Bernando J Sujibto
http://darisebuahsudut.blogspot.com/
Tidak salah jika hidup memburu kedamaian. Meskipun sesulit apapun bentuknya, damai selalu menjadi tujuan hidup terakhir kita. Namun sejalan dengan itu pula, damai seolah menjadi utopis, sebuah konstruksi yang tidak pernah tercapai. Entah dimana kelak kita menemukan nilai damai (peace) itu?
Setiap tanggal 21 September, sejak Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2001 melalui resolusi 55/282, ditetapkanlah Hari Perdamaian Internasional. Ini adalah salah satu upaya demi menuai kedamaian hidup bersama di muka bumi. Jalan menuju perdamaian pun ramai diserukan oleh semua orang kahir-akhir ini, lebih-lebih oleh badan internasional sekelas PBB. Perdamaian seperti suatu idealita kehidupan yang didamba-dambakan bersama. Namun, di tengah gejolak konflik perang yang berkepanjangan dan ancaman inkonsistensi terhadap sistem dunia khususnya negara-negara adikuasa, perdamaian seperti sebuah utopia! Ia pun menjadi proyek sarat kepentingan di pentas global.
Saat ini waktunya kita mulai mengurai sebuah perspektif baru tentang perdamaian yang sedikit terlewatkan oleh institusi-institusi global di atas. Dari Jogja melalui buku Pelangi Damai di Sudut Jogja, nilai kedamaian itu bisa dihadirkan dalam setiap kesempatan kapan dan dimana pun. Karena perdamaian, ala perspektif buku ini, adalah suatu yang dekat, familiar, dan siapa pun dapat mewujudkannya. Ia bukan barang ’dagangan’ yang harus dilegokan dalam pentas lelang internasional! Namun, nilai perdamaian dapat dimulai dari diri sendiri, berlanjut kepada lingkungan keluarga, lingkaran sosial masyarakat, nasional, dan hingga dirasakan ke pentas internasional.
Dalam perkembangannya, istilah damai terus bermetamorfosis sesuai dengan zaman dan ruang tafsirnya sendiri. Ia bukan sekedar bermakna Pax, dalam bahasa Roma kuno, yang didefinisikan sebagai Absentia Belli, ketiadaan perang. Namun hadirnya keadilan (presence of justice)—dalam segala bentuk dan implikasinya—di tengah sistem kehidupan yang kompleks menjadi ejawantah arti damai yang patut diapresiasi bersama. Tesis itu muncul dari jargon perdamaian yang cukup populer seperti ucapan Martin Luther King, Jr: "True peace is not merely the absence of tension: it is the presence of justice.” Ketiadaan perang tidaklah cukup dijadikan justifikasi bahwa kehidupan kita telah menggapai perdamaian di muka bumi.
Damai Ada di Sekitar
Hadirnya buku ini seperti hendak menegaskan bahwa damai ada di sekitar, tepatnya di komunitas kecil dimana kita berkumpul. Buku ini terbit dari hasil diskusi dan ‘gerilya’ ke tempat-tempat bersejarah yang menjadi simbol dan spirit perdamaian di kota Jogja. Penulisnya terdiri dari satu tim berjumlah sekitar 40 orang. Mereka adalah generasi muda usia 18-22 tahun. Mereka berkumpul dan membuat komunitas yang menamakan diri Peace Generation (Pisgen) yang berpusat di salah satu serambi ruangan (pinjaman dari) Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM. Siapa pun yang siap menyebarkan virus perdamaian bisa masuk dan bergabung bersama mereka.
Prestasi komunitas yang berdiri sejak 10 Juni 2002 ini tergolong cemerlang baik dalam negeri khususnya di lokal Jogja dan sesekali terlibat di berbagai kegiatan pemuda perdamaian di kancah internasional. Komunitas ini seperti sebuah rumah bagi semua generasi muda yang ada di Jogja dengan latar belakang berbeda baik agama, ras, etnis dan suku. Pisgen telah melakukan penyebaran virus perdamaian khususnya kepada generasi muda dimulai dari Jogja untuk Indonesia. Terbukti di daerah-daerah rawan konflik seperti Aceh dan Ambon komunitas ini telah menambatkan jejaringnya.
Setiap tahun mereka melakukan kegiatan yang dikemas dalam bentuk Peace Camp dalam rangka membicarakan perdamaian dan segala macam aksiomanya. Sejak tahun 2002 komunitas ini telah melahirkan lima angkatan yaitu Youth Camp for Democracy and Peace (YCDP), Student Camps For Peace (SCP), Peace in Our Neighbourhood (PION), Feeling Peace in Our School (PIOS), dan terakhir adalah Jogja Peace Amizing Race (JPAR) dihelat pada awal tahun 2008 dan telah menghasilkan buku memoar penting ini.
Tim penulis melakukan pengamatan dan penggalian sumber informasi di sembilan tempat yang meneguhkan city of tolerance bagi Jogja. Mereka mewawancarai tokoh di daerah-daerah yang menjadi simbol dan identitas pluralisme kota gudek yang terbina dengan baik hingga hari ini. Sembilan tempat itu adalah Kraton Jogja, Komuinitas Gayam 16, Padepokan Bagong Kassudiardja, Komunitas Eben Ezer, LSM Kebaya, YAKKUM, Fakultas Kedokteran UGM, Pura Jagatnata, Vihara Budha Prabha. Penulis buku ini mencari nilai perdamaian yang diperjuangkan di balik sembilan tempat di atas.
Cara penyajiannya cukup enak dan enteng karena diceritakan oleh orang pertama (Aku) plus dengan sokongan gambar yang sesuai. “Aku” muncul sebagai sosok mahasiswa baru yang tidak menahu tentang Jogja. Saat itulah dimulai perjalanan panjang dan sarat nilai perdamaian di balik ornamen sejarah dan eksotisme simbol-simbol budaya yang melekat di Jogja. Hikmah di balik perjalanan itu pada akhirnya menyentuh persoalan pluralisme dan multikulturalisme yang bakal melahirkan toleransi, tenggang rasa, dan kedewasaan sikap di antara kelompok masyarakat yang plural. Melalui buku ini kita akan menemukan bagaimana mengenal dan menerima sebuah kenyataan hidup kita yang heterogen; bagaimana merawat perbedaan itu supaya tetap tumbuh indah memesona.
Napak tilas perdamaian ini dimulai di Kraton Jogja. Simbol kraton bagi rakyat Jogja adalah segala-galanya karena dari situlah titik tolak kehidupan mereka dimulai. Rakyat Jogja merasakan ketenangan dan kedamaian berada di bawah kraton dan raja khususnya Sultan Hamengku Bowono IX, dimana pada waktu itu Belanda dan Jepang bergantian ingin menguasai Jogja. Ornamen tradisi kraton seperti instrumen musik lokal dengan tari-tarian indah semampai merupakan mediasi demi mencapai ketenangan dan kenyamanan bersama bagi rakyat Jogja di tengah gedebus genderang perang penjajah.
Upaya kraton untuk melindungi rakyat agar aman juga terlihat dari catatan historis pembangunan Selokan Mataram. Selokan ini dibangun atas inisiatif sultan HB IX demi menyelamatan rakyat Jogja yang diincar menjadi pekerja rumosha oleh Jepang (hlm 17).
Ekspedisi selanjutnya sampai di Komunitas Gayam 16. ”Aku” semakin yakin bahwa jalan menuju damai begitu banyak. Salah satunya adalah seni tradisi warisan nenek moyang seperti gamelan yang dikembangkan di komunitas ini. Pada perangkat gamelan akan ditemukan perpaduan birama dari instrumen yang komplit menjadi irama merdu dan kaya akan makna ihwal sebuah penciptaan yang kuat dan murni. Kedekatan seni dengan nilai-nilai perdamaian juga ditemukan di Padepokan Bagong Kassudiardja, sebuah komunitas seni yang sekarang digawangi seniman Butet Kertarajasa, putra kedua Bagong Kassudiardja. Bagi kedua komunitas di atas peran seni bisa dipahami sebagai active non-violence (ANV), sebuah upaya halus dan indah demi menggugah kesadaran kemanusian. Seni selalu menawarkan solusi nir-kekerasan terhadap berbagai masalah yang ada di tengah masyarakat kita (hlm. 39).
Selanjutnya, ”aku” yang terus melanglang sudut-sudut kota Jogja menemukan bagian penting dari dinamika kota besar, yatiu Komunitas Eben Ezer, sebuah komunitas anak jalanan (pengamen, pemulung, waria dan PSK) yang berpusat di Stasiun Lempuyangan (hlm 47). Ia menemukan rahasia terdalam di balik kota Jogja yang terkenal berpendidikan, berbudaya dan halus pembawaannya. Kisah perjalanan itu dirasakan semakin lengkap ketika ia sempat bertandang ke LSM KEBAYA alias Keluarga Besar Waria Yogyakarta, sebuah lembaga penggiat masalah eksistensi waria di Jogja. Di lembaga ini kita dapat menemui Mami Vin, seorang penggerak yang tak kenal lelah sehingga berhasil membawa nama KEBAYA sebagai lembaga waria paling solid di Jogja bahkan di Indonesia.
Membangun Solidaritas
Persinggahannya di Eben Ezer dan KEBAYA mengajarkan tentang solidaritas antar sesama demi menggapai kebersamaan dan kedamaian. Solidaritas yang dibentuk pun bukan sekedar solidaritas deskriptif tapi normatif. Solidaritas normatif adalah bentuk solidaritas dimana seorang tidak hanya merasa simpati semata tetapi sikap itu diterjemahkan dan diintegrasikan secara afektif, kognitif dan aksi untuk membantu mereka yang membutuhkan (hlm. 57-58). Ujian solidaritas itu akan dietemukan ketika kita singgah di YAKKUM, sebuah komunitas bagi penyandang cacat atau kaum difabel yang terletak di Jalan Kaliurang KM 13.5. Di sini rasa manusiawi akan diuji ketika berhadapan dengan sosok insan yang ternyata tidak sesempurna kita. Kesadaran tentang potensi dan kekuarangan manusia akan terketuk di sana.
Tentang resolusi konflik dan cara kita bergaul dengan anak bangsa yang sempat bersitegang dengan kita dapat kita pelajari dari perjalanan sang tokoh ketika mampir ke Fakultas Kedokteran Internasional UGM dimana mayoritas mahasiswanya berasal dari Malaysia. Bagaimana kita membayangkan kelancangan negeri Pak Cik itu ketika mengklaim hasil ciptaan dan tradisi tulen bangsa Indonesia? Namun, napak tilas tokoh utama kita ini mengajarkan bagi semua bangsa bahwa dialog dan silaturahmi adalah aksi terpenting demi mewujudkan perdamaian bersama. Mahasiswa Malaysia yang tinggal di Jogja merasa bisa tenang dan nyaman belajar oleh karena sikap generasi muda kita yang bertanggung jawab untuk mewujudkan kedamaian di negeri ini.
Di bagian akhir memoar perjalanan ini pembaca akan menemukan kekayaan budaya dan agama yang ada di Jogja. Ada Vihara Budha Prabha di jalan Brigjen Katamso dan Pura Jagatnata di Banguntapan. Dua simbol pluralisme agama itu mengisyarakat kompleksitas budaya dan tradisi Jogja sebagai Indonesia mini. Namun demikian, masih banyak budaya dan simbol tradisi sebagai penjunjung nilai perdamaian yang tidak terangkum dalam memoar perjalanan singkat ini. Sehingga di akhir perjalanan sang tokoh menuliskan: “ dan ini bukan akhir dari sebuah perjalanan…..” (hlm 107) karena jalan menuju damai memang masih panjang tetapi bukan berarti jauh.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel GarcÃa Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar