Sabtu, 27 Februari 2010

POTRET SOSIAL DALAM PENGAMATAN CERPENIS

Maman S. Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/

Ketika saluran komunikasi mengalami hambatan, dialog konstruktif tak lagi jalan, kritik diterima sebagai hasutan, dan kontrol sosial dianggap pemberontakan, maka sastra (di dalamnya tentu saja termasuk cerpen) sering kali dijadikan sebagai pilihan; alternatif untuk memainkan peran-peran itu. Kebolehjadian, keserbamungkinan, dan kesadaran estetik dengan dalih hendak mengusung licentia poetica kemudian menjadi alat guna menyembunyikan sikap ideologis atau amanat sosialnya.

Demikianlah, dengan cara itu, kritik sosial atau bahkan caci-maki yang setajam apapun, dapat terterima sebagai sentuhan moral yang bersifat universal. Ia tidak akan diperlakukan sebagai berita hasutan atau provokasi murahan. Ia seolah-olah mengangkat peristiwa tertentu yang mungkin ada, mungkin juga tidak ada, atau sekadar rekaan. Boleh jadi ia akan dipandang sebagai peristiwa orang lain yang mungkin sama sekali tidak berkaitan dengan diri kita. Boleh jadi pula ia memantul dan kemudian menjadi bahan introspeksi. Bahwa ia menumbuhkan kepekaan sosial, meningkatkan moral kemanusiaan, atau mempertajam daya kritis dalam menyikapi kehidupan di sekitar kita, tentu saja itu sangat mungkin terjadi, lantaran memang itu pula yang menjadi tujuannya. Tetapi, jika pun tidak, ya tidak apa-apa, lantaran ia sekadar tawaran yang bersifat arbitrer; mana suka dan tak ada hubungan wajib.

Begitulah, dengan kemasan estetik, sastra dapat memainkan peran apapun. Atas nama estetika pula, sastra dapat leluasa masuk ke wilayah-wilayah yang rawan sekalipun. Maka, persoalannya tinggal bergantung kepada kepiawaian sastrawan itu sendiri untuk menyiasati sesuatu yang menjadi muatan ideologisnya. Tanpa kepiawaian itu, ia akan condong tergelincir pada eksplisitas atau yang lazim disebut sastra propaganda.
***

Konon, sastra bukanlah sekadar ekspresi gagasan imajinatif belaka. Ia juga bukan cuma catatan atau rekaman sebuah peristiwa an sich. Sastra justru menyajikan sebuah dunia yang di dalamnya menyelusup wawasan, intelektualitas, tanggapan, sikap, ideologi, dan harapan-harapan yang mungkin hendak ditawarkan sastrawan. Sadar atau tidak sadar, sastrawan tidak dapat melepaskan dirinya dari berbagai pengaruh yang berkaitan dengan dunia yang melatarbelakanginya dan kondisi sosio-kultural yang melingkarinya. Segala macam pengaruh itu akan meresap, mengalir dalam darah kehidupannya, dan kemudian membentuk sikap dan karakternya menjadi sebuah pribadi. Semua itu tentu saja tidak terlepas dari latar belakang kultural yang melahirkan dan membesarkan sastrawan yang bersangkutan, pendidikan yang diperolehnya, ideologi yang dianut, dan kecerdasannya mengolah semuanya menjadi sesuatu yang khas; menjadi sebuah dunia yang di dalamnya estetika menempati kedudukan yang penting.

Oleh karena itu, sastra yang baik senantiasa memberi kenikmatan dan sekaligus pendidikan (dulcer et utile) kepada pembacanya. Itulah fungsi sastra. Ia selalu akan menawarkan kenikmatan yang bermanfaat. Bukan kesenangan belaka yang mengobral mimpi, sebagaimana yang disajikan sastra populer, bukan pula ajaran atau manfaat yang dipaksakan macam pamflet atau propaganda, tetapi kemanfaatan yang menikmatkan atau kenikmatan yang memanfaat.
***

Antologi cerpen yang berjudul Reinkarnasi Titis karya Pudji Isdriani K. ini, tentu saja mesti disikapi dengan pretensi itu. Mencermati ke-10 cerpen yang termuat dalam antologi ini, kita seperti memasuki beragam kehidupan sosial. Di sana, ada problem keluarga, dunia persekolahan dan kehidupan guru, cinta-kasih seorang ibu, problem jender sampai ke persoalan kultural yang berkaitan dengan pudarnya minat terhadap kesenian tradisional.

Keberagaman tematik itu, sekaligus memperlihatkan perhatian pengarang atas berbagai problem sosial yang terjadi di negeri ini. Sebuah sikap etik yang sering kali menjadi kegelisahan mereka yang peduli atas lingkungan sosial di sekitarnya. Periksalah cerpen “Setriliun Muka”, “Reinkarnasi Titis”, “Fatamorgana”, “Perempuan Pemecah Batu” dan “Anak Raso”. Semua bercerita tentang problem sosial. Dalam hal itulah, Pudji cukup piawai menyelusupkan kritikannya ke berbagai arah. Meskipun harus diakui pula, ia belum mempunyai keberanian untuk menyelesaikan akhir ceritanya dalam sebuah tragedi yang memilukan.

Kecenderungan untuk menyelesaikan cerita dengan kebahagiaan (happy ending), tentu saja berkaitan dengan pilihan. Siapa pun mempunyai kebebasan untuk melakukan pilihan itu. Walaupun demikian, menyampaikan suatu pesan tertentu, pastilah dapat dilakukan melalui berbagai cara. Salah satunya lewat sebuah tragedi. Cermatilah cerpen “Anak Raso” misalnya. Setelah memperoleh pekerjaan yang lumayan enak di Pontianak, Kalimantan, Jarwo terbujuk temannya untuk mengadu nasib di Jakarta. Di ibukota, ia memang tidak menjadi penganggur. Tetapi, bekerja di Jakarta, ia tidak cukup mental, tak tahan bantingan. Selepas sebuah kecelakaan menimpanya, ia menyadari, bahwa Jakarta bukanlah tempat yang cocok. Maka, ia memutuskan kembali ke Pontianak. Di sana, ia disambut orang tuanya. Begitu juga bapak asuhnya. Jarwo lalu dipekerjakan di pabriknya untuk mengurusi mesin-mesin pabrik. Happy ending!

Dari cerpen itu, kita dapat menangkap sebuah pesan didaktis. Jakarta bukanlah sahabat bagi orang daerah yang tak mempunyai keahlian. Pesan yang sama dapat saja disampaikan melalui tragedi dengan akhir cerita yang tragis. Misalnya saja, setelah peristiwa tabrakan itu, Jarwo menganggur, menjadi gelandangan, dan mati atau tak jelas lagi nasibnya: mati atau terus menggelandang! Jadi, dengan memberi tempat pada tragedi atau akhir cerita yang terbuka (open ending), Pudji mempunyai banyak pilihan untuk mengakhiri ceritanya. Dengan berbagai pilihan itu, ia sekaligus dapat menyampaikan pesan-pesan simbolik, ironis, atau bahkan paradoks!
***

Agak berbeda dengan kebanyakan penulis wanita yang bercerita seputar persoalan rumah tangga atau masalah hubungan suami-istri, Pudji justru tak terpaku pada tema itu. Dua cerpen yang ditempatkan di bagian awal, “Bapakku Satoe” dan “Selimut Luka Tiwul” yang mengangkat persoalan rumah tangga atau mengungkap persoalan dunia wanita, cerpen lainnya justru bermain dalam problem sosial yang sedang dihadapi bangsa ini. Sebuah pilihan yang tepat untuk memberi berbagai kemungkinan tematis. Dengan cara itu, ia dapat leluasa mencermati peristiwa apa pun, termasuk peristiwa yang terjadi dalam dirinya sendiri.

Dibandingkan dengan antologi cerpen pertamanya, Hati Seorang Ibu (Jakarta, 2001), antologi Pudji Isdriani kali ini, terasa kental dengan tema yang lebih problematik. Cerpen “Perempuan Pemecah Batu” dan “Fatamorgana” misalnya, jelas memperlihatkan keberpihakannya dalam mengangkat masalah jender. Secara ideologis, ada sesuatu yang hendak dibelanya. Dan itu penting diperjuangkan dalam kaitannya dengan usaha pemberdayaan kaumnya. Dalam hal itulah, Pudji telah mengejawantahkan peran sosial sebagai sastrawan. Ia melakukan pemberontakan melalui kemampuan yang dimilikinya: lewat saluran sastra.

Selain persoalan tema yang lebih beragam dan problematik, cara bertuturnya juga sudah terasa lebih mengalir. Sebuah modal yang sangat berharga bagi seorang cerpenis. Di luar itu, dalam beberapa hal, Pudji terkesan masih sangat berhati-hati mengumbar imajinasinya. Dan itu, berhasil dibungkusnya pengamatan latar tempat yang cukup detail. Jika itu dilakukan dengan lebih serius, rasanya tak bakal lama lagi sebuah monumen akan lahir dari tangannya. Kita tunggu saja!

Bojonggede, 11 Maret 2003

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati