Kamis, 11 Maret 2010

Nyai Ontosoroh: Hikayat Perlawanan Sanikem

dari novel BUMI MANUSIA karya Pramoedya Ananta Toer
Rakhmat Giryadi
http://teaterapakah.blogspot.com/

BABAK I

Setting : Dekat Pabrik Gula Tulangan

ADEGAN 1
Orang-orang sedang bekerja, hilir mudik, membawa karung-karung (gula) dan juga batangan tebu dengan geledekan. Mereka bertelanjang dada. Tubuhnya hitam. Ada yang kekar. Tetapi ada juga yang kurus kering.

ADEGAN 2
Seorang Juragan (Mandor), dikawal oleh dua budaknya. Dengan berkacak pinggang, Mandor itu menuding-nuding, bahkan terkadang menendang para budak. Sementara di tempat yang berbeda anak-anak perempuan yang masih remaja, berlarian. Ibunya, mengikuti dengan isak tangisnya. Seorang laki-laki dengan kasar menangkap satu di antara mereka yang melarikan diri. Anak itu meronta-ronta. Tak ada yang berani melawan. Mereka hanya bisa menyaksikan dengan sedih. Laki-laki kasar itu itu menyerahkan anak itu kepada seorang Mandor. Dengan imbalan seketip dua ketip, mereka melepaskan anak itu dibawa Mandor, entah kemana?

ADEGAN 3
Upacara menjadi dewasa. Sanikem meronta-ronta, ketika Sastrotomo, menyeretnya.

1. Sastrotomo
(Menyeret Sanikem) Kamu sekarang sudah dewasa, sudah saatnya nasibmu berubah. Hari ini akan datang orang yang membawa nasibmu lebih baik dari sekarang. Maka bersucilah, agar kemelaratanmu menjadi cambuk masa depanmu.

Ibunya Sanikem hanya bisa tersedu. Ia menggayung air bercampur bunga tujuh macam, dari genthong. Sanikem diam terpaku ketika air bunga tujuh macam mulai membasahi tubuhnya.

2. Sanikem
Sejak saat itu, nama Sanikem, sedikit-demi sedikit luntur oleh kemauan keras orang tuanya.

Dua orang datang membawa pakaian dan tikar pandan. Sanikem telah berganti ujud menjadi perawan. Kemudian dia tidur terlentang di atas tikar pandan. Ibunya kemudian melangkahinya tiga kali.

3. Istri Sastrotomo
Tabahkan hatimu, Nak. Usiamu sudah 14 tahun. Kau sudah haid. Tidak baik kau dikatakan perawan kaseb. Maka relakan hari mudamu ini.
4. Sanikem
Betul, saya sudah dewasa, tetapi saya punya hak untuk menentukan pilihan.

5. Sastrotomo
Tak ada kata pilihan! Pemuda-pemuda melarat dan kampungan, tak patut untuk dipilih. Yang ada sekarang kau dipilih untuk menjadi istri seorang yang kaya raya. Siapapun orangnya!

Sastrotomo menyeret Sanikem. Sanikem meronta. Ibunya membuntut dengan hati yang meronta. Ia membawa sekopor pakaian anaknya yang kumal. Sementara di tempat lain para budak menerima upah, Sastrotomo muncul dengan hati riang. Di belakangnya ada Sanikem. Ibunya yang kelihatan renta, hanya bisa tertunduk lesu meratapi nasib anaknya. Di sudut lain, Tuan Besar Mellema berdiri tegak, angkuh dan sombong.

6. Sastrotomo
Betul, saya akan jadi Juru Bayar, Tuan? Ah, saya senang sekali. Juru Bayar adalah pekerjaan yang sudah sayaimpikan bertahun-tahun. Bertahun-tahun! Sebagai penggantinya, terimalah persembahan saya. Ini anak saya, Tuan Besar Mellema. Terimalah. (Kepada Sanikem) Sanikem, mendekatlah, Nak. Dia adalah Tuan Besar.

7. Istri Sastrotomo
Jangan, Pak, jangan! Kenapa Ikem, kau serahkan kepada laki-laki raksasa itu? Oh, Pak, Pak. Kenapa kau tega, Pak?

8. Tuan Besar Mellema
Jadi ini anakmu? Bagus, bagus. Kowe, pintar… (Tertawa).

Tuan Besar Mellema pergi bersama dua pengawalnya, membawa Sanikem tanpa perlawanan. Sementara Istri Sastrotomo, terisak melihat anaknya dibawa Tuan Besar Mellema.

9. Sastrotomo
(Tertawa girang) Akhirnya saya jadi Juru Bayar!

10. Istri Sastrotomo
Sampeyan menjadi Juru Bayar, tetepi sampeyan harus membayar mahal, dengan mengorbankan masa depan Sanikem. Dia darah daging kita. Tetapi sampeyan tega menjual untuk menjadi gundik, demi ambisi sampeyan, Pak.

11. Sastrotomo
Kamu jangan banyak omong. Saya telah memperjuangkan anak saya untuk menjadi wanita terhormat. Istri Tuan Besar. Tuan Besar di Tulangan yang sangat kaya raya dan terhormat. Sanikem akan terhormat. Dan kita akan terhormat, karena Sanikem akan menjadi kaya raya dan tidak menjadi gelandangan bersama pemuda-pemuda kampung yang tidak berpendidikan.

12. Istri Sastrotomo
Buat apa harta benda, kalau hatinya terpenjara. Hidupnya terkerangkeng dalam genggaman, seorang laki-laki. Kita sudah kehilangan segalanya, Pak. Kamu lebih memilih sekeping Golden dan jabatan palsu. Tetapi sampeyan telah mengorbankan segalanya yang telah kita miliki dan telah kita rawat bertahun-tahun.

Anak-anak kampung yang dengan tulus memberikan cintanya, tetapi sampeyan tolak. Sementara dia yang datang dengan membawa segerobak kepalsuan sampeyan terima dengan tangan terbuka. Sampeyan telah mengadu nasib itu menjadi tidak menentu, Pak…

13. Sastrotomo
Diamlah. Saya punya rencana lain untuk Ikem. Rencana ini pasti akan mengubah hidup kita. Dan tidak ada urusannya dengan lamaran pemuda-pemuda kampung yang pada gudhikan itu. Apa mau kamu hidup melarat, dan hanya mengandalkan dari penghasilan saya sebagai Juru Tulis? Saya ini, sebentar lagi akan naik pangkat jadi Juru Bayar. Kedudukan yang lebih tinggi dari sekedar Juru Tulis. Jabatan lebih tinggi akan lebih memudahkan segala urusan. Apalagi Juru Bayar.

Ikem telah mendapatkan laki-laki yang pantas. Mulai saat ini Sanikem tidak boleh keluar rumah. Tidak boleh memandang ke laki-laki yang berkeliaran dan tidak jelas itu. Ah, saya senang sekali. Juru Bayar adalah pekerjaan yang sudah saya impikan bertahun-tahun. Bertahun-tahun!

Hehe..he..he..Juru Bayar. Saya akan jadi Juru Bayar. Semua orang di Pabrik Gula itu akan tunggu saya berderet-deret. Harus tunggu uang dari tangan saya. He..he…he..Saya akan jadi kasir. Bertumpuk-tumpuk uang di jari-jari saya. Semua orang akan berurusan dengan saya, Si Juru Bayar! Mereka harus datang ke saya. Harus ambil uang dari tangan saya dengan membubuhkan cap jempol. Para buruh, pedagang, akan bungkuk-bungkuk di depan saya. Tuan Totok, Peranakan, akan beri tabik pada saya. Guratan pena saya berarti uang. Saya akan masuk golongan penguasa di pabrik. Mereka harus dengar kata-kata saya : ‘Hei! Tunggu kau, disitu! Tunggu kau, disitu! He..he…Kalian akan berderet antri tunggu uang dari tangan saya…!’

Kemarilah istriku. Kau harus ikut senang, suamimu ini akan jadi Juru Bayar! Berpakaianlah yang pantas, selayaknya istri orang terpandang. Kamu jangan bersedih. Ikem akan lebih terhormat kawin dengan laki-laki kaya. Dia akan menghuni rumah besar. Kita bisa diundang ke sana sewaktu-waktu. Ayo istriku kita songsong kehidupan yang lebih baik.

Istri Sastrotomo terpaku. Ligting meremang. Out Stage. Disudut lain, Mellema sedang memandang Sanikem yang bongsor dan kelihatan cantik. Beberapa pembantu jalan jongkok, menyediakan minum dan buah-buahan. Sanikem hanya berdiri terpaku di pojok ruang, Tuan Besar Mellema.

14. Tuan Besar Mellema
Kowe sudah 14. Kowe sudah besar dan cantik, seperti bunga di Tulangan atau seperti mawar dari Surabaya. Kowe jangan takut dengan saya. (Kepada Sastrotomo). Sastrotomo! Ini berisi 25 golden. Kelak, setelah kowe lulus dalam pemagangan selama dua tahun, kowe akan jadi Juru Bayar.

15. Sastrotomo
(On stage) Terimakasih Tuan Besar. Saya jamin Ikem sangat penurut. (Kepada Sanikem) Ikem anggap saja ini rumahmu yang baru. Kau tidak boleh keluar rumah ini tanpa ijin Tuan Besar Kuasa. Kau juga tidak boleh kembali ke rumah tanpa seijin Tuan dan seijin Bapakmu.

Sastrotomo meninggalkan panggung. Lighting meremang biru. Tirai menurun pelan-pelan. Percintaan di balik tirai. Dua penari karonsih/tayub menari dengan lembut. Tetapi isak tangis jelas terdengar dari ibu Sanikem. Lighting semakin temaram. Penari karonsih menghilang di balik tirai. Di sudut yang lain, Nyai Ontosoroh berdiri kokoh.

16. Nyai Ontosoroh
Kini, Sanikem telah lenyap. Hilang untuk selama-lamanya. Sekarang, saya adalah Nyai Boerderij Buiternzorg. Orang-orang memanggil saya Nyai Ontosoroh. Hidup menjadi Nyai terlalu sulit. Dia Cuma seorang budak belian yang kewajibannya hanya memuaskan tuannya. Dalam segala hal!

Sewaktu-waktu Nyai harus siap dengan kemungkinan Tuannya sudah mersa bosan, untuk dicampakan kembali, menjadi kere, tanpa hak perlawanan sedikitpun. Salah-salah, bisa badan diusir dengan semu anak-anaknya sendiri. Atau bahkan dengan tangan kosong. Ya, mereka telah membikin saya jadi Nyai begini. Maka saya harus jadi Nyai, jadi budak belian yang baik, Nyai yang sebaik-baiknya.

Mang, Mbok, ke sini kalian semua. (4 pelayan laki-laki dan 3 pelayan perempuan on stage). Dengar mulai saat ini kalian tidak usah kerja di sini. Kalian pasti sudah tahu saya adalah Nyai rumah ini sekarang. Saya tidak ingin ada saksi atas kehidupan saya sebagai Nyai di rumah ini. Kalian lebih berharga dari pada saya. Kalian kerja di sini, sedangkan saya, hina dina tanpa harga, tanpa kemauan sendiri berada di rumah ini.

Semua pekerjaan rumah biar saya kerjakan sendiri. Tetapi jangan kuatir, kalian akan pergi dengan membawa bekal. Lagi pula, di lain tempat pasti kalian akan bisa memburuh atau apa saja, karena kalian merdeka. Kecuali kau Darsam, tetaplah di sini. Jagalah saya!

Baiklah kalian berkemas, beresi barang-barang kalian. Kau Darsam, siapkan bekal secukupnya buat mereka.

Mereka out stage. Tuan Mellema on stage.

17. Tuan Besar Mellema
Nyai, kenapa kau mengusir semua Bujang dan Mbok? Pekerja-pekerja itu harus disewa untuk menjalakan usaha susu ternak rumah ini. Mulai saat ini kaupun harus mulai mengurusi semua urusan usaha. Satu hal yang harus kau ingat, majikan mereka adalah penghidupan mereka. Majikan penghidupan mereka adalah kau! Jadi kau harus jadi majikan yang baik, yang tahu bagaimana mengurus pekerjaannya.

Nyai, bacalah majalah-majalah itu selalu. Juga buku-buku itu akan membawamu kepada dunia yang maha luas. Dengan begitupun, bahasa melayu dan Belandamu akan terus maju dan Nyai akan semakin menguasai berbagai bidang dan pengetahuan.

18. Nyai Ontosoroh
Ya, saya akan menjalankan semua tugas sebaik-baiknya. Akan saya kerahkan seluruh tenaga dan perasaan yang ada di diri saya untuk Tuan. Sebaik-baiknya. Karena itulah tugas saya, sebagai Nyai Tuan. Apakah wanita Eropa diajar sebagaimana saya diajar sekarang ini, Tuan? Sudahkan saya seperti wanita Belanda?

19. Tuan Besar Mellema
Ha..ha..ha..tak mungkin kau seperti wanita Belanda. Juga tidak perlu. Kau cukup seperti sekarang. Kau lebih mampu dari rata-rata mereka, apalagi yang peranakan. Kau lebih cerdas dan lebih baik dari mereka semua. Tapi kau juga harus selalu kelihatan cantik, Nyai. Muka yang kusut dan pakaian yang berantakan juga pencerminan perusahaan yang kusut dan berantakan….

Darsam, masuk panggung (on stage) bersama Sastrotomo dan Istrinya datang dengan berjalan jongkok.

20. Darsam
Tuan, maaf Tuan, ada orang tua Nyai datang, Tuan. Mereka menunggu di depan.

21. Nyai Ontosoroh
Katakan kepada mereka, bahwa Sanikem tidak ada sekarang.

22. Tuan Besar Mellema
Temuilah…

23. Nyai Ontosoroh
Kalau saya menemuinya, berarti Tuan telah mengembalikan saya kepada pemiliknya semula. Apakah saya harus pergi dari sini? Bakal jadi apa kalau saya tidak sanggup bersikap keras. Luka terhadap kebanggaan dan harga diri tak jua mau menghilang. Bila teringat kembali bagaimana terhinannya saya dijual kepada Tuan. Saya tak mampu mengampuni kerakusan Ayah saya dan kelemahan Ibu saya. Sekali dalam hidup kita meski menentukan sikap. Sudahlah, biar semua putus sudah terhadap masa lalu. Itu sudah sebaik-baiknya yang saya bisa lakukan. Suruh mereka pulang atau Tuan akan kehilangan sapi-sapi dan pabrik susu itu…? Saya telah menjadi telor yang jatuh dari petarangan. Pecah. Bukan telor yang salah.

24. Tuan Besar Mellema
(Pause) Kau terlalu keras Nyai…Temui Ayahmu!

25. Nyai Ontosoroh
Saya memang ada ayah, dulu. Sekarang tidak. Kalau dia bukan tamu Tuan, sudah saya usir!

26. Tuan Besar Mellema
Jangan…!(Memberi kode pada Darsam). Darsam beritahu mereka…

27. Darsam
Nyai bilang…Di rumah ini tidak ada orang bernama Sanikem. Pergilah!

Suasana hening. Sastrotomo dan istinya beringsut pergi. Wajahnya penuh duka. Sastrotomo beringsut terus, seperti menapaki nasibnya yang tak berujung.

ADEGAN 4
Orang-orang sedang mengusung karung. Ada juga yang mengusungnya dengan gledekan. Suasana begitu sibuk. Nyai Ontosoroh, Tuan Besar Mellema, Annelise, Robert Mellema, dan Darsam, seperti bersiap-siap hendak mau pergi.

28. Nyai Ontosoroh
Kami harus pindah ke Wonokromo, karena kontrak perusahaan gula tidak memperpanjang jabatan Tuan Besar. Kami pindah ke Surabaya. TB Mellema membeli tanah luas di Wonokromo, penuh semak belukar dan dekat rumpun-rumpun hutan muda. Sapi yang dibeli dari Australia dipindahkan kemari.

Segala yang saya pelajari selama hidup bersama TB Mellema, telah sedikit mengembalikan harga diri saya. Tetapi sikap saya tetap, mempersiapkan diri untuk tidak akan lagi tergantung pada siapapun. Tentu saja sangat berlebihan seorang perempuan Jawa bicara tentang harga diri, apalagi, orang seperti saya yang masih begitu muda untuk berkeluarga.

Begitulah akhirnya saya mengerti, saya tidak tergantung pada TB Mellema. Sebaliknya dia sangat tergantung pada saya. Saya telah bisa mengambil sikap untuk ikut menentukan perkara. Tuan tidak pernah menolak. Bahkan ia sangat memaksa saya untuk terus belajar. Dalam hal ini ia seorang guru yang keras tetapi baik, saya seorang murid yang taat dan juga baik. Saya tahu, apa yang diajarkan oleh TB Mellema kelak akan berguna bagi diri saya dan anak-anak saya, kalau TB pulang ke Nederland.

Para buruh bergerak bersama-sama, mengikuti tuan mereka. Mereka membawa barang-barang pindahan. Darsam berjalan di depan. Musik. Lighting fide out.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati