa Jepang ini, dia pun melahirkan novel Anak Perawan di Sarang Penyamun.

Di era kemerdekaan, Takdir kemudian mendirikan Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (YMIK) dan Universitas Nasional, dan menjadi rektornya. Dia menjadi penganjur yang tak kenal lelah untuk usaha modernisasi, menganjurkan penerjemaan karya-karya asing secara sistematis dan berkualitas. Ia pun mendirikan lembaga penerjemahan di Universitas Nasional.

“Semua kebudayaan dunia adalah kebudayaan saya,” jelasnya, saat ditanya kenapa dia begitu getol menerjemahkan berbagai karya sastra dunia. Namun, ia mengaku kecewa dengan kualitas penguasaan bahasa Indonesia.

“Saya kecewa. Ini menunjukkan bahwa bahasa yang pernah menggetarkan dunia linguistik ini, dengan kesanggupan memersatukan 13 ribu pulau, masih saja jadi bahasa yang terbelakang, belum modern, belum menjadi pintu ilmu dan teknologi,” keluh suami tiga istri, dan bapak sembilan anak ini, selain lima novel dan beberapa karya ilmiah.

Obsesi Takdir adalah menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Ia memberian gambaran bahwa Malaysia, Brunai, Singapura dan sebagian Philipina adalah pemakai bahasa Melayu. Karena itu, dengan kerja sama dan pengertian yang baik, Takdir percaya, keempat negara itu akan mampu mewujudkan bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar di Asia Tenggara.

Sayang, obsesi si perangkum semua kebudayaan itu tak pernah terwujud, sampai ia menutup mata 15 Juli 1995, di usia 87 tahun. Bahkan, sampai kini, enam tahun setelah kepergiannya itu, tak ada pewaris obsesinya yang masih mau mengumandangkan cita-cita itu.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati