Satmoko Budi Santoso
http://satmoko-budi-santoso.blogspot.com/
jalan-jalan pergi ke kalimantan
dapat uang satu juta
mbak ambar memakai intan
mas gopel jatuh cinta
lebih baik minum jamu
daripada minum fanta
lebih baik mencari ilmu
daripada mencari cinta
aku suka film baja hitam
daripada film superboy
aku suka pacar pendiam
daripada pacar playboy
TIGA pantun di atas ditulis secara spontan oleh sebagian anak-anak korban gempa yang berdomisili di sebuah kampung di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tentu saja, dalam kesempatan kali ini saya tak akan membicarakan soal kualitas estetik isi pantun yang ketiganya ditulis masing-masing di atas selembar kertas lusuh yang saya bagikan itu. Misalnya saja, dengan membuka kemungkinan adanya pertanyaan apakah teks-teks pantun yang mereka hasilkan memang “bermuatan sastra” dan relevan sebagai upaya penggambaran/deskripsi situasi gempa?
Yang pasti, saya hanya ingin membagi pengalaman soal kemungkinan metode alternatif sebagai sebuah konsekuensi atas terapi psikis. Bisa jadi, pendekatan-pendekatan terapi secara tekstual dan dimulai dengan frame pemahaman “parodi” justru lebih membuka kemungkinan menggiring anak-anak korban gempa ke dalam pengembalian alam kesadaran dunia mereka, yang tak jauh dari kebahagiaan kolektif untuk bermain-main.
Melalui aspek kebermain-mainan itulah upaya melawan trauma atas penderitaan yang mereka jalani boleh jadi menemukan katup konkretnya. Ini tentu saja sebuah perjuangan pengenalan metode alternatif yang barangkali sangat berat, karena “mencetak penderita amnesia mendadak” karena tuntutan situasi yang maunya “melupakan sejarah kelam” bisa-bisa malah bernilai spekulatif. Misalnya saja, kemungkinan adanya anggapan bahwa metode terapi semacam ini malah terkesan tak alami, terasa dipaksakan karena dimulai dengan frame tertentu, dan sebagainya, dan sebagainya.
Tetapi, menurut saya, alternatif “metode parodi” sebagai terapi psikis yang kebetulan aplikasinya berbentuk penciptaan pantun semacam ini sungguh membuka ruang-ruang dialektika masa lalu dan masa depan yang benar-benar bisa dipisahkan, dan menjadi semacam jembatan antara yang tepat. Pengedepanan “metode parodi” itu sendiri bisa sebagai bukti ilmiah bahwa mengarungi “jalan penderitaan tersebab gempa” setidaknya dapat disikapi atau dinetralisasi dengan cara mengulum senyum.
Boleh jadi, asumsi saya ini dapat dibilang amat dangkal, karena mungkin saja terasa abstrak dan menyimpang dari pendekatan idealisasi ilmu psikologi atau apa pun. Katakanlah jika kemudian membenturkannya dengan anjuran teori psikoanalisa ala Sigmund Freud. Apakah penciptaan teks-teks pantun yang dihasilkan sejumlah anak-anak korban gempa itu mewakili “lubuk jiwa terdalam” ataukah memang hanya iseng belaka? Bisakah digolongkan ke dalam sangkar idealisasi yang dalam pendekatan ala Sigmund Freud bisa dikategorikan menjadi id, ego, atau super ego? Sangkar manakah yang paling tepat?
Baiklah, sebagai perbandingan, berikut ini saya kutipkan lagi pantun-pantun sebagian anak korban gempa di wilayah yang sama, hanya saja waktu pembikinan dan orangnya berbeda.
bengi-bengi neng jaratan (malam-malam di kuburan)
weruh tuyul wedi banget (lihat tuyul takut sekali)
mbak santi nganggo intan (mbak santi memakai intan)
gopel weruh getun banget (gopel melihat kecewa sekali)
mlaku-mlaku neng kuburan (jalan-jalan di kuburan)
weruh duwet sewu (lihat uang seribu)
bengi-bengi weruh setan (malam-malam lihat setan)
ora mlayu malah ngguya-ngguyu (tak lari malah ketawa)
Kedua pantun yang ditulis dengan bahasa Jawa di atas saya “instruksikan” tanpa melalui prolog atau frame yang mengarah pada “parodi”. Saya hanya bilang, “Tulislah sebuah pantun. Terserah.” Dan jelas, masing-masing anak yang menulis kedua pantun tersebut juga tak saling menyontek. Hanya saja, kenapa hasilnya bisa “sama” dengan pantun-pantun yang ditulis dengan “instruksi” atau prolog tertentu? Lebih jelasnya lagi, kenapa frame “parodi” diam-diam merasuk ke dalam alam kesadaran sebagian anak-anak korban gempa? Apakah diam-diam juga, mereka telah mampu menyikapi “penderitaan tersebab gempa” dan tak perlu lagi ada perumusan lebih lanjut?
Saya tidak tahu. Yang pasti, segepok perbandingan di atas bisa menjelaskan satu hal. Bahwa cara menyikapi bencana bagi sebagian anak-anak korban gempa di wilayah Yogyakarta tak separah yang dibayangkan ketika gempa dan tsunami menerjang Aceh beberapa waktu silam: terlalu banyak anak yang ketika disuruh menulis pantun malah hanya mencoret-coret atau mencabik-cabik kertas. Dan ketika disuruh menggambar malah hasilnya sebuah deskripsi laut yang berwarna hitam, bukan biru, padahal mereka tahu bahwa laut itu berwarna biru.
Fakta-fakta ini semoga saja mengajarkan kepada kita bahwa adanya gempa di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah “tak terlalu susah” untuk ditanggulangi. Setidaknya, secara psikis, ada kemungkinan bahwa dalam konteks korban gempa anak-anak, upaya pemulihan kesadaran atas kebahagiaan kolektif mereka tak terlalu berat. Karena itu, ini tinggal ditindak-lanjuti oleh berbagai pihak yang berwenang, bagaimana dengan upaya-upaya recovery di luar persoalan psikis. Misalnya saja, bagaimana dengan upaya pemulihan dalam hal bantuan tempat tinggal, sekolah, dan fasilitas publik lainnya?
Sungguh, jika dari sebuah pantun yang memang terkonsepkan agar “main-main” sebuah gejolak psikis bisa disidik, maka mungkin saja kita bisa bersyukur bahwa sebagian anak-anak korban gempa di Yogyakarta telah sedikit bebas dari belenggu ketertekanan. Tanpa kerepotan mengenal rumusan soal pemahaman teori psikoanalisa ala Sigmund Freud secara subtil mereka perlahan-lahan telah dapat memasuki gerbang untuk menepis penderitaan. Dan dengan sendirinya, medium karya sastra berupa pantun ternyata bisa sebagai alternatif jalan/metode untuk menguak kemungkinan menggeloranya persoalan jiwa.
Dengan kata lain, pantun yang merupakan bagian cukup penting dalam siklus karya sastra tersebut, ternyata (diam-diam!) adalah juga medium penanda psikis. ***
*) dicumput dari Minggu Pagi
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar